Creative Town, ternyata itulah nama toko tersebut. Namanya tak begitu menunjukan sebuah toko souvenir tradisional, tetapi pas. Karena tempat itu bukan saja merupakan toko, tetapi juga merupakan tempat mempelajari cara membuat souvenir yang dijual disana. Kreatif? Tentu. Kurasa tempat ini memang tujuan yang tepat dan aku masih tak percaya aku tak pernah ke tempat ini sebelumnya.
Tangannya tersimpan di kepalaku seraya kami berjalan masuk. Disambutlah kami oleh berbagai macam barang tradisional yang terlihat mencolok; barang anyaman, batik, ukiran dan sebagainya. Nuansa kedaerahannya bertambah kental dengan adanya saung-saung di sekitar area toko dan diputarnya alunan musik Sunda. Seorang lelaki dengan pakaian tradisional berwarna hitam yang longgar beserta ikat kepala bercorak batik menghampiri kami. Ia ikut menyambut dan segera mempromosikan beberapa hal menarik di tempat tersebut.
"Bracelets!" aku memekik semangat ketika melihat beberapa orang yang berkumpul dengan untaian gelang di tangannya. Mereka terlihat sangat asik merangkai gelang-gelang dari manik-manik di sebuah kotak besar. "I'm so going to make one."
"Of you go, darling. I'll be looking around for awhile." Harry melepas tangannya dariku.
"Cool!"
Aku pun segera bergabung bersama beberapa orang lainnya. Sejak kecil aku memang gemar membuat gelang. Dulu setiap pulang dari pasar, nenek suka membelikan sebungkus besar manik-manik yang lalu kubuat beberapa aksesoris. Walaupun tak begitu mahir, tetapi aku senang membuatnya. Apalagi melihat paduan bentuk dan warna yang menarik dari manik-manik tersebut.
"Siapanya kamu dek?" tanya perempuan yang membantuku membuat gelang saat gelang kedua buatanku hampir selesai. Pandangannya menuju kepada pintu toko, yang mana disana Harry tengah berdiri. "Saudara?"
Untuk yang kesekian kalinya, aku terdiam bingung jika ditanya mengenai hal itu. Padahal sudah cukup lama. Aku ingin mengangguk saja agar pertanyaan itu segera terjawab. Tetapi rasanya tidak mungkin. Maksudku, terdengar cukup jahat jika aku mengangguk begitu saja. Lelaki berlesung pipi itu telah berlaku sangat manis selama ini dan kalau aku masih tak bisa menyebutnya sebagai kekasih, itu sangat bodoh.
"Pacar, mbak." cengirku dengan Harry yang terus berjalan mendekat. Semakin tidak mungkin aku mengiyakan ucapannya mengenai saudara itu. Harry pasti mengerti ucapanku jika ia mendengarnya. Mengingat ia mengerti banyak dari yang diucapkan orang-orang sekitar.
"Oh pacar toh?" mulutnya membulat. "Kenal dimana?"
"Aku satu sekolah sama dia mbak, hehe."
"Dia udah lama disini atau baru?"
"Ya lumayan lah."
"Kalo bule tuh kebiasaan pergaulan bebasnya kan kuat ya biasanya? Temen saya tuh kumpul kebo sama pacarnya yang bule. Nggak kawin-kawin, padahal udah lama itu mereka barengan. Eh terus sekarang cowoknya nggak pernah balik lagi. Ya saya sih takutnya nanti udah tinggal bareng gitu, udah macem-macem, terus malah udahan gitu-"
Aku semakin terdiam. Ucapan perempuan itu semakin melebur dalam telinga, tetapi tertanam pada pikiran. Aku akhirnya tenggelam dalam pikiranku sendiri. Ucapannya telah mengobrak-abrik isi pikiranku.
Sungguh, ia menyatakan segala ketakutanku. Ku kira aku hanya akan sekadar mengetahui dari film barat semacam mengenai persoalan berkaitan dengan hal tabu ini. Tetapi sekarang nyatanya aku terjun langsung kepada kejadiannya dan dibuat gila dengan berbagai macam kemungkinan mengerikan yang dibicarakan seorang perempuan yang hampir tak ku kenal.
Ya Tuhan, Skyler, apa yang sebenarnya telah kau lakukan? Kau menjerumuskan dirimu ke dalam masalah dan setelah cukup lama kejadian itu berlalu kau baru menyadari apa yang kau perbuat itu!
![](https://img.wattpad.com/cover/22762141-288-k745033.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The NewComer
FanfictionSiapa yang kira seorang pendatang baru di sekolah dapat merubah kehidupan SMA ku? ©2014 by itshipstastyles dedicated to all Indonesian High Schoolers WARNING: It's an unedited version, still trying to work on several stuffs as plot, words, typos etc.