.
.
.
"Nyerah aja Bang," Jungkook beralih mengecek jarum arloji di tangannya sembari bersilang kaki di kursi teras. Sudah sangat malam dan Seokjin masih bergerak gelisah di pagar rumah. Apalagi kalau bukan sedang mengintai kalau-kalau ada tamu tak dikenal yang bersedia membawa kembali celana dalam berharga miliknya.
"Jam setengah sembilan. Andai ada yang datang pun, paling juga tukang nasi goreng yang tertarik gara-gara Abang berdiri di situ," seloroh adiknya, menyeruput kopi jahe hangat yang diseduh kakaknya agak tergopoh. Kurang manis sih, tapi jauh lebih baik daripada disiram air panas karena banyak omong, "Besok-besok jemur CD-nya di halaman depan sini. Jangan di lantai dua. Kan sayang kalau hilang, apalagi barangnya mahal."
"Repot, harus turun dulu."
"Yeu, mager."
Jungkook menghabiskan sisa kopinya dahulu, lantas beranjak menghampiri Seokjin di pembatas rumah sembari celingukan. Motor diparkir di halaman, sementara kiri-kanan jalan hanya diisi oleh pepohonan. Sunyi, sepi, dan tak seorangpun berniat keluar di cuaca sedingin ini. Yang tersisa hanya decak kesal Seokjin diiringi deru mobil penghuni dari kompleks apartemen seberang.
"Bang, iseng aja nih ya," celetuk Jungkook jahil, "Semisal CD-nya ketiup angin lagi, jatuh dari pohon, terus dipungut sama anjing lewat, apa janji Abang tetap berlaku?"
"Hah?" Seokjin berjengit, bola mata besarnya berkedip-kedip mencerna, "Ngomong apa sih kamu?"
"Just asking," adiknya berkedik cuek serta menguap ngantuk, "Apapun bisa terjadi sewaktu kita mengucap janji. Siapa tahu malaikat sedang bersiaga menyalin tulisan di tweet Abang dan meneruskan berkasnya ke hadapan Tuhan."
"Ish, kamu tuh ya!! Memangnya rela kalau aku pacaran sama anjing?"
Jungkook balas meringis lebar dan buru-buru berkelit saat Seokjin hendak melempar sendal.
"GUK!!!"
Tersentak, sepasang saudara tersebut sigap menunduk ke titik serupa, dan mendapati seekor American Eskimo jantan tengah mengibas ekor sembari mengangkat kepala—tepat di samping tungkai Seokjin yang menganga. Sehelai kain familiar tergigit rapi di moncong hewan tersebut, amat familiar hingga Seokjin langsung berjongkok dengan histeris.
"CELANA DALAM AKU!!"
"Waduh," pungkas Jungkook seketika, terpana melihat anjing putih yang dengan patuh menaruh kain itu di tangan Seokjin, "Betulan dipungut anjing."
"LALU BAGAIMANA DONG, KOOK??"
"MANA AKU TAHU!! KAN ABANG SENDIRI YANG PUNYA SUMPAH!! SAMBER GELEDEK LOH KALAU DILANGGAR!!"
"TAPI AKU KAN—"
"Maaf," sahut sebuah suara lain kala keduanya siap berdebat. Hangat, berat, "Apa kamu Seokjin?"
Si pemilik nama beralih sekilas, kemudian terpaksa menahan napas saat memergoki sesosok pria berambut cepak yang kini tengah tersenyum lepas. Menjulang memakai kemeja lengan tergulung, dasi terpasang kusut, dan rambut yang dihiasi tiga lembar daun.
Ganteng.
"Temanku mengirim tweet kamu lewat chat karena dia tahu aku tinggal di sekitar Gunhee. Kebetulan aku juga senggang sepulang kerja, jadi kupanjat pohonnya dan menyuruh Moni mengantar lebih dulu karena aku harus lebih berhati-hati saat turun," tukas yang bersangkutan, "Anjingku bisa menemukan pemilik barang hanya dari baunya. Tidak heran Moni langsung mengenalimu, tadi."
"Oh, jadi karena itu baju Bapak kusut dan rambutnya ditempeli daun?" Jungkook berseloroh spontan. Pria itu balas tertawa dan segera mengibas kepala dengan wajah merah.
Sepasang lesung pipi melekuk dalam di sisi rahang, melesat bagai mantra yang membekukan Seokjin di tempatnya. Lidah Moni terjulur girang kala majikannya mengelus telinga, lantas menjabat tangan Jungkook yang berterima kasih sekadarnya.
"Namjoon, Kim Namjoon."
"Makasih banyak ya, Pak Namjoon," ucap Jungkook riang. Dahi mengernyit menyadari keheningan, kemudian sigap menyikut rusuk kakaknya.
"Bang! Bilang apa kek gitu!"
"E, eh? Oh!" Seokjin bergegas menepis lamunan dan tergesa menyimpan thong miliknya di saku jaket. Wajah tampan pria tersebut menjadikan angannya melanglang buana meski baru bertemu kali pertama. Mengulum canggung, dibalasnya uluran tangan Namjoon yang kembali tersenyum dengan mimik yang membuat hati berdentum.
"Terima kasih, uhm—atas bantuan Bapak."
"Sama-sama. Tak usah memusingkan sayembara dadakannya, saya paham kamu sedang panik," terang Namjoon pengertian. Diusap-usapnya kepala Moni sekali lagi sebelum menarik tali anjing itu menjauh, "Kalau begitu saya pamit dulu."
"T, TUNGGU, PAK!"
Jungkook ikut menoleh, Namjoon turut berhenti. Apalagi kalau bukan karena pergelangan yang tiba-tiba ditarik oleh pemuda jelita dengan pandangan terarah padanya. Pipi bersemu, bibir digigit tersipu.
Aduh.
"Kalau Bapak belum punya suami dan tidak keberatan dengan yang lebih muda..." tandas Seokjin, gumam memecah sunyi, "Saya bersedia kok dinikahi besok pagi."
Ekor Moni terkulai responsif di tanah, mulut Namjoon reflek terbuka dan Jungkook spontan menjerit di sebelahnya.
"NGEGAS AMAT SIH BANG!!"
"Hush! Diam!"
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)
Fiksi Penggemar[BTS - Namjin/Monjin] Karena keindahan Seokjin adalah anugerah terbesar yang tak berhenti dikaguminya. Tiap saat, diantara hela napas berhembus puja. Bahkan ketika Namjoon tak cukup mempercayai keberadaan Sang Pencipta. . . . . SHEN|MEI Kumpulan Fi...