Chapter 6: Player?

3.6K 407 105
                                    

Aku merencanakan untuk segera turun dari motor yang cukup besar itu. Saking canggungnya, aku turun sebelum motornya benar-benar berhenti. Hampir aku terjatuh karena gerakan motor tersebut. Untunglah Harry segera mengerem dan menahanku. Memalukan, aku tahu.

"You really are not accustomed to sitting on motorcycle, are you?"

Aku memberikan cengiran canggung, "I guess I am. So, I have to go inside."

"Sure, sure!" ia mengangguk "Your mum's waiting. Thanks for teaching me. Say hi to your mum."

"Okay, sure thing."

"See you tomorrow." mulutnya membentuk sebuah senyuman. Ia melambaikan tangan dari motornya.

"Uhm, why haven't you left?" keningku mengkerut.

"You haven't gone inside. I have to make sure you're home, safely."

"Oh, okay." aku mengangguk dan melanjutkan jalanku meski sesekali menatap Harry. Ia sungguh benar-benar lelaki yang bertanggung jawab. Anne membesarkannya dengan sangat baik. Aku rasa aku menyukai hal itu.

"Kemana aja?" sambut mum dengan pertanyaan ketika aku masuk ke dalam rumah.

"Tadi aku habis dari rumah temenku. Abis ngajarin dia bahasa Indonesia."

"Bahasa Indonesia pake diajarin segala."

"Ya namanya juga bule."

"Bule?"

"Iya anak baru di sekolah, bule."

"Cowok?"

"Gitu deh."

"Terus? Suka nggak?"

"Aku masih nunggu Jonas Brothers dateng ke Indonesia, terus nanti Joe Jonas ngeliat aku dan kita akhirnya nikah." elak ku dengan candaan yang bernada meyakinkan. Aku memang sedikit terlalu banyak berkhayal. Tetapi aku tak pernah mengharapkan banyak dari khayalan ku.

"Ngayal kok tinggi banget sih." sindir mum "Yaudah ganti baju sana."

"Mau kemana sih, mum?"

"Mau ke undangan anaknya temen mum yang nikah."

"Ya ampun, kirain mau kemana. Terus aku harus ikut gitu? Males mum. Nanti aku disana sendirian ngegaring."

"Anak temen mum banyak yang seumuran kamu kok. Nanti kenalan aja. Ngomongin apa gitu."

Aku hanya bisa mendesah. Tahu begitu tadi aku lanjutkan saja berbincang di rumah Harry. Seperti yang kau tahu bahwa aku tidak begitu pandai dalam membuat teman baru. Mungkin aku akan berakhir dengan menanyakan hal basi. Setelah itu aku akan diam dan memainkan handphone ku.

Yang paling tidak ku suka adalah kenyataan bahwa ketika para ibu bertemu, mereka bisa menghabiskan berjam-jam untuk berbicara. Aku tahu mereka memiliki banyak hal yang ingin mereka banggakan. Aku juga tahu teman-temanku dan aku juga berbicara untuk berjam-jam, tetapi kami tak membuat seseorang menunggu.

Satu hal lagi, aku tidak boleh memakai celana jeans dan kaos. Atau setidaknya, dress yang nyaman untuk dipakai. Mum selalu membuatku memakai dress yang membuatku tak nyaman. Seperti dress tak berlengan atau dress yang memperlihatkan bentuk tubuhku. Itu membuatku risih.

"Nggak ah, nggak usah diapa-apain rambutku, gini aja. Males keramas nanti kalau habis pake hairspray." tolakku ketika mum menyuruhku menata rambutku yang katanya terlihat seperti orang frustasi.

"Yaudah, tapi disisir rapi dong. Kan mau ke undangan, jangan malu-maluin."

"Iya, iya." aku pun meraih sisir yang ada di tumpukan peralatan make up.

The NewComerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang