Kalo komennya menggebu kan nulisnya menggebu juga wkwk.
🏡🏡
"Buku udah semua?"
"Udah."
"Bolpoin?"
"Udah juga."
"Pensil?"
"Iya, udah."
"Hp?"
"Hm, udah."
"Dompet?"
"Bentar ... udah nih."
"Uang saku?"
"Sampun, Mas Bagus." Nala terkekeh pelan mendengar pertanyaan beruntun dari tadi.
Bagus tidak bertanya lagi dan tersenyum ke adiknya, sebelum berdiri dari sofa.
"Dianter sama Mas Bagus jadinya?" tanya Nala, mengikuti langkah kakaknya keluar rumah.
"Iya."
"Aku kira sama Mbak Dara."
"Sama aku aja."
Nala mengangguk semangat. Dara dan Bagus sama-sama kakaknya. Tidak masalah kalau diantar sama Bagus juga. Lagian ia pasti merasa merepotkan kalau Dara harus mengantarnya sedangkan lagi sibuk urus anak.
"Dokumen pindahnya ketinggalan, La." Bagus berhenti dan mengernyit, sebelum kembali berbalik. "Bentar."
Nala mendengus geli. Bagus mengingatkannya biar tidak ada barang yang ketinggalan sampai detail-detailnya malah dirinya sendiri yang lupa bawa surat pindah. Mau tidak mau Nala duduk di bangku pelataran. Tatapnya terarah ke sekitar.
Ia baru pindah minggu lalu jadi masih merasa asing di Jakarta. Rumah luas ini tentu saja milik kakak pertamanya—Dara. Di samping kiri rumah itu sedang ada pembangunan rumah baru, yang nantinya untuk tinggal Nala serta orang tuanya. Tidak jauh dari rumah Dara, tapi masih satu perumahan, bahkan masih dalam satu pagar pembatas yang sama.
Saking luasnya.
"Udah. Ayo," ajak Bagus yang sudah sampai di samping Nala.
Nala mengangguk dan menuruti saja saat kakaknya mengambil alih tas yang semula hampir ia sampirkan di bahu. Ia kenal kakaknya dengan baik, meski pendiam begitu tapi perhatiannya tidak pernah surut.
Apalagi saat di mobil begini. Berduaan sama Bagus sama saja tidak ada teman ngobrol. Sepanjang pagi itu Nala hanya mendengar helaan napas Bagus yang cukup keras saat ada motor yang hampir menyerempet mobil mereka di tengah kemacetan.
Memang pendiamnya kakaknya ini tidak bisa ditandingi.
"Nggak apa-apa, kan, pindahnya bukan ke sekolahku waktu SMA dulu?"
Nala menoleh ke Bagus. Akhirnya, kakaknya ngomong juga. Walaupun kini mereka sudah sampai di pelataran sekolah.
"Nggak apa-apa, Mas." Nala tidak mau protes. Di mana pun baginya tidak apa-apa. Ia sangat menghargai kerepotan Bagus sebelum-sebelum ini yang mengurusi kepindahan sekolahnya dari Jogja ke Jakarta. Bahkan sampai rela bolak-balik berkali-kali.
"Di SMA-ku dulu nggak nerima pindahan di kelas 12 pertengahan semester, La."
"Iya. Beneran nggak apa-apa. Aku baca-baca ternyata sekolah ini unggulan juga kok."
Bagus mengangguk sebelum membuka pintu mobil. Ia memutar langkah sampai di pintu samping Nala dan membukakan untuk adiknya.
"Makasih, Mas," kata Nala, merasa lucu lihat Bagus yang rautnya datar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANO
Teen Fiction"Jangan cinta sama gue." "Kenapa" "Gue rumit." Elano adalah remaja penuh masalah rumit di masa lalu. Walau begitu ia terlanjur menyayangi Nala yang telah ia ajak ke dunianya yang sulit. Ada banyak kisah masa lalu yang belum selesai, justru muncul di...