48. KARSA

971 119 23
                                    

[AU kerajaan, istilah lokal, mengandung m-preg non ABO]

.

.

.


"Di rimba belakang?" Namjoon mengerenyit, "Kau yakin?"

"Benar, Yang Mulia."

Melepas jas dibantu asisten pribadi yang juga sama bingungnya saat berganti dipandangi, Namjoon berpaling pada pelayan yang bersangkutan sambil menyipit curiga. Sudah sekitar dua pekan Seokjin berubah menjadi lebih pendiam dan selalu lenyap dari penglihatan menjelang senja. Tunangannya itu baru akan masuk kamar untuk bersiap menyambut makan malam dan bertingkah seolah tak terjadi apapun. Jika biasanya yang terkasih akan aktif dalam kegiatan memanah, membaca, maupun bertanding catur bersama Baginda Raja, kali ini kegemaran Seokjin seolah lenyap menyusul gerak-gerik anehnya sepanjang pengamatan.

Sebagai Putra Mahkota yang mempunyai beragam hak istimewa, Namjoon yakin bahwa dirinya cukup siaga dan tanggap dalam memenuhi permintaan. Ketika Seokjin tiba-tiba ingin menyantap ayam ginseng pagi buta, atau ketika kesayangannya mendamba xiao long bao kuah daging domba Turki yang terbilang langka, Namjoon berusaha mendapatkan apa yang dikehendaki tanpa banyak bicara. Menurut dokter istana, pihak carrier yang sedang berbadan dua memang memiliki perubahan emosi bergantung suasana hati. Dan Namjoon bersumpah akan bersabar dengan segalanya sebagai bentuk tanggung jawab nan sempurna.

Masalahnya adalah, bagaimana dia bisa paham apa yang Seokjin mau jika kekasihnya justru lenyap dan pulang setelah petang? Oleh sebab itu, merupakan suatu hal mujur ketika kali ini ada pelayan yang mendadak melapor usai memergoki sosok Seokjin yang sedang memetik sesuatu di rimba belakang, istilah warga kerajaan untuk menyebut kebun khusus milik para juru masak yang berlokasi di seberang dapur. Tidak ada yang menyangka bahwa Seokjin akan menyibukkan diri di sana, menilai tiadanya hal menarik di tempat tersebut selain deretan tumbuhan pangan dan pot-pot tanaman herbal.

Maka, mengabaikan anjuran berganti pakaian dari asisten, serta segera melangkah tergesa meniti koridor, Namjoon menggulung kemeja kerjanya sebatas siku sembari berharap, agar apa yang sedang dilakukan kekasihnya bukanlah sesuatu yang berbahaya. Sejumlah pelayan sontak membungkuk hormat ketika pangeran pertama mereka berjalan secepat kilat bak mengejar tenggat. Beberapa di antara mereka bahkan saling berpandangan karena tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

"Yang Mulia, ada telepon dari—"

"Tunda jadwal apapun dan siapapun yang memanggilku saat ini," telapak tangan Namjoon terentang sebelah tanpa ambil pusing untuk hirau, "Aku sibuk."

"Baik, Yang Mulia."

Dasi ditanggalkan di sela langkah, ditampa penuh panutan oleh pelayan lain yang diminta untuk tak ikut menapaki tujuan. Kuatir kekasihnya merasa dipergoki dengan tak wajar akibat terlampau banyak mengusung abdi. Sebab, meski mulai terbiasa dikelilingi oleh tangan-tangan lain yang membantu, Seokjin masih sering merasa risih akibat pengawasan ketat di sepanjang pintu.

Dan benar saja, di sanalah pujaan hatinya berada. Duduk tenang mengerjakan sesuatu di atas meja yang penuh oleh peralatan serta berbagai bahan. Terlindung oleh rimbunnya pohon jeruk, mengenakan kemeja kebesaran yang dilipat rapi di pergelangan, juga baru saja menerima sebuah mangkuk dari pelayan wanita yang datang dari arah berlawanan.

Jemari bergantian memisahkan selembar kulit pangsit tipis dari sisi kanan, mengisinya dengan sesendok adonan isi, dilekatkan memakai usapan air dari jari telunjuk, kemudian membentuknya sedemikian rupa sambil tertawa ke arah pelayan tersebut. Wajah rupawannya bersinar terpapar mentari, begitu elok meski bekas tepung menodai muka di sana-sini.

SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang