19. On The Track

4K 521 29
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

"Oh, lihat siapa yang sedang pamer di sini."

Terusik, Namjoon bergegas menoleh. Suara bernada sarkastis memaksanya mengintai dari kepungan dan mendapati sosok tak asing sedang berjalan mendekat. Helmet diapit antara lengan dan sisi dada, kaus santai dan celana jins membalut tubuh semampainya dengan sempurna, "Merencanakan pesta bujang dengan nona-nona berpayung?"

Paham apa yang dimaksud, sejumlah umbrella girls bergaun seksi di sekitar Namjoon terkikik malu, seraya menyembunyikan rona tersipu mereka di balik telapak tangan. Sang pembalap memiringkan kepala, satu lengan berkacak pinggang, lalu melempar delik penuh arti pada Ferrari merah menyala di seberang, siulnya bergema jahil.

"Well, hello, Tuan Penguasa Lintasan yang terhormat, mengisi istirahat dengan bergosip, kurasa?"

"Mencela di depan hidungmu tidak termasuk dalam gosip," seloroh Seokjin, tak menggubris gadis-gadis berbokong besar yang akhirnya pergi melewati keduanya diiringi lambaian tangan menggoda, "Ini arena sakral, bukan klub malam. Jaga sikapmu sedikit."

"Terima kasih atas perhatiannya, hyung. Tapi maaf, teguranmu salah alamat. Aku bukan bocah di bawah umur yang perlu diperingatkan soal gerak-gerik di lapangan. Toh peserta diijinkan bercakap-cakap selama tak mengganggu persiapan teknisi, atau jangan-jangan....." sorot Namjoon bergerak mengamati dengan seksama, mulai dari lekuk pinggul hingga ujung kepala, "Kau cemburu?"

"HAHAHAHAHA!! JANGAN BERCANDA!!" Seokjin terpingkal kencang sampai helmet kesayangannya nyaris lolos dari pegangan, "AKU? CEMBURU? Jangan sombong, kau lihat sendiri bagaimana mereka berebut menyentuh lenganku barusan."

"Bukan pada nona-nona manis tadi," ralat Namjoon, mengerling sekilas dari balik poni putihnya yang menjuntai, "Tapi padaku."

"Tentu saja tidak!!"

"Pembual."

"Kubilang tidak, sialan."

"Ingat saat kau menyela obrolanku dengan model perusahaan otomotif di sirkuit Dubai bulan lalu?" kening Namjoon terlipat sarat makna, memasukkan kedua tangannya ke kantong jaket, lantas berjalan gontai menghampiri rival yang spontan mengernyit, "Padahal finish tiga sekon terdepan, tapi kau justru memilih untuk mencecar orang lain daripada merayakan kemenangan bersama tim. Tak usah berkilah, hyung. Apa namanya jika bukan cemburu?"

"Aku cuma——" Seokjin buru-buru memutar mata ke segala arah selagi lidahnya bergulir di dinding mulut, salah tingkah. Berkelit, ditegakkannya bahu agar tak terlihat ragu karena pria muda tersebut kian gencar melempar senyum, "Kau satu-satunya pembalap yang pantas kusaingi—setelah tiga tahun tak mendapat lawan sepadan. Jangan membuat penilaianku meleset. Sudah mujur disponsori tim bagus, sia-sia kalau bakatmu terbuang karena gagal fokus pada pertandingan."

Terdiam sesaat akibat kalimat seniornya, binar mata Namjoon berangsur keruh, lesung pipi lenyap seketika, "Aku selalu serius."

"Bullshit."

"Perlu bukti?"

Seokjin mendengus congkak, "Kau tak pernah menang dariku."

".........begitu?" giliran Namjoon mengangkat dagu, tersulut. Tatap tajamnya menyipit mencermati wajah lelaki yang hanya berjarak satu pelipis. Tak terhalang pelindung muka maupun kaca buram intensitas tinggi, raut memikat Seokjin sungguh mengundang untuk dinikmati.

"Kau ingin aku fokus? Bukan masalah, aku juga bosan bermain-main di lintasan," decaknya sekilas, menaikkan tudung baju menutupi kepala. Aura flamboyannya raib entah kemana, "Akan kurebut tiga tropi terakhir musim ini dan melampaui rekor waktu tepat di depan matamu. Selisih empat sekon. Tidak kurang, tidak lebih."

Pernyataannya disambut kibas pesimis, "Tidak mungkin."

"Kenapa tidak?"

"Kau selalu lengah di putaran final, tapi kuhargai tekadmu," Seokjin melengos, kekehnya terlontar remeh, "Kalau besok tetap masuk urutan kedua, kau harus menari selama satu jam di sirkuit Paris malam harinya, dengan rambut dikuncir kuda."

"Sendirian?"

Bahu Seokjin berkedik, "Tanpa baju hangat."

"Dengan senang hati," Namjoon bergumam penuh percaya diri, kakinya melangkah menjajari Seokjin yang berpaling curiga, lalu melirik bagian samping wajah pria itu sambil menyeringai, "Tapi kalau aku yang menang, hyung harus bersedia menghangatkan ranjangku."

"H, hah?"

"Sampai jumpa besok," tukas Namjoon rendah, nyaris berbisik. Mata nakalnya mengerling sekali lagi sebelum berlalu meninggalkan senior yang menganga tertegun, "Jangan lupa bawa pelumas, aku suka wangi vanilla."

"BRENGSEK!"

.

.




SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang