20. THE BROTHERS

4K 521 28
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"DERET SEMPURNA."

"INI JUGA SEMPURNA!" Seokjin mengangkat tinggi-tinggi buku bukti nilai kumulatif milik adik semata wayangnya, "Jungkook sudah diterima lewat jalur prestasi di Fakultas Psikologi meski belum ujian akhir. HEBAT KAN?"

"JANGAN SOMBONG! Taehyung juga direkrut sebagai calon mahasiswa dengan beasiswa penuh," sergah Namjoon lantang, lantas melengos tak mau kalah, "Persis sepertiku tiga tahun lalu. Beda kasus dengan orang yang justru memaksa adiknya masuk bidang eksakta padahal bakatnya bukan di sana."

"Jungkook ingin satu kampus denganku, sialan."

"Alasan tolol," seloroh Namjoon selagi menaikkan kacamatanya, "Kalau kamu pikun mendadak, biar kuingatkan lagi dimana Taehyung diterima. FAKULTAS KEDOKTERAN, KIM. DENGAR TIDAK?"

"Sekolah adikku berperingkat satu seluruh Korea, jadi nilai yang didapat jauh lebih berarti dibanding standar lembaga lain, tahu!" cecar Seokjin berapi-api seraya memasukkan rapor kembali ke kantong ransel. Ekor matanya melirik skeptis, "SMA Hwagwan cuma masuk tiga besar tahun lalu, jadi Jungkook lebih unggul."

"Level Kedokteran jauh lebih bergengsi, kurasa."

"Itu opinimu, brengsek. Berhenti membawa-bawa kasta jurusan atau kupatahkan hidungmu," kening Seokjin berkerut tersinggung, "Akui saja kalau kalah dan pasrah jadi budakku selama setahun, Kim Namjoon."

"I beg to differ, justru kamu yang seharusnya jadi budakku sampai Januari tahun depan," tuding sang saingan, gusar. Berseberangan rumah sekaligus bersaing sejak pertengahan sekolah dasar, Namjoon tak habis pikir mengapa Seokjin begitu bersemangat mengalahkannya dalam segala hal. Hanya gara-gara satu komentar dari tetangga yang memuji kecerdasan otak Namjoon saat mereka duduk di kelas lima, Seokjin langsung berikrar akan mengubah pendapat tersebut dan berlari sebal meninggalkan Namjoon yang melongo kebingungan.

Tak cukup dengan pindah sekolah, Seokjin juga mengobarkan bendera perang dalam diri adiknya, memotivasi serta menyemangati Jungkook agar peringkatnya selalu berada di atas Taehyung. Meski mulanya tak ambil pusing, Namjoon turut terpelatuk setelah bertahun-tahun menerima tatap sinis dari pemuda tersebut. Apalagi Seokjin selalu melarang adik mereka bermain bersama jika tak ada orangtua di rumah. Dirinya bahkan tak diijinkan membawa Jungkook jalan-jalan, sekadar wisata kuliner atau menonton konser grup idola karena Seokjin menuduh Namjoon menyukai adiknya.

Tak tinggal diam, Namjoon kerap mengusili orang-orang yang berniat mendekati atau mengajak Seokjin berkencan. Berkata jika pemuda itu punya alergi aneh, bau badan yang kurang sedap, sampai hobi gonta-ganti pacar. Seokjin, di lain pihak, tak menggubris aksinya dan memilih merusak sepeda Namjoon di malam hari, sengaja menyebar rumor jika saingannya punya banyak teman wanita, juga melempari jas praktikum Namjoon dengan tanah basah.

Puncaknya saat Seokjin marah besar usai mendapati spion mobilnya patah tersenggol stang motor Namjoon, lantas menantang pemuda itu untuk mempertaruhkan hasil akhir ujian adik-adik mereka. Sekaligus sebagai ajang pembuktian tentang siapa yang lebih mahir mengajari dan memberi arahan. Taruhan konyol, tapi Namjoon terpaksa menyanggupi.

"AKU TAK SUDI TUNDUK PADAMU, KUTU BUKU."

"Aku juga malas membawakan makan siangmu ke kampus sebelah......" tolak Namjoon jengah, "Tunjukkan nilai-nilai ini pada orangtuamu kalau masih tak percaya."

"Jangan melibatkan ayah dan ibuku."

"Keras kepalamu memang tak ada obat, Kim."

"Margamu juga Kim, sialan."

"Apa kami sudah boleh masuk rumah?" keluh sebuah suara dari sebelah, pemiliknya bersila sambil menopang dagu di sisi trotoar perumahan, tas sekolah dipangku gontai bersama kantong keripik kentang. Satu remaja lain ikut menguap bosan, "Perutku lapar."

Menoleh ke sisi serupa, Seokjin menyipit kala adiknya menuding sosok tanggung berponi lebat menutupi mata, nyaris mirip hantu, "Tae juga belum makan siang."

"Lantas kenapa masih di sini?"

Yang disebut sigap mengangkat tangannya diiringi celetuk rendah, "Kan rapornya dirampas."

Namjoon balas menghela napas, nyaris lupa kalau argumen keduanya ditonton sepasang saksi mata, "Masuk saja dulu, nanti dikembalikan."

Taehyung dan Jungkook berpandangan dalam diam, bertukar tatap cukup lama sebelum akhirnya menegakkan tubuh sembari mengibas debu dari bawah seragam. Keributan dan adu pendapat antar sulung Kim adalah pemandangan wajar yang terjadi hampir setiap hari, terlalu sering hingga rasanya alami. Ayah dan Ibu mereka pun tak mau lagi ikut campur jika pemuda-pemuda itu sudah saling tuding dari balik pagar, pun tak segan berkelahi terang-terangan melewati jalanan yang memang jarang dilalui kendaraan.

"Jangan harap aku mau mengalah ya, jabrik jangkung!"

"Aku juga tak berminat menyia-nyiakan masa mudaku, tuan bibir tebal," lengan Namjoon terlipat rapat, menatap tajam sosok Seokjin yang kini menggeram ke arahnya, "Menyerahlah sebelum kutantang soal hitungan."

Bergeming mengamati, Jungkook menggaruk-garuk kepala di sisi trotoar seraya mencengkeram tali tas, sementara Taehyung terdiam di sebelah. Menanggapi pertengkaran bodoh tanpa ujung seperti ini mulai terkesan seperti rutinitas monoton, apalagi topiknya tak beranjak dari serangan kata-kata ambigu. Aura menggelikan yang mengudara di sekitar mereka menggelitik indera pengecapnya untuk berujar—kalem.

"Kak."

"Apa?"

"Daripada repot menentukan siapa pemenangnya, lebih baik kalian jadi budak untuk satu sama lain," usulnya, tersenyum sekilas pada tetangga yang menyeringai usil, "Benar tidak, Guk?"

"Yep," jawab Jungkook singkat, menuding dua kepala yang terpaku di posisi masing-masing, "Budak cinta."

"TAK SUDI!!"

Dan dua remaja tersebut balas terkekeh jahil.

.

.

SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang