Mark menatap tajam kearah seorang pria paruh baya yang juga tengah menatap tajam kearahnya.
"Kau menghancurkan halaman ku hanya untuk bertamu?"
Ucap Mark sambil menaikkan satu alisnya. Sang pria yang merupakan pamannya itu hanya tersenyum tipis."Kau menghalangi ku masuk kesini"
Ucapnya yang dengan santainya duduk di atas sofa yang ada di ruang tamu. Di sana sudah ada Irene yang duduk dengan anggun. Dan ada kedua orang tua Mark dan Aria yang duduk di sofa satunya lagi.Para anggota inti Mark sudah berkumpul di ruang tamu. Melindungi sang tuan besar.
"Dimana anak itu?"
Tanya sang paman."Dia di kamar"
Jawab Mark yang juga sudah mendudukkan dirinya di salah satu sofa, menghadap kearah paman dan bibinya."Bawa dia ke bawah!"
"Untuk apa!?"
Mark semakin menatap tajam sang paman."Mungkin membunuhnya"
Ucapnya dengan santai."Kau tidak akan bisa!"
Ucap Mark sedikit menantang. Sang paman hanya berdecih pelan."Sejak kapan kau tidak dewasa? Membawa bocah itu ke rumah mu yang sudah berisikan istri mu di dalamnya"
Ucapnya. Mark tidak merespon apapun selain diam. Namun tatapan dinginnya tidak berubah sama sekali."Aku tau kau mencintainya, tapi bukan seperti ini seharusnya!"
Lanjutnya yang kembali menyenderkan punggungnya di sandaran sofa itu."Aku mencintainya. Hal itu sudah cukup untuk menjadi alasan ku membawanya ke rumah ini"
Ucap Mark."Cinta? Hanya itu?"
Pancing sang paman. Mark terdiam sesaat. Namun setelahnya ia meilirik kearah sang bibi."Bukankah kau tidak membuangnya sampai sekarang karena alasan itu juga?"
Ucapnya dengan senyuman tipis sarat mengejek darinya ia tampilkan di wajahnya yang tampan itu. Sang paman yang mendengar hal itu langsung menajamkan tatapannya pada Mark. Sedangkan sang bibi terlihat sedikit tersentak dengan perkataan Mark."Dia tidak bisa hamil. Kenapa kau tidak membuangnya saja? Jika dia tidak berguna sama sekali"
Tanya Mark sekali lagi."Jaga ucapan mu!"
"Aku hanya sedang membandingkan. Jika alasan cinta hanya hal kecil untuk mu. Kenapa dengan alasan itu juga kau mempertahankannya dalam hidup mu?"
Mark kembali mengeluarkan suaranya. Membuat sang paman memejamkan kedua matanya dengan erat, menahan emosinya."Kau seorang mafia. Membutuhkan keturunan darah murni. Kau bisa mendapatkannya dari wanita lain, tapi kenapa kau tidak melakukannya? Bukankah hal itu terjadi karena alasan 'cinta' yang kau anggap remeh itu?"
"Mark!"
Keduanya saling melempar tatapan yang sangat tajam dan begitu mengerikan. Meninggalkan keheningan di dalam ruangan itu.
Tidak ada rasa rakut dan hormat lagi di dalam diri Mark untuk sang paman.
Berapa kali ia sudah mengatakan, jika ia sudah tidak waras lagi saat ia mengenal Jeno.
Jadi jangan mengharapkan apapun lagi darinya, jika itu berhubungan dengan sesuatu yang menyakiti Jeno.
"Magu.."
VannoWilliams
KAMU SEDANG MEMBACA
Mafia Obsession (Markno)
Teen FictionJeno, seorang remaja 16 tahun yang tinggal di panti asuhan. Harus rela terjerat dalam kehidupan yang membingungkan milik seorang ketua mafia yang terobsesi dengannya. Story from grandson (MAFIA)