Chapter 19: First Time

3.1K 391 340
                                    

Perjalanan hari pertama kami di Bali berakhir pada malam hari dengan tujuan terakhir Tanah Lot. Karena sudah larut, semua peserta study tour diminta langsung beristirahat setelah sampai. Mungkin beristirahat adalah kegiatan pas setelah seharian berpergian. Tetapi tidak denganku. Tubuhku tak terasa lelah, hanya pikiran dan hatiku lah yang merasakannya.

Menjauhi Harry saat aku mulai terbiasa dekat dengannya jauh lebih sulit dari yang kubayangkan. Ejekan dan ancaman kakak kelas tadi siang tak meninggalkanku, walau sedetik saja. Aku sudah mencoba untuk menahan tangisku, tetapi terkadang aku terlalu peduli untuk tak menangis. Namun, aku berusaha agar tak ada yang melihatku menangis.

Besok adalah hari bebas, kami dipersilahkan untuk pergi kemana saja kami mau dengan batas waktu yang ditentukan. Alicia sudah memiliki rencana, begitupun Wila. Sementara aku dan Rara belum memiliki rencana sama sekali. Mungkin aku akan tinggal di hotel dan menenangkan diriku.

Untuk malam ini aku memilih keluar kamar ketika yang lain sudah siap memasuki dunia mimpinya. Barangkali malam mau berteman denganku, mendengar segala hal yang ingin ku curahkan. Membelaiku dengan gelap dan sunyi yang menciptakan perasaan tenang yang lalu ia berikan kepadaku.

Kutekan gagang pintu kamar dan kulangkahkan kaki ku keluar. Lorong hotel sudah sangat sepi. Cahayanya pun tak begitu terang. Sebenarnya sedikit menakutkan, tetapi ketakutan itu tak ada apa-apanya dibandingkan perasaanku yang tak karuan. Aku berakhir duduk di sebuah kursi di bagian taman hotel, hanya untuk menenangkan diriku.

.

Hari selanjutnya, aku berdiam diri di kamar hotel selagi yang lainnya mulai berangkat. Setelah semalaman bergadang, tentu saja aku masih merasakan kantuk yang luar biasa. Aku awalnya berniat keluar untuk mengambil sarapanku di lantai bawah. Tetapi belum jauh aku melangkah, perempuan yang berwajah familiar sudah ada di depanku.

"Bukannya gue udah bilang ya ke elo biar nggak caper sama Harry?" tanya perempuan itu dengan nada mengancam. Ia adalah perempuan yang kemarin siang berbicara kepadaku. Yang telah membuatku menangis karena ucapannya. Kini ia datang kembali kepadaku dengan sesuatu yang sama.

"Aku... aku seharian kemarin nggak sama Harry, kak."

"Seharian nggak sama dia tapi lo cari simpati kan dari dia? Lo tuh maunya apa hah? Lo nggak nyadar kalo lo udah bikin orang lain sakit hati? Bahkan, temen lo sendiri."

Aku tak menjawabnya, melainkan menundukkan kepalaku. Siapa sajakah yang merasa tersakiti oleh pertemanan antara aku dan Harry? Siapa sajakah yang tak menyukainya? Aku ini hanya berteman dan tidak lebih. Aku memang mengagumi lelaki bermata hijau itu, tetapi ia menganggapku sebagai teman. Aku sudah berusaha menanggung segala perasaanku dan menyembunyikannya sedalam mungkin. Apalah lagi yang harus aku lakukan?

"Jangan diem aja lo, jawab!" teriaknya, membuatku tersentak dan air mataku langsung mengalir.

"Terus aku harus apa lagi, ka? Aku udah jauhin Harry."

"Gimana, kek! Masa lo nggak kasian sama temen lo? Nggak ada usaha sedikitpun gitu buat temen lo? Bukannya mikir malah nangis." bentaknya. "Bitch."

"What was that yell for?" tanya suara yang terdengar tak lama setelah perempuan itu membentakku.

Harry, itu adalah suara Harry. Suara itu semakin dekat setiap detiknya, membuatku langsung menghapuskan air mataku. Lagi-lagi aku harus bersandiwara seolah tak ada hal serius yang terjadi. Tetapi ternyata aku tak cukup cepat untuk menghapuskannya. Ia sudah melihatku menangis.

"I was just talking to her." kakak kelasku itu terlihat sangat kaget dengan kedatangannya.

"Really? Is that even a way to talk to your junior? By calling her bitch and making her cry?" ia menatapnya dengan tajam, lalu meraih lenganku "Let's go out of here, Sky."

The NewComerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang