Sebuah notifikasi masuk di ponsel, membuat aku mengalihkan tatapan dari bayangan diriku sendiri di pantulan cermin.
Aku tidak bisa menahan senyum saat menemukan nama Agam muncul sebagai pengirim.
---
Ragam - 5 DesKepada saya 🔽
Dear Nisrina,
Selamat atas hari pertunangannya. Wish you both a never ending happiness!
I wish I could be there watching your special moments. Tapi aku selalu mendoakan kelancaran untuk kamu dan calon suami kamu.
Nis, bahagia selalu, ya.
Aku tunggu kalian berkunjung ke sini.
See u!
Most Sincerely,
Agam
---"Mbak Srin, sudah selesai. Sambil nunggu acara mulai, kita ambil foto dulu, ya."
Aku mengalihkan pandangan dari ponsel ke cermin di depanku lagi. Dari pantulan cermin ini, terlihat beberapa orang dari tim MUA sedang mempersiapkan set untuk pengambilan foto dokumentasi.
Lima belas menit kemudian, kamarku kembali hening setelah orang-orang tadi menyelesaikan tugasnya, lalu keluar kamar.
Ditinggalkan sendirian dalam keheningan seperti ini, membuat rasa gugupku semakin bertambah.
Aku melangkahkan kaki menuju meja belajar saat sudut mataku menyadari masih ada sebuah benda tertinggal, yang belum aku bereskan semalam.
Sebuah foto berbingkai kayu warna putih yang diambil saat hari wisudaku, tepatnya setelah Ridho menyatakan cinta padaku. Senyumku terbit saat mengingat betapa groginya aku ditembak Ridho secara langsung di hadapan ke dua orang tuaku.
Setelah puas memandangi wajahku, Ridho, Mami dan Papi tiga tahun yang lalu, foto itu aku masukan ke dalam box yang masih tersimpan di atas meja sejak semalam. Ikut bergabung dengan benda lainnya. Sepertu buku-buku gambar masa SMA yang dipenuhi wajah Agam.
Di antara tumpukan itu, aku menemukan sebuah buku bernuansa biru yang membuatku tertarik untuk membukanya. Aku menarik buku itu keluar dari box, lalu mendudukan diri di kursi.
Tidak perlu membuka halaman satu persatu untuk menemukan biodata milik Agam, karena aku sudah memberi tanda khusus di halaman itu.
Di foto ini, wajah Agam masih terlihat kekanakan. Aku jadi ingat. Dulu, Agam selalu menggunakan kemeja seragam yang kebesaran di tubuh kurusnya. Entah karena salah nomor atau memang disengaja. Sekarang, Agam tidak banyak berubah, hanya menjadi sosok yang lebih dewasa dengan badan tegap.
"Nis, kok senyum-senyum gitu? Ayo. Sudah dipanggil calon suami."
Aku terkejut saat pintu kamar tiba-tiba dibuka oleh Tia. Perutku terasa mulas saat mendengar kata 'calon suami'.
Aku langsung menutup buku tahunan ini, kemudian menyimpan kembali ke dalam box di atas meja.
Time flies so fast, aku masih tidak menyangka berada di titik ini. Hari dimana seseorang akan meminangku secara resmi. Dua minggu setelah lamaran hari ini, aku akan menjadi seorang istri.
Aku mengalihkan pandangan dari box kepada Tia yang sedang berjalan mendekat ke arahku. Tia tampak cantik dalam balutan dress brokat longgar yang menutupi perut besarnya.
Aku bangkit dari duduk sambil melakukan inhale dan exhale beberapa kali, berharap hal tersebut bisa sedikit mengurangi kegugupanku.
"Kangen masa SMA sama cinta pertama ya, Nis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Meant to Be Loved
RomanceNisrina pikir, kepergian Ridho adalah akhir dari segalanya. Ternyata, itu adalah gerbang pembuka untuk kisah-kisah lain yang menantinya di kemudian hari.