Lancarkanlah hariku
Hariku bersamanya
Sheila on 7 – Hari Bersamanya
***
“Lychee tea, potato wedges, klappertart sama lava cake. Silahkan, Kak.”
Aku mengerutkan kening bingung. “Lho, Kak. Saya nggak pesen lava cake.”
Waiter tersebut tersenyum. “Special dari Owner, Kak.”
“Owner?” kemudian Waiter tersebut menunjuk seseorang yang berjalan menghampiri mejaku.
“Halo, Nisrina. Perkenalkan, saya Wildan.” Laki-laki tersebut mengulurkan tangan kanannya.
Aku menyambut uluran tangan tersebut. “Iya, Kak Wildan. Kakaknya Lyvia, ya?”
Kak Wildan mengangkat satu alisnya kemudian tertawa. “Bukan, bukan. Lyvia bukan adik saya. Tapi adiknya—”
“Wil!”
Panggilan tersebut membuat Kak Wildan memutar kepalanya, aku juga ikut melihat dengan sedikit melongokan kepala ke samping karena terhalang tubuh Kak Wildan.
“Nah tepat waktu. Ini Kakaknya Lyvia.”
Aku terkejut begitu juga Adri yang sampai menghentikan langkahnya.
“Bro, sini! Malah bengong di situ.” Adri meneruskan langkah menghampiri kami. “Sini, sini, duduk.” Kak Wildan menarik Adri menduduki kursi di sebrangku kemudian menarik satu kursi dari meja samping dan duduk di antara aku dan Adri.
“Urgent apaan sih, Wil?” Adri bertanya pada Kak Wildan.
Tangan Kak Wildan menepuk-nepuk pundak Adri, kemudian tatapannya beralih ke arahku. “Bingung, ya?” kata Kak Wildan sambil tersenyum lima jari. “Jadi, saya itu salah satu mahasiswanya Prof. Agus, sekelas sama Adri. Nggak inget ya waktu ketemu di Tangkuban Perahu?”
“Oh…” aku manggut-manggut. “Maaf, Kak. Saya nggak inget.” Aku menyengir malu, karena benar-benar tidak ingat wajahnya.
“Gapapa, gapapa. Jadi Via beneran kenalan sama kamu, ya. Saya kira cuma halu.” Ucapan Kak Wildan membuatku tersenyum canggung.
“Jadi, Via itu adiknya Pak Adri juga?” aku mendengar dengusan Kak Wildan yang sekarang sedang menutup mulutnya.
“Sorry, sorry. Mangga, lajeng Pak Adri.” Ujar Kak Adri saat menyadari kami menatapnya.
“Via itu adik bungsu. Saya punya 3 adik perempuan, Lyra, Lania sama Lyvia.” Jelas Adri setelah memberikan tatapan nyalang pada Kak Wildan.
“Oh… pantesan saya kayak nggak asing waktu ketemu Nia, mirip sama Via.”
“Emang ketemu sama Nia juga?” tanya Kak Wildan.
“Iya, Kak. Bulan lalu saya nginep di tempat Nia.” Jawabku setelah mengangguk.
“Hmm… menarik.” Kata Ka Wildan sambil mengusap-usap dagunya.
“Udah, Wil. Ayo pindah, jangan ganggu Srin.” Adri menarik Kak Wildan untuk bangkit.
“Bentar, Bro, ada yang penting.” Kak Wildan mendorong Adri kembali ke tempat duduknya. “Temen saya ada yang suka sama kamu. Terus nanyain, kamu single, nggak?”
“Wil!” Adri melotot pada Kak Wildan.
“Apa sih, diem!” Kak Wildan menatap Adri, menaruh telunjuknya di bibir. “Jadi gimana, nih?”
Aku menggaruk leher bingung.
“Nggak usah didenger, Srin.” Kata Adri.
“Apa sih, lo! Ini kasian temen gue HAHACE, harap-harap cemas.“
KAMU SEDANG MEMBACA
Meant to Be Loved
RomanceNisrina pikir, kepergian Ridho adalah akhir dari segalanya. Ternyata, itu adalah gerbang pembuka untuk kisah-kisah lain yang menantinya di kemudian hari.