48. Ini Pembalasan

3.7K 937 449
                                    

Ramekan biar Vira dapat balasan :(

🏡🏡

"Bukti macam apa yang kalian punya, hah?!"

Semua yang ada di ruangan itu sontak kembali mendekat ke papanya Vira yang mulai berdiri dan hampir sampai pada dua orang di depan pintu.

"Kita pindah ke dalam saja. Mari," ajak kepala sekolah menyadari kegaduhan di sana. "Mohon kerja samanya, Pak. Biar masalah ini cepat selesai," lanjutnya setelah berhasil meredakan satu-satunya orang yang emosi di sana.

Bu Beni terlihat seperti berbincang dengan kepala sekolah dengan suara lirih, sebelum anggukan kepala sekolah menjadi jawaban. Lalu diarahkan tatapan ke dua siswa yang baru datang. "Lista sama Albert juga boleh ikut masuk."

Vira yang mendapati itu segera mendongak ke arah Lista dengan bersimbah air mata. "Lo tega gitu jerumusin temen lo sendiri, Lis?" isaknya.

Lista ikut menahan air mata. Ia tidak bohong kalau rasa sayang ke sahabatnya masih ada. Bertahun-tahun bersama dan ia berusaha abai pada tuduhan yang menjelekkan Vira, namun saat Vira sendiri yang membongkar di depannya kemarin membuatnya jadi membuka mata lebar-lebar. Bahwa Vira bukan teman yang pantas ia bela mati-matian.

"Gue yang minta Papa buat nolong keluarga lo waktu lagi jatuh," lanjut Vira lagi. "Pinjemin lo dana yang nggak dikit, utang yang—"

"Vira," kata papanya Vira dengan nada tegas. "Jangan bahas itu. Utang keluarganya udah lunas."

Bukan hanya Vira yang terkejut, Lista juga membelalakkan matanya. Ia tidak tau akan hal ini. Tapi saat satu ingatan muncul di kepalanya, segera ia menoleh ke Lano. Cowok itu terlihat menunduk menatapi ponsel. Masih sama seperti sebelumnya meski menyadari kekagetannya.

"Lan? Elo?" bisik Lista hampir tidak bersuara. Ia masih punya rasa malu dengan tidak menyebutkan nominal utang keluarganya pada Lano kemarin. Ia sungguh tidak ingin menerima kebaikan terlampau besar dari seseorang yang sudah ia jahati. Tapi Lano justru mencari cara sendiri untuk membantu Lista tanpa ia ketahui.

"Papa pasti bohong kan?" suara Vira juga sudah tersendat, merasa tidak ada lagi hal yang bisa ia bela dari dirinya sendiri.

Papanya Vira mengikuti ajakan para guru untuk berpindah. Ia bantu anaknya agar ikut melangkah. "Tadi malam ayahnya Lista datang ke kantor, bayar semua utangnya."

Lista yakin tangannya gemetar sekarang. Makin ia pikirkan ucapan Alda beberapa hari lalu, bahwa Lano yang sekarang memang jauh lebih baik dari yang ia kenal dulu.

"Ayo, Lis."

Ajakan itu membuat Lista tersadar. Di sampingnya, Albert juga terlihat resah meski berusaha ditutupi. Ia jadi penasaran satu hal. "Lo beneran mau ngakuin di depan guru, Al?"

Albert melangkah, tidak menjawab dengan kata-kata. Hanya anggukan samar ia berikan.

"Ini bisa jadi masalah buat lo."

"Gue tau," jawab Albert seolah sudah tau konsekuensinya.

Lista tidak mau ikut campur lebih lanjut. Entah apa alasan Albert mengakui kesalahan  yang akan berakibat fatal untuk dirinya sendiri.

Sedangkan orang terakhir yang berdiri adalah Lano. Ia masih meringis sakit saat sadar pinggangnya begitu nyeri. Entah ada masalah apa di sana.

"Masih kuat nahan sakitnya, Lan?" tanya Ren khawatir. Ia bisa menduga sakitnya saat tadi melihat sendiri adiknya terkapar di lantai setelah pukulan papanya Vira.

"Masih, Bang."

"Nanti abis ini kita langsung ke rumah sakit. Ayo, Abang bantu jalan." Ren mengalungkan satu tangan Lano ke bahunya agar bisa membantu adiknya berjalan.

ELANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang