Chapter 06

1.8K 182 1
                                    

Aku menendang-nendang kerikil kecil yang aku jumpai disetiap langkah tungkaiku. Selepas magrib tadi, aku mendapatkan notif sebuah tugas dari dosen dengan deadline 24 jam di mulai sejak tugas di kirimkan. Hal seperti ini kadang yang membuat mahasiswa ingin mengeluarkan sumpah serapah.

Dan benar saja, tadi handphoneku tak henti-hentinya bergetar karena grup kelas yang ricuh sebab tugas dadakan itu. Beberapa dari mereka bahkan lengkap menyebut semua penghuni kebun binatang. Jika dipikir-pikir minggu ini management waktuku buruk sekali. Manusia itu buta terhadap masa depan yang semu dan  tidak bisa memprediksi akan terjadi apa di masa mendatang.

Jika aku dihadapkan pada kesulitan, seharusnya aku tidak mengeluh apalagi pesimis dan ingin menyerah. Sebab kesulitan yang Allah berikan tidaklah sekali duakali dalam hidupku. Ketika aku bisa melewati kesulitan seperti yang pernah terjadi sebelum-sebelumnya, itu tandanya aku mampu, bukan?Hanya perlu menjalaninya dengan penuh optimis serta merta melibatkan-Nya disetiap lelah.

Cuaca malam ini sedang tidak bagus, tidak ada bulan maupun bintang yang menghiasi langit. Serta hawa dingin yang terus mendayu-dayu menerpa wajahku. Aku mempercepat langkah melewati pos satpam yang berada dekat gerbang komplek seraya menyapa beberapa security yang berjaga di sana dengan ramah.

Tak perlu berlama-lama hanya tinggal berbelok ke arah kiri menuju minimarket depan komplek yang jaraknya bisa ditempuh dengan berjalan kaki saja. Suara gemuru langit mulai terdengar, aku yang mendengar itu lantas berlari kecil. Kemungkinan besar hujan akan turun dalam beberapa menit kedepan. Di tambah, aku tidak membawa payung untuk pulang nanti. Semoga saja hujan turun saat aku sudah sampai dirumah.

Kedua kakiku telah menapak di depan minimarket dengan lega. Aku pun maju beberapa langkah menghampiri pintu berlapis kaca itu. Tanganku terjulur memegang gagang pintu yang bertuliskan kata 'Dorong' di sana. Tetapi, kejadian begitu cepat tanpa bisa aku prediksi terjadi. Aku terkejut saat  tiba-tiba ada tangan lain juga yang ikut menyentuh gagang pintu tersebut.

Deg!

Aku yang merasakan tanganku tersentuh itu, langsung menarik cepat dari gagang pintu. Aku memegang telapak depan tangan yang baru saja tersentuh dengan perasaan terkejut. Aku segera menoleh dan sedikit mendongak melihat rupa dari wajah Pria yang lebih tinggi dariku. Dan—bingo!

Tebak sapa tangan Pria yang sempat bersentuhan dengan tanganku tadi?

Benar.

Kak Aidan.

Dunia sesempit ini kah?!

Pria itu sama terkejutnya denganku saat kami saling menatap. Aku melirik benda yang digengam tangannya. Pantas saja dia tidak tahu ada orang lain yang sudah terlebih dahulu memegang gagang pintu, ternyata  sedang sibuk memperhatikan handphonenya. Mataku menangkap sesuatu yang membuatku terheran saat secara tidak sengaja melihat tangan kanan Kak Aidan merah dan ada sedikit darah kering disana.

Sadar akan tatapanku yang tengah menatap tangannya, Kak Aidan lantas memasukan kedua tangannya ke dalam saku hoodie hitam yang dipakainya. Aku yang peka dengan hal itu pun paham akan maksud tindakkannya.

Kak Aidan berdehem.

"Lo Rahil, Kan?" Tanyanya tiba-tiba.

Aku meneguk air ludahku, lalu mengangguk pelan.

Semoga saja dia tidak ingat jika aku adalah orang yang sama waktu kerjadian di depan parkiran FIB. Barangkali, ia memiliki ingatan yang buruk.

"Ternyata sebelumnya kita udah pernah ketemu di depan parkiran FIB ya," Katanya sembari tersenyum tipis, bahkan nyaris tak terlihat senyuman itu.

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang