"Ya, sudah. Nanti lagi saja buat cheese cakenya. Masih lemes gitu."
"Ih, Ayah. Bunda kan pengen banget buat cheese cake. Ngiler waktu lihat foto cheese cakenya Neng Nisrina."
"Kaya orang ngidam saja, ngiler segala."
Suara perdebatan dua orang dewasa itu kuyakini mereka adalah Bu Sofja dan Pak Adnan. Apalagi setelah membawa-bawa namaku dan cheese cake.
Tidak salah lagi, saat aku menemukan posisi mereka berada di balik rak yang sedang kulihat tadi.
Sambil membawa keranjang yang sudah terisi penuh, aku memutuskan untuk menghampiri mereka.
"Bu Sofja, Pak Adnan. Apa kabar?" sapaku.
Sesuai dugaanku, mereka terkejut saat melihatku. Setelah bertukar kabar, kami beriringan menuju kasir yang kebetulan dua tempat sedang kosong.
Belanjaanku lebih sedikit dari Bu Sofja dan Pak Adnan. Sehingga, aku selesai terlebih dahulu.
Saat akan pamit, Bu Sofja dan Pak Adnan menahanku. Menyuruhku menunggu.
"Neng, aduh. Maaf ya, jadi nunggu." Ucap Bu Sofja saat menghampiriku.
"Nggak apa-apa, Bu."
"Mau kemana setelah ini?"
"Langsung pulang ke rumah, Bu." Jawabku. "Oh iya, Bu. Maaf ya, waktu itu cheese cakenya nggak kirim ke Ibu. Kalo boleh, nanti Srin coba buatin cheese cake buat Ibu, ya?" tawarku.
Bu Sofja melebarkan matanya sambil menjentikan jarinya. Seperti menang jackpot.
"Gimana kalau hari ini saja, langsung bikin di rumah Ibu?"
-
Disinilah aku sekarang. Sedang mempraktikan ulang pembuatan cheese cake. Diawasi oleh Bu Sofja ternyata lebih mendebarkan daripada saat diawasi Chef Mondy.
"Ibu waktu lihat postingan cheese cake Neng Srin, ngiler banget waktu itu."
Aku yang sedang memasukkan adonan cheese cake ke dalam oven, tertawa mendengar perkataan Bu Sofja.
Bu Sofja jadi mengikutiku memanggil diriku Srin.
Srin adalah nama panggilan dari Mami dan Papi sejak aku kecil. Saat berbicara dengan orang yang lebih tua dan tentunya sudah akrab, aku memakai kata ganti 'aku' dengan 'Srin'.
"Beu. Ini sih Bang Agam yang paling bahagia dibikinin cheese cake. Kesukaannya."
"Ibu tinggal ke toilet, ya. Tunggunya di dalem aja, barengan trio." Ucap Bu Sofja sambil berlalu.
Perkataan Bu Sofja membuatku tertegun, mengingat sosok lain yang menyukai cheese cake juga.
Sudah lima hari Ridho belum memberiku kabar. Biasanya, sesibuk apapun, Ridho akan tetap memberiku kabar. Walau hanya satu pesan.
Aku menggeleng berusaha menepis pikiran-pikiran buruk.
"Kenapa?" Agam yang tiba-tiba berada di belakangku, membuatku terlonjak.
"Nggak."
"Yakin? Nggak lagi kesurupan, kan?" tanya Agam sambil mendudukan diri di sampingku.
Aku lima tahun lalu mungkin akan kegirangan berdekatan dengan Agam. Berbeda dengan sekarang, pikiranku dipenuhi oleh Ridho.
"Tuh, kan. Sekarang malah bengong."
"Lagi nginget bahan-bahan tadi. Takut ada yang kelewat." Jelasku asal setelah melirik Agam sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meant to Be Loved
RomanceNisrina pikir, kepergian Ridho adalah akhir dari segalanya. Ternyata, itu adalah gerbang pembuka untuk kisah-kisah lain yang menantinya di kemudian hari.