12. Halo, Jodoh

3.6K 852 227
                                    

Pagi🌚

🏡🏡

Nala bukan tidak sadar siapa yang sedang memeluknya kini. Seorang Elano yang sebelumnya ia hindari mati-matian atas nama Vira. Tapi saat kekuatannya kembali selepas tangisnya sedikit mereda, ia memilih merenggangkan pelukan.

Ia tahu ini kesalahan. Lano itu milik Vira dan ia tidak seharusnya menerima pelukan. Kata Vira, Lano itu mau ke semua cewek. Perilaku Lano yang menyediakan tempat tangis untuknya tadi sudah jadi bukti.

"Aku balik dulu." Nala berdehem karena tenggorokannya terasa sakit.

"Mata lo sembap," kata Lano, kini mendorong kursi ke belakang karena tahu Nala sudah menunjukkan penolakan.

"Nggak apa-apa." Meski bilang begitu, Nala masih belum beranjak karena berusaha mengusap sisa air mata di wajahnya.

"Sini gue lap." Lano mengangkat ujung kemeja sekolahnya ke hadapan Nala sampai perutnya kelihatan.

"Lan." Nala membelalak kaget.

Lano tertawa melihat wajah Nala yang kelihatan sebal. "Gue nggak bawa tisu, mau dilap pake kaus gue?" tunjuknya ke kaus yang ada di dalam kemejanya.

"Nggak, makasih," jawab Nala sebal.

Lano berdecak. Ia mengeluarkan ponsel dan mengarahkan ke Nala agar tahu seberapa sembap kedua matanya. "Nggak percaya? Nih."

Nala mengembuskan napas lelah saat bayangan wajahnya di kamera ponsel yang sekarang terarah padanya benar-benar menunjukkan demikian. Wajahnya pucat dan matanya sembap banget.

"Beanie hat gue mungkin bisa bantu," gumam Lano, lalu membuka tasnya dan mengeluarkan penutup kepala yang biasa ia pakai. "Nih, lap aja."

Nala menerimanya, tapi lalu mengernyit. Bahannya lembut banget. Ia tidak setega itu menggunakan barang milik orang lain demi air mata tidak guna miliknya.

"Ya udah." Lano mengedikkan bahu saat Nala memilih menggeleng. Ia menerima beanie hat lalu mengarahkan ke kepala Nala dan memakaikannya. Sentuhan terakhir, ia rapikan helai rambut Nala yang sempat keluar dari topi sebelum menatapnya dengan senyum.

"Kamu mau bikin aku nggak bisa balik ke kelas apa gimana?" sindir Nala. "Ini mataku ketutup!"

Astaga. Lano tertawa. "Marah terus sih, La. Cuma bercanda doang." Ia lalu menarik kembali topi agar tidak menutupi sebagian mata Nala dan membenarkannya. Tepat di dahi. "Gih, sana ke kelas. Muncul bareng gue entar tambah masalah."

"Itu tau. Aku juga nggak mau jadi bahan inceran gengnya Vira." Nala berdiri dan melepas topi milik Lano, lalu mengembalikannya. "Makasih," ucapnya singkat sebelum berbalik.

Lano mengangguk dan menunggu sampai Nala keluar dari gudang. Vira lagi. Kenapa semua harus disangkutkan dengan Vira? Apa Lano tidak boleh lepas dari nama itu dan menemukan kebahagiaannya sendiri tanpa ada nama Vira yang mengikutinya?

Selepas pintu tertutup, bukannya Lano menyusul ke kelas, malah kini ia kembali terduduk. Ia memandangi beanie hat warna cokelat di tangannya. Bagian ujungnya basah karena tadi sempat kena air mata Nala.

Ternyata ... Nala juga sama. Sakitnya bisa ia rasa saat tahu orang yang disayangi ternyata tidak cukup dengan semua kasih sayang yang sudah ia beri. Ia tidak menyalahkan Nala karena dulu juga sempat senaif itu.

Vira adalah cinta pertamanya. Ia berharap untuk seumur hidup. Tapi itu dulu, sebelum Vira bergabung dengan Alda dan Lista sejak SMP. Lano selalu melarang Vira bermain dengan dua cewek itu karena perilaku dari awal sudah tidak baik.

ELANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang