.
.
"I don't understand about the concept of heading towards the sunset. I can always stop by anytime on every countries using planes, rather than holding on slow pace and following someone's motion like an idiot."
"Hm-mm."
"I'm talking about you."
"Bilangnya begitu, tapi Anda tidak mengatakan apapun waktu kuminta mengiringi sepeda dengan hati-hati," ucap Dionysus lugas, pasir pantai di sekitar sepatunya digesek membentuk area landai mini, "Jika menyetir Lambo dalam kecepatan pelan memang sangat menyebalkan, mengapa Anda tak mendahului dan memacunya sekencang mungkin menuju kemari?"
"Because you told me to do so, little rascal," decak yang bersangkutan, menyibak helai-helai poni yang tertiup angin menutupi dahi, "Aku tak sudi menaiki sesuatu yang melelahkan seperti sepedamu itu."
"Bukankah menaiki tubuhku juga melelahkan, Sir?"
"Oh, shut up."
Terbahak, Dionysus kembali mengarahkan matanya pada pantai berombak lepas yang memaparkan kisi surya. Wujud dari sisa mentari berbentuk busur dengan warna jingga di seberang lautan. Fokus awal dari tujuannya mengajak Cards meniti jalan dari lembah utara menggunakan sepeda, yang tentu saja—ditolak keras oleh sang Tuan Muda sambil mendengus tak suka. Kendati pada akhirnya Cards menyanggupi usai tiga kali permohonan, pria tersebut bersikukuh menaiki kuda besinya mengiringi sepeda listrik Dionysus tanpa banyak bicara.
Tampaknya, sihir penampilan kasual dengan kaus dan jins sederhana yang dicetuskan Heoga beberapa saat lalu, begitu mujarab untuk melunakkan kekasih yang beberapa kali mencuri lirikan secara spontan. Terbiasa melihat Dionysus dalam jas formal berlapis tiga maupun kemeja sutra khas bangsawan setara dirinya, Cards harus mengerutkan alis kala pemuda itu muncul dengan bersahaja di sisi pintu mobilnya, menawarkan kencan singkat di tepi pantai Tallagi, tanpa lantunan musik romantis maupun iming-iming dekorasi mewah di sekitar lokasi.
Dibanding hembusan angin beraroma rum di Florida atau pahatan mahakarya di selusur Spiaggia, Cards tak menemukan hal istimewa di daerah turunan kastilnya tersebut. Hanya hamparan pasir cokelat halus bersama lekuk-lekuk karang berbentuk sembarang, berikut debur berbuih jarang yang sengaja dihindari agar ujung pantofel mewahnya tak tersentuh riak garam. Entah apa yang menjadikan Dionysus sangat antusias membawanya kemari, mungkin tertular kebiasaan Persona yang gemar mengamati arthropoda seperti balita.
"Aku yakin kamu tak akan repot-repot membujukku pergi tanpa alasan khusus," Cards memasukkan kedua tangannya dalam saku setelan tanpa mengalihkan mata dari seberang, "Now tell me, what's the matter?"
Alih-alih terintimidasi dan segera menurut untuk menjelaskan sedetil mungkin, Dionysus hanya tertawa tanpa suara dan berjalan empat langkah mendekat pada mantan tuannya dengan bahu berkedik pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)
Fiksi Penggemar[BTS - Namjin/Monjin] Karena keindahan Seokjin adalah anugerah terbesar yang tak berhenti dikaguminya. Tiap saat, diantara hela napas berhembus puja. Bahkan ketika Namjoon tak cukup mempercayai keberadaan Sang Pencipta. . . . . SHEN|MEI Kumpulan Fi...