bab 03

226 54 190
                                    

Halo, luv. Kalian bisa panggil aku lia💘

Dilarang keras salah lapak. Menyebutkan judul, nama tokoh yang tidak berada di lapak ATLAS!!!

Selamat membaca

.

.

.

[03. Dia?]

_AtlasDikka_

"Lo telat."

Atlas menolehkan kepala. "Bego." Kembali menghisap rokok yang berada di tangannya. "Lo aja baru ngasih tau."

"Si tolol kalau ada apa apa cerita napa sih. Gak bisa ya lu kalau gak bikin kita berdua khawatir." Cowok dengan kaos oblong itu memaki temannya.

Bagaimana tidak kesal dengan Bintang jika cowok itu hanya memberitahu mereka lewat telefon dengan suara bentakan seperti itu?

Bintang tertawa. "Gue harus ngasih tau kalian gimana?"

Hening.

"Bahkan lu berdua gak punya jawaban," imbuh Bintang.

"Bukan gitu-

"Terus apa yang harus gue lakuin? Gue takut lo pada bosen sama keluh kesah gue yang gini-gini aja," serobot Bintang.

Apa Atlas dan Guruh kaget Bintang tiba-tiba seperti ini? Nggak.

Tentu saja mereka tau cerita masing-masing. Jika boleh jujur, mereka bertiga adalah ketiga insan yang tidak ditakdirkan untuk menentukan pilihannya sendiri.

Guruh mengetukkan ujung alas kakinya ke lantai. Sejak awal dia sudah menduga bahwa Bintang akan mudah tersinggung setelah ini, dibalik itu semua Bintang hanyalah Bintang. Remaja yang menginginkan kebebasan.

"Lo laper nggak sih? Makan yuk."

Atlas mengangguk singkat. Mungkin pikirannya dengan Guruh sama, 'jangan membahas hal sensitif itu ketika Bintang sedang mode singa.'

"Gak ada makanan. Ayah keburu marah terus ibu gak boleh masak buat makan," jawab Bintang dengan tenang. Walau kedua temannya tau ada hal yang patah dalam diri cowok itu.

Guruh memutar otaknya untuk mengalihkan suasana tegang seperti ini. Senyum cowok itu terbit sebelum akhirnya merangkul bahu kedua temannya itu. Menahan air mata yang kapan saja bisa jatuh, katakanlah Guruh memang cengeng.

"Alah gapapa kali. Gak makan juga seru kok, nahan lapernya pake tidur aja." Guruh menggigit bibirnya menahan air mata yang memberontak keluar.

Atlas menghela napas. Ia melirik ke arah Bintang yang masih memperlihatkan wajah datarnya. Saat-saat seperti ini adalah hal yang paling Atlas tidak sukai, memainkan drama dengan apik.

Cowok itu mengangguk membenarkan. "Iya. Gak makan sehari gak akan buat kita mati."

"Mulut lo, At. Kita belum sukses bareng anjir!" kesal Guruh. Atlas memang ceplas ceplos.

"Y."

Guruh menurunkan tangannya. Menatap kedua temannya bergantian, seolah sedang menghipnotis mereka. Mata Atlas dan Bintang yang terlihat biasa saja baginya adalah mata yang menahan lelah. Kemudian ia sadar, bahwa mereka memang benar-benar lelah.

Tidak ada mata yang memancarkan kepingan kebahagiaan.

Kepingan kebahagiaan yang dulu pernah mereka dapatkan... mungkin telah hilang.

ATLAS DIKKA[HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang