28. Cerita Lagi

3.8K 844 316
                                    

04.27 nih bestie. Agak siangan dikit 😙

🏡🏡

"Gantian dong, Lan. Masa kamu di situ terus."

Gumaman Nala yang terdengar sebal membuat Lano mengalah. Ia bangkit dari berbaringnya di paha Ibu, lalu menata kembali selimut agar rapi dan diletakkan ke tempat semula untuk bantalan Nala di kedua kaki ibunya.

"Sini, La," tunjuk Lano sambil menepuk pelan selimut.

Nala tersenyum senang saat Lano giliran duduk dan ia segera menyentuhkan kepala di pangkuan ibunya. Usapan yang ia terima membuat kelopak matanya refleks terpejam.

Pantesan Lano betah. Nyaman begini. Padahal sebelumnya, Nala jarang bermanja-manja sama Ibu. Tapi sejak ada Lano manja duluan, ia jadi ingin ikutan.

Lano tertawa pelan lihat Nala memeluk perut Ibu dengan erat, seolah takut wanita itu bakal pindah kepemilikan. "Pantesan Nala cantik, Ibu juga cantik banget soalnya. Pasti waktu muda jadi kembang desa," kata Lano sambil mendekat ke ibu dan memeluk dari samping.

"Bisa-bisanya gombalin ibuku," dengus Nala. Suaranya teredam karena kepalanya terbenam di perut Ibu. "Aku bilangin bapak loh nanti. Masa iya kamu mau jadi bapak keduaku, Lan."

"Lebih mau jadi pendamping lo sih, La," jawab Lano tanpa pikir panjang.

"Nggak baik ngomong begitu, Nala," ucap ibu dengan pelan. Tangan kanannya memang mengusap kepala Nala di pangkuan, tangan kirinya bergerak untuk memberi kenyamanan yang sama juga ke Lano.

"Ngomongnya nggak boleh begitu ya, Nala." Seperti biasa, Lano yang hobi niruin ucapan ibu. Seolah mengerjai Nala adalah hal yang menyenangkan baginya.

"Semuanya anak Ibu. Nala sama Lano sama-sama anaknya Ibu."

Lano makin erat memeluk Ibu dari samping. "Iya dong. Bu, tadi kan pelajaran Matematika, terus dikasih soal susah banget sama guru. Sekelas nggak ada yang bisa. Giliran Nala ditunjuk maju, langsung bener jawabnya."

"Alay, Lan," cegah Nala agar Lano tidak kembali berceloteh tentang kejadian di kelas tadi. "Yang bisa nggak cuma aku. Kebetulan aja aku yang disuruh maju."

Lano berdecak. "Gue hafal muka-muka siswa yang panas dingin takut ditunjuk, gemeter, mules, cepirit, sampai sawan. Mereka sekelas nggak ada yang bisa. Gue jamin."

"Kamu bisa sebenernya. Aku tau." Nala coba ngeles lagi.

"Jelas-jelas tadi gue yang ditunjuk pertama, terus salah jawabannya." Lano menatap Ibu. "Nala nggak percayaan ya, Bu? Masa iya aku pura-pura salah biar Nala selalu bener? Bucin nggak sampe kayak gitu juga."

"Ibuku nggak tau bucin!"

Ibu tertawa pelan dengar perdebatan anak-anaknya. "Nala pintar. Lano juga pasti iya kan?"

Lano menggeleng. "Nakal kalo aku."

"Iya nakal banget." Nala ikut semangat. Saatnya pembalasan. Ia bangkit duduk dan di seberang Lano, hanya berbatasan kaki ibunya yang diluruskan. "Masa dulu pertama kali aku ketemu, dia lagi masuk ruang BK gara-gara ngerokok, Bu."

Ibu menatap Lano dan dahinya mengernyit. "Sekarang Lano masih merokok?"

Lano menggeleng kuat-kuat. "Nggak, Bu. Dulu juga kadang-kadang. Kayaknya cuma tiga kali seingetku nyobain."

"Itu yang kamu inget, yang nggak diinget banyak," cibir Nala.

"Yang penting nggak sering-sering. Lebih baik berhenti ya," ujar Ibu pelan. "Dulu Bapak waktu muda ngerokoknya terus-terusan. Tapi waktu mulai sesak napas berhenti juga."

ELANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang