34. ADORE

5.5K 459 20
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"TUNGGU!!!"

Seokjin berteriak sekerasnya, tak peduli derap sol conversenya memantik riuh di sepanjang lorong sekolah. Lantai dua telah sepi dari kerumunan siswa dan Seokjin punya tujuan yang lebih penting daripada memperhatikan sekeliling.

"NAMJOON!!"

Hampir satu jam dia menjelajah mencari sosok tersebut. Si pemuda jangkung berambut perak yang minggu lalu menghampirinya sepulang sekolah, secara gamblang menyatakan perasaan serta meminta kesediaannya untuk menjawab dengan anggukan. Namun, entah perangai macam apa yang merasuki Seokjin dan membuatnya melesat pergi tanpa merespon apalagi permisi.

Namjoon tak memanggil namanya kembali, juga tak tiba-tiba memepet Seokjin keesokan hari. Adik kelasnya itu tetap membungkuk hormat saat sang senior berjalan melewati lorong bersama siswa-siswa kelas tiga, juga bersikap wajar ketika berkilasan di kantin dan perpustakaan. Namjoon tak mengungkit-ungkit kejadian tersebut, kendati sorotnya masih memandang Seokjin dengan teduh.

Kakaknya berkata bila hal itu hanya masalah kecil yang tak perlu dipusingkan, tapi Seokjin justru merasa makin tak nyaman. Terutama dipicu oleh beberapa rekan yang sering bertukar kode bahwa Ketua OSIS mereka memang menaruh hati pada Seokjin. Cukup lama, malah. Bukan sombong, Seokjin hanya berpikir jika pemuda yang sering terpergok meliriknya tiap ada kesempatan itu, murni bermaksud menggoda seperti mental iseng lainnya.

Coba teliti lagi lebih seksama, saran Yoongi, meladeni kala Seokjin mengadu, apa menurutmu ketertarikannya sama sekali tidak kentara?

Ah, ya.

Seokjin tak mampu membantah sewaktu kata-kata Yoongi menyeret seluruh ingatan yang disimpannya atas dasar keraguan, curiga, atau apalah namanya. Benar. Namjoon berulang kali melontarkan tanda kalau rasa sukanya terhadap Seokjin tak semata-mata bercanda. Dua kali sang junior memberi pembelaan soal keterlambatan Seokjin yang diincar panitia kedisiplinan, sebab Namjoon adalah saksi mata ketika sepeda kakak kelasnya putus rantai di tengah jalan. Pembelaan lain terlontar diikuti sebuah kisah mengenai Seokjin yang sukarela menolong kucing liar di tepi selokan.

Namjoon adalah yang pertama memberi tepuk tangan penuh apresiasi, selesai Seokjin memenangkan kompetisi debat politik melawan jawara bertahan dari sekolah lain. Belum termasuk sumbangsih pikiran ketika tim pimpinan Seokjin maju ke tingkat nasional. Namjoon jugalah yang cekatan membopongnya usai pingsan akibat dehidrasi di sela-sela praktek estafet gabungan, menghubungi Kakak lelaki Seokjin di kampus seberang, dan menemaninya sampai terbangun satu jam kemudian.

Kalau sudah berusaha tapi enggan kamu gubris eksistensinya— simpul Yoongi menyela, maka jangan heran jika Namjoon akhirnya berpaling karena mengira perhatiannya tak berharga.

Mungkin ini yang dinamakan karma, sebab Seokjin-lah yang harus mengernyit penasaran setelah getar aneh hinggap memenuhi dada. Anggap dia pengecut yang masih butuh berhari-hari untuk beralih, sadar bahwa Kim Namjoon tidak mendadak tiba dan tulus bertanya apakah dirinya berkenan dijadikan kekasih.

"NAMJOON!!!"

Menuruni pijakan tangga secepat mungkin, Seokjin menjejak petak yang sama dengan pemuda yang sempat menengadah karena mengenali suara. Namjoon, menyandang tas punggung dan sedang mengunyah energy bar, menyambut kedatangannya berhias raut cerah serta seulas senyum lebar.

"Ada apa, Kak? Kok teriak-teriak?"

"Ah, aku.....i, ini...." sergah Seokjin tersengal, mencoba menata napas selepas berlari begitu kencang, "Ini soal kejadian minggu kemarin."

Menyingkirkan kemasan kudapan, Namjoon berucap memaklumi, "Tidak usah dipikirkan, aku paham kok. Maaf karena omongannya terlalu tiba-tiba, Kakak pasti kaget kan?"

"Sedikit."

"Aku tak bisa memaksa orang merasakan hal serupa, jadi kuputuskan untuk berhenti berlaku keras kepala. Tapi karena terlanjur suka, kuharap Kak Seokjin tak buru-buru mengusirku jika kita kebetulan bertemu di tengah jalan," tukas Namjoon perlahan, tubuh ditundukkan segan, "Maafkan a......"

"AYO JADI PACARKU!!"

Kening Namjoon berkerut, pun sontak mengangkat kepala diiringi mulut yang terbuka.

"Hah?"

"Kamu dengar aku!"

"I, iya Kak. Tapi kenapa?" seloroh pemuda tersebut, bingung, "Kalau sekadar kasihan atau hasil bujukan para senior, lebih baik jangan. Apalagi Kak Seokjin tak mengenalku dengan baik."

"RASA SUKA BISA SAJA MUNCUL KARENA TERBIASA!!" pekik Seokjin lagi, lebih keras kali ini, "Aku memang tolol, seenaknya kabur tanpa mempertimbangkan betapa sulitnya mengumpulkan keberanian, bahkan tak peduli sekecewa apa kamu hari itu. Aku juga terlampau cepat menyimpulkan, khawatir diisengi dan dijadikan bahan taruhan. Maaf, Namjoon," terangnya, sungguh-sungguh, "Maaf karena sudah berprasangka buruk dan bersikap tak acuh. Betul-betul maaf."

Namjoon mengerjap. Tak beranjak dari tempatnya menjulang.

"JANGAN CEMAS!! KAMU BISA MELAKUKAN HAL YANG SAMA!! KAMU BOLEH LARI DAN KABUR DARI SINI, DARI HADAPANKU, SUPAYA KITA IMPAS!!" tangan Seokjin terkepal di udara, antusias sampai bola matanya membesar, "Kamu boleh lari sekarang. Tapi tolong jangan membenciku, ya? Seniormu ini punya kepekaan rendah, mungkin malah harus dibenturkan ke tembok dulu agar lebih pandai menghargai orang lain."

"Kak...."

"Mulanya aku ingin bertanya, soal kenapa dan bagaimana proses yang kamu lewati hingga mampu mengagumi orang seperti ini, apalagi detak dadaku jadi tidak karuan sejak balik mengamati kamu. Ah, tunggu, tunggu! Sekarang juga sama!! GAWAT!!" tangan Seokjin kembali menggerut helai-helai rambut, gusar, "P, pokoknya kamu kuijinkan balas dendam. Atau kalau kamu berniat menarik pernyataan, aku juga tak mau menyalahkan siapapun. Lakukan sesukamu! Asal tidak menjauhi dan melempariku dengan kerikil tiap kita berpapasan."

"Kak—"

"Aku akan mencoba menyikapi perasaan ini dengan baik, aku janji!"

"Kak Seokjin," lengan Namjoon meraih pergelangan Seokjin turun dari muka, kemudian meletakkan telapak tangan pemuda itu menempa dadanya. Tempo degup tak wajar dari lapisan seragam membuat Seokjin tercengang, ekspresi canggung Namjoon pun seolah menjawab bahwa bukan hanya dirinya yang sedang diterpa debaran.

"Ada banyak alasan untuk terpikat padamu, Kak. Dan aku tidak yakin sanggup memaparkan dalam kondisi berdiri di anak tangga," ucap yang bersangkutan, "Kita butuh bicara baik-baik, tidak tergesa apalagi panik. Bibiku punya kafe di jalan besar yang bisa ditempuh sepuluh menit memakai sepeda kayuh. Kalau Kakak tidak keberatan, kita—"

"MAU!" Seokjin menyambar cepat, sepasang mata turut berbinar indah, "Kamu bermaksud mengajakku kencan kan? MAU!! MAU SEKALI!!"

Menarik napas lega meski sambil menyembunyikan tawa, Namjoon berangsur menautkan jari-jari mereka dan membawa Seokjin meniti tangga. Barangkali bukan kelanjutan yang cukup romantis, namun siapa yang akan menolak saat pujaan hati balik mengakui dengan teramat manis?

"Namjoon."

"Ya, Kak?"

"Aku pemula dan masih ragu, jadi....." gumam Seokjin, meremas kaitan jemari sembari mengulum bibir tersipu, "Tolong ajari aku cara menyayangi kamu."

Tersenyum, pemuda di sampingnya bergegas mengiyakan dengan lesung pipi terpampang menggemaskan.

"Dengan senang hati."

.

.

SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang