*inspired by Jaka Tarub*
.
.
.
Ada dua kamar mandi, suruh pakai yang di kamar tamu, ya?
.
Namjoon yakin dia sudah meminta Hoseok untuk memandu teman yang dimaksud agar tidak salah masuk. Namun saat memergoki keberadaan siluet tubuh manusia di balik pembatas shower kamar utama, Namjoon sadar bahwa sang sahabat tampak terlalu tergesa untuk mengindahkan pesannya.
Atau barangkali Hoseok sengaja. Entahlah.
Yang jelas, kini, Namjoon terpaksa mengurungkan niat membasuh diri—dan harus rela berdiri termangu di tengah ruangan. Dikelilingi rak peralatan, handuk asing yang bukan miliknya, serta satu setel pakaian ganti bernuansa biru muda. Warna favoritnya.
Batang hidung Hoseok tak tampak di manapun, mobil pemuda itu pun tak terparkir di halaman. Bisa jadi sedang membeli makanan, atau malah meninggalkan temannya agar dijadikan santapan. Yang terakhir cuma sekadar angan, tapi kalau sungguhan juga silakan. Kebetulan hasrat Namjoon sudah lama tidak disalurkan.
"......aku mikir apa sih?" decak Namjoon sambil menggaruk leher, kesal. Pasti efek jomblo setahun belakangan. Pandangan dialihkan dari sosok di dekat pancuran, berniat membersihkan pikiran. Tapi lekuk ramping yang sangat menggiurkan itu, mendorong otaknya berkhianat dan kembali menatap lekat.
Amboi. Lihatlah liukan pinggulnya yang seksi, dipadu garis bokong sintal nan aduhai. Bahu lebar, leher jenjang, lengan berotot samar, juga jemari lentik yang sedang meratakan air pancuran ke sekujur badan.
Jakun Namjoon diteguk gelisah. Posisinya yang bertelanjang dada dan mengenakan celana training, tak membantu menutupi rasa penasaran sekaligus denyut nyata di antara selangkangan. Tidak munafik, Namjoon sangat tergoda meski masih cukup waras untuk tak menyerbu masuk dan menerkam penghuninya.
Dihampirinya setelan ganti berupa kaus kerah tinggi, celana, juga selembar syal rajut bersemat inisial sang tamu. Tertarik, tangan Namjoon bergerak meraih benda tersebut dan meneliti seksama. Wangi musk menguar menggelitik indera penciuman dan Namjoon reflek menghirup panjang.
Harum. Harum sekali.
"Oh."
Tersentak, Namjoon bergegas menoleh pada sumber suara. Mata memicing mendapati sosok yang baru saja berjalan dari shower. Dada lembab terpapar telanjang, sekadar terlindungi oleh handuk tipis yang melilit pinggang. Sorot kecoklatan yang kerap dijumpai Namjoon kala berpapasan di lantai dua, kini tengah menatapnya tanpa suara.
Seokjin pun melanjutkan langkah ke arahnya tanpa kesan terkejut, seolah paham bahwa ada resiko dipergoki empunya rumah yang akhirnya kembali. Kaki bergerak melewati Namjoon untuk meraih kaus dan celana, kemudian beringsut menjatuhkan satu-satunya kain terakhir dari tubuhnya. Dalam situasi saling membelakangi, Seokjin mengenakan baju gantinya dengan sangat tenang. Seolah percaya bila pemuda itu tak akan berbalik badan sebelum dirinya selesai berpakaian. Yang bersangkutan bergeming tanpa maksud mengganggu, membiarkan Seokjin bertingkah leluasa berselimut aroma sabun miliknya.
"Namjoon, kan?"
Lawan bicaranya hanya balas berkedik, bola mata melipir samar, "Hoseok meninggalkanmu di sini?"
"Dia bilang akan menjemput setengah jam lagi."
Bahkan intonasinya pun indah, Namjoon membatin. Memangnya siapa yang tak mengakui keelokan fisik seorang Seokjin? Dosen saja dibuat terpukau, terpikat, bahkan tertambat. Apalagi dirinya yang terbilang gemar mencuri pandang. Mungkin alam sedang memihaknya hari ini, berkah dari empat ratus kotak dessert yang dihibahkannya untuk peserta ospek kemarin pagi.
"Kamu salah masuk kamar mandi," seloroh Namjoon, memaklumi, "Tapi tak masalah, karena sekarang jejakmu ada di ruangan ini."
"Satisfied much, Kim Namjoon, Sir?"
"Very."
Didengarnya Seokjin tertawa renyah selagi dirinya berbalik badan, bersua dengan lelaki muda berambut basah yang telah rampung berbusana. Menyadari kalau syal kepunyaan masih tergenggam di lain tangan, Seokjin hendak mengambil benda tersebut dengan sopan. Namun tiba-tiba Namjoon menarik tak rela hingga mereka saling memegang ujung syal yang sama.
"Dengan segala hormat, Tuan Kaki Panjang," ucap Seokjin dalam nada lembut, "Tidak sepatutnya mengambil sesuatu yang bukan hakmu."
"Ada satu syarat mudah yang harus dipenuhi jika ingin barangmu kembali," jawab Namjoon tak kalah tenang, "Berikan kontak yang bisa dihubungi untuk kencan denganku akhir pekan nanti."
"......kalau aku menolak?"
"Akan kutahan syalmu di rumah ini."
"NAMJOON!! SEOKJINNYA UDAH SELESAI MANDI?! GUE BALIK DARI RESTORAN NIH!! BAWA NASI HAINAN DAN DIMSUM BUAT KALIAN!!"
Tak berpaling meski mendengar seruan Hoseok, Seokjin menatap lurus pemuda jangkung yang bersikeras memegang rajutan seraya menunggu jawaban. Mata saling beradu, lidah bergulir di dinding mulut selagi dirinya mengamati Namjoon tanpa ragu.
"LAMA BANGET SIH!! LO BERDUA MANDI BARENG APA GIMANA?"
Terdistraksi teriakan sahabatnya, Namjoon dibuat berkerut tatkala Seokjin mendadak melepas ujung rajutan dan menutup jarak ke arahnya dengan sorot berkilat. Sebelah lengan dijulurkan, lima jari terangkat menyentuh dada Namjoon, serta meremasnya sembari berbisik di sisi telinga.
"Dibanding menahan syal yang tak berharga......" tantang si jelita, "Kenapa tak mengikatku di ranjangmu sebagai gantinya?"
Sebuah gigitan pelan mendarat di daun telinganya, disusul seringai terkulum dari Seokjin yang beranjak menjauh. Punggung cekatan berbalik sebelum meninggalkan Tuan Pemilik yang tercenung kaku di depan bilik. Syal membisu di lantai, tergolek terlupakan selagi Namjoon berkacak pinggang dengan kekeh tertahan.
.
.
Sepertinya ada yang memang sengaja salah masuk ruangan.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)
Fanfiction[BTS - Namjin/Monjin] Karena keindahan Seokjin adalah anugerah terbesar yang tak berhenti dikaguminya. Tiap saat, diantara hela napas berhembus puja. Bahkan ketika Namjoon tak cukup mempercayai keberadaan Sang Pencipta. . . . . SHEN|MEI Kumpulan Fi...