.
.
Namjoon tak tahu apakah Tuhan sedang sayang atau sedang senang menguji kesabarannya. Tahun-tahun yang dilewati demi mengejar cinta Seokjin hanya terlihat bagai jalan berkerikil dibanding dua tahun menjalani hubungan dengan dokter berambut hitam itu. Ada saja masalah yang membuat Namjoon tak suka dan berpikir, apa begini rasanya jika dia benar-benar serius mencintai seseorang?
Mulai dari rekan-rekan Seokjin yang menjebak pria tersebut dalam perjodohan rahasia, kasus kenekatan mantan pacar di tempat kerja yang hampir saja membuat hubungan Namjoon dan Seokjin berantakan, bertengkar akibat kesibukan masing-masing di awal-awal pacaran, sampai keluh panjang Seokjin yang menganggapnya terlalu posesif. Untuk hal terakhir itu, Namjoon menganggapnya wajar. Apa boleh buat, memiliki kekasih berwajah tampan, bertubuh sintal, serta bergelut dengan pekerjaan yang mengharuskan Seokjin beramah tamah dengan orang lain, jelas membuat Namjoon tak tenang berada di kantor. Taehyung yang ditugaskan melaporkan keadaan selama di rumah sakit malah balik menertawakan.
"Kak Seokjin dokter bedah ortopedi, aku spesialis olahraga. Kami bahkan tidak berada di satu koridor. Tolong perhatikan perbedaannya."
"Tetap satu rumah sakit, kan?"
Dan Taehyung balas menjegal kakinya.
Seperti kali ini, dia bahkan tak sempat memilih bagaimana dia harus bersikap ketika sesuatu berukuran cukup besar melompat ke arahnya dan menyergap Namjoon sampai terjengkang ke lantai. Koridor Hwangan yang memang ramai di hari biasa, kian terasa riuh karena para pasien justru tertarik mencari tahu apa yang terjadi. Sama sekali tak ada yang berniat membantu Namjoon bangkit meski napasnya mulai sesak akibat tertimpa.
Sesuatu itu tetap menggelayut di badannya sehingga Namjoon harus berusaha keras untuk sekedar mengangkat badan dan menggerakkan tangannya dengan mimik bingung. Dilihatnya sosok jangkung nan familiar tergopoh-gopoh menghampiri, tampak lega melihat kondisi lapangan, atau lebih tepatnya, lega melihat yang-disebut-sesuatu masih menempel bak benalu di dada dan leher Namjoon.
"Sebelum ada pertanyaan tentang mengapa aku datang pagi-pagi, tolong jelaskan," Namjoon menunjuk ke bawah dagunya, "Benda apa ini?"
Bukannya lekas menjawab, Seokjin justru menggaruk pipinya tanpa respon berarti. Namjoon mengangkat alis serta melotot bingung tatkala sesuatu itu bergumam lirih di timbunan syal yang dia kenakan, "Papa!"
"HAH? APA?" jengit Namjoon bak disambar petir, "APA KATAMU?"
"Bukan apa," jawab sesuatu yang ternyata betulan makhluk hidup, "Tapi Papa."
"Pa, papa?" Namjoon tak mampu berkata-kata dan beranjak memandang kekasihnya dengan horor, "Cintaku, Kim Seokjin, demi dewa bumi dan langit beserta isinya, aku tidak mengenal anak ini. Tolong jangan menyimpulkan yang tidak-tidak."
"Dia memanggilmu Papa."
"Tapi dia bukan anakku! Dan aku sama sekali tak tahu apa-apa!"
"Iya, aku dengar, tenanglah."
KAMU SEDANG MEMBACA
SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)
Fanfiction[BTS - Namjin/Monjin] Karena keindahan Seokjin adalah anugerah terbesar yang tak berhenti dikaguminya. Tiap saat, diantara hela napas berhembus puja. Bahkan ketika Namjoon tak cukup mempercayai keberadaan Sang Pencipta. . . . . SHEN|MEI Kumpulan Fi...