Kedua bibir ku tak bergerak, mulutku bungkam. Namun, pikiranku bekerja keras mencari alasan yang tepat. Alasan yang bisa dipercaya dan meloloskanku dari perintah sialan yang diberikan kepadaku. Mungkin ini memang sebuah dare karena adrenalinku sekarang berpacu hampir seperti saat menaiki wahana Hysteria. Ku kira memilih dare akan mempermudah permainan ini, tetapi tidak begitu.
"Allergic." suara berat di sebelahku memecah keheningan dengan nada yang tak terdengar sama sekali goyah. "She had been getting allergic lately."
Aku tak tinggal diam. Langsung aku membenarkan ucapannya agar tak terjadi kecurigaan lain. "Iya, alergi kalau kena debu suka alergi. Apalagi kalau seharian."
"Suudzon lu Evan! Ngabis-ngabisin dare aja. Jadi terbuang sia-sia kan dare nya." Ahmad menyalahkan Evan sambil melemparkan kulit kacang di tangannya yang isinya baru saja ia makan.
"Sesat sia Evan!" tambah Rizky sembari menyuntrungi kepala Evan.
Dengan disalahkannya Evan, aku bisa menyimpulkan satu hal. Bahwa sandiwara yang dibuat oleh Harry dan aku berhasil. Sungguh, aku merasa sangat lega. Untung saja Harry membantuku membuat alasan. Jika ia tak membantuku tadi, pasti aku sudah mati kutu. Aku tahu aku telah menyebar sebuah kebohongan yang mungkin akan menimbulkan kebohongan lain. Tetapi aku tak mungkin memberitahukan kepada orang-orang mengenai ciuman itu.
Lagipula, aku tadi memilih dare, bukan? Jadi bukankah sah-sah saja jika aku menjawabnya dengan kebohongan? Karena tak ada aturan mengenai berkata jujur untuk sebuah dare.
"Harry, truth or dare?" Tiara bertanya semangat dari seberang sisi ruangan.
"Truth." pilih Harry, masih dengan santainya.
"Lo dulu tinggal di luar negeri kan ya. Terus yang kita tau kan luar negeri pergaulannya bisa dibilang bebas banget. Lo pernah kissing atau making out nggak?"
"What kind of question is that?" ia balik bertanya dengan cengiran yang tertahan, semacam keheranan. Mungkin yang ada di pikirannya adalah berbagai macam pertanyaan terkait keingintahuan mereka mengenai hal tersebut. Jika mereka mengetahuinya, apa yang akan mereka lakukan?
"Just answer and tell us."
"Those of things are just like holding hands."
"So it means..." Renata menggantungkan ucapannya dengan sengaja, menunggu respon dari Harry.
Lelaki itu menengadahkan kedua tangannya dan melemparnya ke dua sisi berlawanan, "You can answer yourself."
Aku menggigiti bibirku, memperhatikan setiap wajah yang ada ruangan tersebut. Beberapa orang terlihat cukup menerima jawabannya, beberapa orang lainnya berekspresi seolah Harry telah melakukan sebuah kesalahan yang tak termaafkan dan sisanya terlihat berbisik-bisik seolah ingin tahu lebih. Kuharap Harry tak menyimpan ke hati reaksi yang tak mengenakan. Aku sebetulnya ingin bicara kalau pertanyaan semacam itu seharusnya tidak ada walaupun memang tidak disebutkan dalam aturan untuk tak melontarkan pertanyaan mengenai privasi, menyinggung atau semacamnya. Tetapi kurasa permainan ini lama-kelamaan semakin keterlaluan dan bisa sangat merusak keberlangsungan proses sosial yang ada.
"I'm curious of how people could just kiss, how they did that? How you did that?" Resty mengerutkan keningnya.
"It was all just instantly happened. You'll find out how butterflies play inside your stomach, the sparks fly around you and the desire which takes control. It feels right, with the one you love." jelas Harry, diikuti dengan kerjapan mata yang menunjukan kelopak matanya. Pandangan lelaki itu sekejap berubah menghadap ke bawah. Ia menghela nafas sebelum melanjutkan pembicaraannya. "But it's all later. After you are really allowed by any policies, norms, rules and yourself. Just don't ruin those things. No matter how eager you are. I don't mean to lecture but I've been there before. Not once but times and they turned to be big disasters."
KAMU SEDANG MEMBACA
The NewComer
FanficSiapa yang kira seorang pendatang baru di sekolah dapat merubah kehidupan SMA ku? ©2014 by itshipstastyles dedicated to all Indonesian High Schoolers WARNING: It's an unedited version, still trying to work on several stuffs as plot, words, typos etc.