Chapter 65

1.3K 115 3
                                    

Rahil menatap tiap tetes embun air hujan yang jatuh di jendela. Rencana siang hari yang Aidan tawarkan mendadak harus batal karena hujan deras mengguyur sejak sore. Meski kecewa tidak jadi pergi, tetapi mulutnya tak henti-henti bermunajat, merapalkan doa yang sedikitnya membuat hatinya tenang karena digantikan dengan syukur.

Aidan datang selepas mengangkat telepon dari rekan bisnisnya. Rahil tidak begitu memperhatikan dan memperdulikan hal itu sebab terlalu larut dengan suara dan rintik hujan yang turun di luar sana. "Nggak usah sedih gitu." Aidan nyeletuk saat mendaratkan diri duduk di samping Rahil

Rahil merubah tumpuan kepalanya di badan sofa dan menoleh ke arah Aidan. "Aku nggak sedih. Justru aku senang lihat hujan turun, aku bisa banyak-banyak berdoa. Kan doa di waktu mustajab, salah satunya di waktu hujan. Kakak pasti nggak tau kan? nah, makanya aku kasih tau." 

Aidan tiba-tiba tiduran di pangkuan pahanya. Ini pertama kalinya Rahil mendapati posisi seperti itu, ditambah Aidan memang tidak pernah aba-aba ketika mau melakukan sesuatu. "Doa apa barusan?" tanya Aidan membuka percakapan

Rahil berupaya menormalkan mimik wajah serta tingkahnya. Sudah beberapa kali dia menekankan kepada dirinya, bawah sesering mungkin berlatih tebal muka ketika salah tingkah di hadapan Aidan. "Banyak. Doain Bunda Abah, kuliah aku, rumah tangga aku, masa depan aku, kakak—"

"Kamu doain aku?" Aidan memotong ucapan Rahil

"Iya. Supaya nggak selingkuh," Ucap Rahil cepat. Cukup singkat, padat, dan jelas.

Aidan tertawa kecil. Rahil mengernyit bingung. "Kok ketawa, aku serius tau." Tanpa sadar jemari terangkat dan bermain menyurai rambut Aidan pelan.

"Kalau kakak selingkuh, aku panggilin Pak Rt pak Rw, kalau perlu aku panggil pak satpam, biar sekalian mukulin kamu," Kata Rahil Hiperbola.

"Ya Allah, seremnya ..." Aidan melankolis

"Makanya jangan selingkuh. Udah dapat yang cantik, baik, sholehah, pinter masak, minus suka ngereog aja, masih kurang juga? Nggak habis pikir." Cibir Rahil

"Parah sih itu, Ra." Aidan menimpali 

"Iya, makanya kakak jangan kayak gitu. Minimal kalau mau selingkuh ingat, barangkali malaikat izrail nggak sengaja nyenggol. Kan nggak lucu, lagi selingkuh tiba-tiba wassalam, taubat juga belum," Cetus gadis itu.

Aidan menghela nafas pelan. "Dari sekian banyak doa yang bisa kamu panjatkan. Kenapa kamu milih supaya aku nggak selingkuh?" Tanya Aidan penasaran

Rahil terdiam sejenak. Dia juga heran sebenarnya. "Nggak tau aku juga," Gadis itu menjawab apa adanya.

"Loh? Gimana, sih kamu?"

Rahil nampak berpikir. "Kak, masalahnya tuh sekarang lagi marak banget kasus perselingkuhan. Bahkan dari hal kecil seperti nebeng aja bisa memercik semua itu. Apalagi kalau lingkungan kerja isinya orang-orang yang mendukung seperti itu. Ya Allah aku ga habis pikir. Aku tau sih, ini salah karena asupan aku setiap buka sosial media malah yang dicari hal-hal seperti itu. Jadinya, aku ke trigger dan khawatir sendiri Kak Aidan juga kayak gitu."

"Kamu ini, udah tau sadar salah asupan kayak gitu, masih aja kamu lihat. Hati-hati kamu nanti jadi suudzon sama suami sendiri. Lagipun hanya orang-orang pendek akal dan iman kalau sampe menyepelekan sebuah ikatan. Janji yang aku ucapkan itu nggak semata-mata dilihat dan diwakili banyak orang, Ra, tapi Allah dan Abah juga." Aku beristigfar

"Ya Allah maafin aku ya, Kak. Tapi aku udah stop buka sosial media dulu kok. Aku khawatir semakin kepikiran. Terus terang, entah kenapa isu perselingkuhan jadi puncak dari pada masalah besar yang tingkat kesulitannya seolah seperti memilih hidup dan mati."

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang