part 5

19.2K 1.6K 2
                                    

Setelah selesai mandi dan memakai pakaiannya, Jeno memutuskan untuk langsung turun ke bawah saat melihat Mark sudah tidak ada di kamarnya. Saat ia sampai di ruang makan mansion itu. Ia melihat Aria yang sudah duduk dengan tenang di sana.

Jeno ragu untuk mendekat, tapi ia mencoba berjalan mendekat ke arah meja makan itu.

"Selamat pagi"
Sapa Chenle dengan senyuman hangatnya.

"Selamat pagi juga sekrestaris Chenle"
Balas Jeno yang juga ikut tersenyum.

"Wah wah! Kalian juga berbicara dengan formal seperti itu padanya!?"
Amilia tiba-tiba saja datang, lalu menoleh kearah Chenle yang menatap datar kearahnya.

"Hebat sekali, dalam dua hari jalang ini sudah menjadi pemilik rumah!"
Ucapnya sekali lagi. Jeno tidak menjawab dan memilih menunduk.

"Kasihan sekali adik ku tersayang harus tinggal dengan simpanan suaminya!"

Jeno yang mendengar hal itu langsung mendongak.

Adik!? Jadi wanita yang mengaku sebagai tunangan Mark itu kakak dari istri Mark sendiri!?

"Nona Amilia, duduklah. Tuan besar akan segera datang"
Chenle berusaha melerai keributan yang di buat oleh wanita itu. Amilia mendengus kesal, lalu memilih untuk duduk di sebelah Aria yang terus menunduk sedari tadi.

Tidak butuh waktu lama mereka menunggu, sampai akhirnya Mark datang dengan stelan jas hitamnya yang sangat mempesona.

Ia tidak mengatakan apapun, selain mendudukkan dirinya di sebelah Jeno.

Sarapan pagi itu, di mulai dengan ketenangan. Mereka makan dengan damai, meski Amilia terus menatap tajam kearah Jeno.

Setelah sarapan itu selesai, Mark menoleh kearah sang istri yang terus saja menunduk.

"Aku akan mengantar mu ke rumah sakit nanti"
Ucapnya, Aria hanya menganguk. Setelahnya Mark menoleh kearah Jeno.

"Aku akan pulang larut, jangan menunggu ku"

Kecupan ringan ia berikan pada pelipis itu. Membuat Jeno tersenyum teduh.

Lalu setelahnya pria tampan itu berlalu dari ruang makan itu. Meninggalkan ketiganya yang masih terdiam di ruang makan itu.

"Aku akan pergi"
Ucap Aria yang untuk pertama kalinya Jeno mendengarnya bicara. Wanita itu beranjak, masih dengan wajah sendunya. Jeno terus memperhatikan wanita itu, hingga akhirnya jentikan jari dari Amilia membuyarkan tatapannya.

"Dengar! Kau hanya orang baru di sini! Sebentar lagi juga akan di buang Mark! Jadi jangan terlalu berharap!"
Ucapnya sinis. Jeno menunduk pelan.

"Saya akan mengantar anda kembali ke kamar"
Ucap Chenle mengalihkan perhatian Jeno yang terlihat sedih. Jeno mengangguk lalu mengikuti Chenle dari belakang.

Hingga tiba-tiba saja ia terjatuh ke lantai saat mereka melewati ruang tamu. Jeno menyentuh kakinya yang terasa sakit karena sempat terinjak sepatu hak tinggi milik Amilia.

Tatapan sinis penuh kebencian Amilia berikan ke Jeno. Ia sangat membenci bocah itu. Bagaimana bisa Mark memilih memungutnya dari panti asuhan dan membawanya ke istananya, dan memperlakukannya layaknya ratu!? Ia tidak habis pikir dengan apa yang Mark lakukan sekarang.

"Jeno!"
Chenle segera berjalan cepat kearah Jeno yang masih menahan sakit di kakinya.

"Ada apa ini?"

Terdengar suara seorang wanita paruh baya yang baru saja masuk ke dalam rumah itu.

"Nyonya"
Chenle menunduk sebentar lalu kembali membantu Jeno berdiri.

"Mama!"
Pekik Amilia saat melihat ibu dari Mark itu yang baru saja masuk ke dalam mansion anaknya.

"Jangan menyentuh ku!"
Ucapnya marah, saat Amilia ingin menyentuh tangannya.

"Siapa dia?"
Tanya sang ibu kepada Chenle, menunjuk kearah Jeno yang tengah menunduk.

"Dia-"

"Dia jalang baru Mark, ma"
Potong Amilia dengan cepat. Ibu Mark yang mendengar hal itu, langsung memekik marah. Ia tidak habis pikir dengan sang anak, yang terus saja berganti pasangan hingga membuat hati menantu kesayangannya itu terluka.

"Dimana Aria?"
Tanya Clara, ibu dari Mark.

"Nyonya Aria sedang ada di dalam kamarnya, nyonya"
Ucap Chenle sedikit menunduk. Clara tidak mengatakan apapun lagi, ia langsung bergegas pergi untuk menemui sang menantu yang pasti sedang sedih saat ini.

Jeno menjadi sangat bingung. Sebenarnya ia ini siapa!? Simpanan Mark? Jalang Mark? Mana yang benar!? Sepertinya memang keduanya. Tapi ia masih kecil, bahkan ia masih 16 tahun. Mengapa mereka memperlakukannya seperti ini?













































Sore hari ini Jeno habiskan dengan melamun di taman belakang rumah Mark. Ia merasa dirinya tidak di terima disini. Tidak ada yang menyayanginya. Ia juga tidak tau mengapa ia bisa ada di sini. Ia sangat ingin kembali ke panti asuhan. Ingin bertemu dengan teman-temannya di sana. Ia merindukan mereka.

"Kenapa ada di sini?"
Suara berat itu berhasil membuat Jeno tertegun sesaat. Ia menoleh kearah samping lalu menemukan Mark yang sudah berdiri di sisinya.

"Kau sudah makan?'
Tanyanya yang kini mendudukkan dirinya di samping Jeno. Jeno tidak menjawab, ia memalingkan wajahnya. Tidak ingin mengatakan apapun pada pria itu.

Mark yang paham, langsung menarik Jeno untuk naik keatas pahanya. Jeno tidak menolak, namun ia masih enggan menatap wajah tampan Mark.

"Hei, apa kau sedang marah?"
Tanyanya dengan lembut. Jeno mengangguk kecil.

"Kenapa? Apa yang membuat mu marah?"
Tanya Mark sekali lagi. Jeno merengutkan bibirnya.

"Mengapa kau membawaku kesini?"
Tanya Jeno masih dengan wajah merengutnya. Mark tidak menjawabnya, ia masih memperhatikan wajah manis itu dengan lekat.

"Mereka bilang aku hanya jalang mu. Apa itu benar?"
Tanyanya sekali lagi. Kedua matanya sudah berkaca menahan tangis. Membuat Mark yang melihatnya merasa tidak tega.

"Siapa yang mengatakan itu?"
Tanyanya dengan lembut. Mencium ujung hidung Jeno dengan sangat lembut.

"Kak Amilia.."
Lirih Jeno. Mark mengeraskan rahangnya, saat mendengar nama wanita itu.

"Jangan percaya dengannya. Dia hanya jalang yang berteriak jalang!"
Ucap Mark, mencoba menenangkan Jeno.

"Aku membawa mu kesini, karena aku menyukai mu"
Ucap Mark sekali lagi. Menarik dagu itu untuk menatapnya.

"Hanya itu"
Lanjut Mark. Jeno mengeryitkan keningnya.

"Kau menyukai ku?"
Tanyanya dengan ekspresi kaget. Mark mengangguk.

"Tapi kau sudah punya istri"
Jeno kembali menunduk saat ia mengingat Aria.

"Kau ingin aku melepaskannya?"
Pancing Mark, menggoda Jeno. Jeno menggeleng cepat.

"Kau tidak mungkin melakukannya"

"Aku akan lakukan, jika kau yang memintanya"

"Tidak! Jangan! Kau bisa menyakitinya!"
Tolak Jeno yang mulai khawatir.
Mark tersenyum tampan lalu menarik tengkuk Jeno. Mencium bibir ranum itu dengan lumatan-lumatan lembutnya. Hingga akhirnya mulai merambat menuju sedikit kasar. Ia menghisap bibir ranum itu dengan sangat kuat, sampai Jeno hampir menemui kegelapan tadinya.

Ketika merasa jika Jeno kesulitan bernapas, barulah Mark melepas ciuman itu.

"Kau sangat cantik"
Ucapnya sambil membenarkan poni Jeno. Jeno tidak menjawab lantaran malu. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Mark.

Keduanya saling berpelukan, hingga melupakan sang istri sah yang tengah memperhatikan mereka dari jendela kamarnya.



















VannoWilliams

Mafia Obsession (Markno)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang