Chapter 25

1.5K 146 2
                                    

Rahil dan Aidan sampai dirumah, di depan halaman rumah, terlihat pria setengah baya sedang menggunting pohon awan topiary. Dia adalah Ibrahim. Ibrahim terhitung masih dalam masa pemulihan. Meski begitu, Ibrahim sudah diperbolehkan kembali mengajar, meski tidak dikampus melainkan via online dan hanya harus rutin cek up juga terapi di Rumah sakit.

Mereka turun menemui dan mengucap salam pada Ibrahim. Ibrahim yang melihat anak dan menantunya datang, menyambut hangat keduanya dengan senyuman di bibir. Ibrahim membalas salam mereka sambil melepas sarung tangan yang digunakan untuk menggunting. Aidan dan Rahil bergiliran salim kepada Ibrahim.

"Tumben banget sore-sore gini Abah bersihin taman," Celetuk Rahil heran saat menatap tumpukan rumput yang sudah dicabut Ibrahim.

"Bukan tumben. Abah dari kemarin sering kayak gini, kamunya aja yang baru lihat." Ibrahim membela diri

"Kenapa begitu?" Tanya Rahil

"Semakin banyak Abah gerak, semakin sehat, Kak," kata Ibrahim sambil mengangkat tanganya

Rahil mengangguk saat mulut membentuk bulat, "Abah sudah kembali ngajar di kampus?" Tanya Rahil memastikan

"Sudah, tapi ya—kata dokter Abah nggak boleh sampai kelelahan dan harus rutin cek up sama terapi setiap dua minggu sekali. Lagian Aba ngajar via zoom meeting." 

"Kalian habis dari mana? kampus?" Ibrahim mengalihkan

"Iya, kita habis dari kampus. Sekalian mampir karena Rahil mau ambil barang-barang yang belum dia bawa katanya." Kali ini Aidan yang menjawab

Ibrahim mengganggukan kepala. "Ya sudah masuklah kalian. Sekalian, malam ini kita makan bersama juga, sudah lama nggak kumpul 'kan. "Ibrahim mengusulkan

Rahil sekilas menatap Aidan. Aidan mengangguk pelan sebagai bentuk responnya menyetujui permintaan Ibrahim kepada Rahil. "Boleh tuh ba."

"Alhamdulillah, Nah kalau gitu Abah mau lanjut lagi, tanggung soalnya." Lanjut Ibrahim

"Kak Aidan mau disini sama Abah?" Rahil bertanya pelan memandang Aidan. Aidan mengangguk.

"Oh ya udah." Melihat Rahil yang sudah pergi, bahkan punggung badannya sudah tidak terlihat lagi, Aidan menghampiri dan ikut berjongkok di samping Ibrahim yang sibuk mencabut rerumputan kecil yang panjang.    

"Om," panggil Aidan kepada Ibrahim

"Jangan bantu om cabut rumbut, kotor nanti bajumu." Cegah Ibrahim 

"Masa Aidan cuman ngeliatin om cabutin rumput doang," Aidan tak terima

"Ya gapapa. Kamu itu datang ke sini, memangnya buat bantuin Om bersihkan halaman," Sahut Ibrahim tak mau kalah

"Baru kali ini Aidan lihat ada orang yang nggak mau dibantu," Cibir Aidan. Layaknya teman dekat. 

"Bagus, itu artinya cuman om orang yang kamu kenal, yang tidak mau direpotkan. Lagian kamu ini nggak bawa baju 'kan?" Tanya Ibrahim

Aidan menggeleng, "Engga, tapi apa korelasinya?" Aidan balik bertanya

"Loh, ... namanya juga mencabut rumput, sudah pasti ada tanahnya, nggak mungkin nggak ada. Belum lagi nanti berkeringat, kamu lihat nih baju om. Kamu kalau bantu Om ya pasti akan kotor nantinya. Udah nggak usah, diam aja di sana." Titah Ibrahim menyuruh Aidan duduk di atas teras rumah

"Benar ya om, nggak nyesal," Ujar Aidan meyakini Ibrahim lagi.

"Awas nanti Aidan dibilang menantu durhaka." Sambung Aidan saat duduk di atas teras

"Iyaa...," Sahut Ibrahim malas.

Aidan menatap Ibrahim yang dengan telatennya menggunting rumput-rumput panjang sisi tanaman. Rumah Ibrahim memang banyak lahan luas yang dihiasi Pennisetum purpureum atau biasanya orang mengenal rumput gajah, juga bunga-bunga tanaman hias. Bahkan di sudut tembok rumah lahannya dibangun gazebo kecil yang di sampingnya terdapat ikan hias. 

Rahil : 𝘜𝘯𝘦𝘹𝘱𝘦𝘤𝘵𝘦𝘥 𝘐𝘮𝘢𝘮 ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang