Chapter 21

1.6K 150 1
                                    


Ceklek ...

Brak!

Jari-jari tanganku yang berada di atas keyboard laptop seketika berhenti bergerak dibarengi helaan nafas yang aku hembuskan. Sorot mataku menatap tajam anak laki-laki berusia empat belas tahun yang baru masuk rumah itu.

"Bisa nggak kalau tutup pintu pelan-pelan." Aku menatap Haikal, adikku, dengan sorot dingin. Menyebalkan sekali sebenarnya mempermasalahkan hal yang terlihat sepele. Tetapi untuk persoalan ini tidak lagi sepele, karena Haikal, anak itu sudah sering kali menutup pintu dengan cara seperti tadi. Sangat amat tidak bisa pelan.

"Aku nggak sengaja--Kamu lihat remot tv nggak, Kak?" Anak itu berjalan kesana-kemari mencari barang yang di maksud dan menganggap enteng hal yang sedang aku persoalkan.

"Nggak sengaja. Kamu memang nggak bisa tenang anaknya." Cibirku seolah tak cukup aku mendengar respon Haikal yang sesantai itu.

"Kamu lihat remot nggak?" Haikal bertanya kembali

"Dengerin kalau aku ngomong. Kebiasaan kamu tuh nggak bagus tau nggak. Biasain kalau ngelakuin apa-apa itu tenang, pelan-pelan, 'kan nggak susah. Bunda Abah juga udah pernah ngasih tau 'kan."

"Iya iya iya, 'kan tadi aku bilang nggak sengaja."Haikal menatapku dengan raut wajah cemberut.

"Jangan iya-iya aja. Kamu kalau di kasih tau ngeyel anaknya."

"Iya, paham kok aku, ... kamu liat remot tv nggak?" Lagi, Haikal bertanya mengenai hal yang sama.

"Nanti Kakak kasih. Ganti baju dulu sana, keringatan begitu, habis main bola 'kan kamu." Titahku. Haikal kontan langsung mengusap keringatnya dengan baju, dan tindakan itu dengan sigap aku tahan.

"Kebiasaan 'kan nyeka keringat pakai baju, udah tau baju kamu koko putih. Ganti baju sana. Bunda pulang lihat kamu kayak gini, dimarahin loh." Padahal sudah beberapa kali diberi tahu oleh Bunda, jika ingin bermain bola, jangan selepas solat, karena pasti nanti baju kokonya akan kotor dan bau karena keringat.

"Nanti aja, aku mau lihat bola di tv, sebentar kok," Katanya memohon

"Ganti baju." Kekehku

"Iya, nanti aku ganti baju. Aku mau nyalain tvnya dulu."

"Kakak nyalain. Kamu ganti baju dulu. Bolanya ada di saluran berapa?" Tanyaku cepat

"Salurannya kemarin nggak sengaja ke acak, sama Abah belum di benerin. Sini aku aja, mana remot tv nya." Haikal masih berusaha keras untuk meminta remot tv. Dan, aku tetap tidak memberikan kepadanya

"Ya Udah, saluran tv apa?" Tanyaku dengan nada malas sambil mengambil remot tv yang terselip di balik bantal sofa di sebelahku.

"Ish, udah sini aku aja, mana?" Pinta Haikal kekeh menginginkan remotnya.

"Nggak, ... udahlah kamu kalau kayak gini terus, makin lama kamu nggak nonton. Tinggal bilang aja saluran apa?" Sewotku

"Newend tv," Kata Haikal dengan wajah bete.

"Ganti baju ya habis ini." Ingatku

Layar tv menyala setelah aku menekan tombol power di remot. Setelah itu, aku mencari-cari saluran tv yang adikku sebutkan tadi.

"Cepat kak, keburu mulai nanti." Serunya tidak sabaran

Aku menghiraukannya sambil menekan-nekan tombol pada remot untuk mencari saluran yang dimaksud.

"Udah 'kan. Ganti baju sana." Saluran tv yang dimaksud sudah di temukan dan memang tengah menayangkan permainan bola. Dan Haikal langsung berlari ke arah kamarnya untuk berganti baju.

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang