.
.
.
Tak biasanya dia berendam menjelang pukul sebelas, tapi harus diakui jika air hangat sangat manjur mengembalikan semangat dan memulihkan tenaganya yang terkuras, sementara aroma jeruk dari garam mandi membantunya lebih rileks. Ruangannya pun luas, dibangun penuh kayu, dilengkapi pemanas air dan shower meski nuansanya tetap tradisional. Bak mandinya dapat memuat dua orang dewasa berselonjor bersama-sama. Mungkin dia bisa mengajak Seokjin berendam berdua di akhir pekan, mengingat sudah sebulan ini mereka hampir tak memiliki waktu bersama-sama akibat jadwal pekerjaan Namjoon yang menumpuk. Protes pun rasanya tak layak. Manajer artis populer sepertinya nyaris tak bisa duduk barang sejenak, mengingat Jungkook baru saja merilis album di pasaran dan tenaga Namjoon sangat dibutuhkan untuk menangani jumlah tawaran yang diterima.
Serupa meski tak sama, Seokjin pun sibuk menjadi pembicara di seminar-seminar budaya. Kadang jika terlalu kesepian, jarinya iseng mengetik pesan di kolom chat, setengah merayu supaya Jungkook memberi suaminya satu hari bebas kerja—atau minimal, pulang di bawah pukul delapan malam. Niatnya berkelakar, namun adik sepupunya yang pengertian, hanya memamerkan cengir jahil sembari berkata bila Namjoon boleh mengambil libur setelah promosi lagu berakhir minggu depan.
"Nanti kusewakan penginapan di Busan untuk tiga hari. Aku cukup bertoleransi untuk pengantin baru, benar tidak?" seloroh Jungkook kala memergoki Namjoon menerima telepon dari agensi dengan nada payah, alis di balik kacamata pria itu berkedut-kedut melihat artisnya selonjoran di atas sofa sambil menyesap sedotan soda, "Tak perlu cemas rutinitas mesum kalian didengar. Dindingnya kedap suara, lengkap dengan pengaman jika kalian masih ingin bercumbu dengan tenang setahun ke depan."
Bocah sialan.
"Namjoon~" Seokjin bersenandung menyerukan namanya dari luar. Yang dipanggil bangkit dari tepi bak serta menegakkan leher untuk menengok. Kepala Seokjin mengintip di balik pintu dengan mulut mengerucut lucu. Binar matanya antusias, tak lagi mengantuk seperti saat menyambut Namjoon pulang setengah jam lalu. Panjang umur, baru juga dibicarakan.
Namjoon memiringkan kepala, berisyarat menanyakan maksud. Seokjin tampak menimbang-nimbang dengan bibir tergigit ragu. Satu tangannya memegang kisi lubang kunci, bola mata melirik tak yakin, ".......mau kugosok punggungnya?"
Pria di dalam bak itu mematung sekilas. Mata berkedip, mencerna baik-baik kalimat tersebut sebelum menanggapi dengan terkejut.
"Menggosok punggung? Kamu? Di sini? Sekarang?" deret pertanyaannya dijawab anggukan beberapa kali dengan kekeh gemas.
"Iya, sekarang. Supaya capeknya hilang."
"Apa tidak merepotkan?" Namjoon terbahak canggung. Tawaran yang sangat sukar ditolak, otot-ototnya butuh direnggangkan dan ada yang bersedia merawat. Ditambah raut memukau yang tak pernah gagal membuat air liurnya timbul, jelas Namjoon enggan menyia-nyiakan. Maka sambil beranjak keluar dari air, kakinya menjejak lantai dengan berminat, "Baiklah, tolong ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)
Fiksi Penggemar[BTS - Namjin/Monjin] Karena keindahan Seokjin adalah anugerah terbesar yang tak berhenti dikaguminya. Tiap saat, diantara hela napas berhembus puja. Bahkan ketika Namjoon tak cukup mempercayai keberadaan Sang Pencipta. . . . . SHEN|MEI Kumpulan Fi...