Chapter 22

1.6K 154 4
                                    

Aidan menutup pintu mobilnya setelah berhasil memarkirkan di basement, Pria itu berjalan memasuki gedung dan berjalan menuju pintu lift, sambil menunggu lift turun, dia memainkan handphonenya. Beberapa hari lalu, dia berhasil melewati kesibukannya sebagai seorang pebisnis. Dan kini dia bisa sedikit lebih santai menikmati liburan kuliah yang tersisa dua minggu, setidaknya sisa waktu itu bisa di gunakan untuk Aidan merefleksikan diri.

Aidan mematikan handphonenya, lalu menatap lift yang akan turun di lantai satu. Beberapa saat, ketika lift berhasil turun di lantai satu, secara mengejutkan, tiba-tiba alarm kebakaran menyala cukup keras di gedung apartemen. Hal itu kontan membuat Aidan mengurungkan niat untuk masuk ke dalam lift, dan beberapa petugas dan staf apartemen pun berlari kesana dan kemari sambil menyerukan warga apartemen untuk segera keluar gedung.

"Mas, silahkan keluar." Suruh salah satu seorang petugas yang datang kepadanya dengan tergesa-gesa

Pria itu berjalan keluar sambil mengambil handphonenya di saku celana. Semua orang kebingungan seraya berjalan keluar dengan tergesa-gesa dari dalam gedung. Aidan tidak melihat adanya asap dari dalam gedung, tapi bagaimana bisa alarm kebakaran bunyi begitu keras, dimana api itu berada, pikirnya bertanya-tanya. Pria itu lagi-lagi mencoba berusaha menghubungi Rahil, karena panggilannya belum juga diangkat oleh gadis itu.

"Bapak ibu mas mbak, Harap tunggu di sini dan jangan masuk ke dalam gedung. Kami sedang meninjau situasi sekarang. Jadi mohon kerjasamanya." ingat salah satu petugas.

Aidan mendecak pelan, rasa kesal mengumpul di hatinya sambil menatap layar handphone, karena sudah beberapa kali dia menghubungi gadis itu, tapi tak satupun panggilannya di jawab. Apa yang sebenarnya gadis itu sedang lakukan, kenapa tidak mengangkat teleponnya, Pikir Aidan khawatir. Aidan melihat sekeliling mencoba menenangkan dirinya, semua penghuni apartemen saling khawatir dan bertanya-tanya satu sama lain. Pria itu mencoba menghubungi Rahil sekali lagi—nihil, gadis itu tetap tidak di menjawab.

Pria itu cukup gusar, pikirannya terlalu penuh dengan seribu kemungkinan terjadi ketika Rahil tak menjawab panggilan teleponnya. Dia harus masuk gedung, karena hanya itu jalan satu-satunya untuk memastikan Rahil. Tapi siapa sangka, saat Aidan hendak berlari, dari pintu lobby gadis itu muncul dengan memakai hoodie oversize, dan sedikit berlari menghampiri Aidan sembari mengeratkan tudung hoodie yang dijadikan hijabnya.

"Ada apa, kak?" Tanya gadis itu dengan santainya

"Kenapa lama, sih keluarnya?"Tanya Aidan dengan nada kesal sambil menatap Rahil dengan raut wajah khawatir.

Gadis itu sedikit tergugup melihat reaksi yang didapatkan pada Aidan.

"Aku lagi mandi, aku juga kaget tadi," Jelas Rahil menatap Aidan bingung.

Pria itu menatap Rahil dari atas sampai bawah. Pantas saja panggilannya tidak di jawab. Aidan menghela nafas panjang dan gadis itu langsung mengambil posisi berdiri tepat di samping Aidan sambil melihat keadaan di sekelilingnya. "Berapa lama kita harus nunggu?" Rahil melipat tangannya di atas dada, sorot mata gadis itu menatap ke arah depan.

Aidan menoleh dan menatap Rahil dari samping lama-lama, porsi badan yang jauh lebih tinggi dari Aidan, serta hoodie kebesaran yang dikenakan gadis itu--Rahil terlihat lucu di mata Aidan. Gadis itu menoleh, seketika Aidan mengubah ekspresi wajahnya, datar.

"Kenapa?" Tanya Rahil

Aidan berdehem."Sampo apa yang lo pakai?"Sepertinya pertanyaan Random itu keluar karena ingin menghilangkan kegugupannya.

Tapi siapa sangka respon Rahil justru di luar dugaannya. Dengan seringai wajah ceria dia berkata."Wanginya enak 'kan?" Gadis itu tiba-tiba memajukan wajahnya, niat supaya Aidan bisa mencium rambutnya yang terbalut tudung hoodie.

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang