47. Bukti-Bukti

3.7K 918 266
                                    

Pagiiiiiii🙌🏻

🏡🏡

Ini seperti mengulang yang sudah-sudah. Lano kira tidak akan lagi menginjakkan kaki di rumah ini, sekadar di luar gerbang pun tidak. Tapi ternyata ini harus dihadapi kembali.

Papanya Vira tidak mengatakan apa pun melalui pesan. Namun berita yang tersebar tentang Vira pernah hamil dan digugurkan membuat Lano yakin kalau itu justru ulah Vira sendiri. Papanya Vira mungkin sudah menanyakan maksud pesannya dan membuat Vira senekat ini.

Lano turun dari motor, menatapi tembok panjang yang menutupi sebagian rumah bertingkat dua. Semua masih sama seperti terakhir kali ia ingat. Perpaduan bata ekspos di pagar, dengan gerbang hitam pekat dan rapat di salah satu sisi.

Langkah Lano tertuju ke ujung gerbang. Ia tidak bisa langsung masuk ke pelataran seperti di rumah Nala, karena di sini jika ia geser gerbang, maka langsung berhadapan dengan pintu masuk utama.

Mungkin nanti Lano akan menerima pukulan yang sama seperti sebelumnya. Tapi tidak apa-apa meski sudut bibirnya kini bahkan belum sembuh sama sekali dan justru sedang meradang.

Baru juga Lano akan menyentuh bel di sudut pagar, sebuah suara yang ia kenal betul tertangkap telinga. Itu Vira, tapi baru pertama kali ia dengar berbicara dengan nada menggebu seolah sangat marah.

Dulu semarah apa pun padanya, Vira bahkan hanya menangis, tidak pernah mengatakan dengan nada tinggi padanya. Tapi ini ....

"Bisa-bisanya lo mau ikutan Alda, Lis? Inget-inget coba utang orang tua lo ke bokap gue. Kalo nggak ada gue lo udah mati kelaparan. Apalagi adik lo yang penyakitan lumpuh nggak bisa jalan itu! Lo itu beban keluarga gue, sekarang malah lo nggak mau ikutin apa kata gue cuma karena mikirin ucapan Alda tadi ke Nala, terus lo percaya, hah?!"

"Gue mau berhenti ikut campur, Vir. Gue tau bokap lo bantu keluarga gue, tapi itu urusan mereka. Kita tetep temenan baik, cuma gue nggak mau ikut campur lagi. Gue nggak peduli antara lo sama Lano yang salah dulu itu siapa."

"Jelas Lano yang salah. Lo udah gue ceritain panjang lebar dari dulu tetep nggak paham inti ceritanya? Lo goblok apa gimana?!"

"Dengan lo ngomong gini ke gue, gue nggak perlu mikir yang salah siapa di sini, Vir. Sorry, sejak awal Lano panggil gue sama Alda ke kafe itu gue emang sempet mikir kalo yang bener itu Lano, terus lo klarifikasi dan gue coba percaya sama lo walaupun Alda udah nggak. Sekarang gue yakin ada di pihak Lano lagi setelah tau lo suruh gue iyain kabar hamil dan digugurin yang lo sebar sendiri tadi."

"Itu karena gue pengin Lano nggak sama Nala. Lo kan ngerti, Lis. Semua yang gue punya udah diambil sama Lano, nggak ada lagi yang mau sama—"

"Gue udah nggak cukup percaya sama lo, Vir. Lo boleh yakinin gue beribu kali tentang ini tapi beneran gue udah nggak peduli. Mau Lano yang hamilin lo atau bukan, gue nggak peduli."

"Berengsek lo, Lis. Gue bisa matiin adik lo yang lum—"

"Jangan bawa-bawa keluarga gue. Lo selalu ungkit kebaikan lo sendiri ke orang lain. Lo nggak ikhlas? Bokap lo yang pinjemin bukan lo, jadi gue berutang sama bokap lo."

"Lo bener-bener nggak ada rasa balas budi ke gue, Lis."

"Gue tau kenapa Lano muak sama lo. Lo ungkit terus kebaikan lo dulu ke dia. Lo nggak pernah dianggap baik sama orang atau gimana sampai harus susah payah bikin orang berterima kasih sama lo terus-terusan? Lo emang pernah lakuin kebaikan ke Lano, atau bahkan gue, tapi itu nggak berarti yang lo bantu bisa nurut terus ke lo."

Detik itu juga Lano mendengar sebuah tamparan. Cukup keras untuk ukuran tamparan perempuan. Dengan cepat Lano menekan bel untuk mengalihkan perkelahian tadi.

ELANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang