Akhirnya

927 79 3
                                    

All I want is to come home to you

And I know that deep inside you want me too

The Panturas – All I Want

•••

Aroma khas adonan roti berbahan kopi yang sedang dipanggang membuat perutku keroncongan. Langkah kaki kupercepat agar segera tiba di salah satu restoran all you can it di mall ini, menyusul Tia yang sudah menungguku.

"Lama banget, Lela!"

Aku meringis mendengar gerutuan Tia saat aku tiba dihadapannya. Pantas saja dia marah, karena aku terlambat hampir 30 menit.

Melihat banyak makanan sudah tersaji di meja, tanpa permisi aku langsung duduk dan memakan bagianku.

"Buset! Lo nggak dikasih makan sama Mami Papi lo, apa gimana?"

"Laper, cape gue habis ngajar." Jawabku setelah menelan makanan terlebih dahulu.

Giliran Tia yang meringis mendengar jawabanku. "Lagian ngide banget sih jadi guru les segala."

Menjadi pengajar memang tidak pernah aku rencanakan sebelumnya. Selama dua bulan ini aku berusaha membuat diriku sibuk. Selain mengikuti kelas baking, aku juga mulai mengikuti kursus bahasa korea. Waktu luangku lainnya digunakan untuk membantu dan mempelajari cara merangkai bunga di toko bunga Tia dan mengajar anak-anak jalanan menggambar di tempat milik Surya, salah satu rekan sesama komikus.

Setahun yang lalu, Surya membuat rumah singgah bagi anak-anak jalanan. Disana mereka belajar berwirausaha, bahasa dan pengembangan bakat, termasuk menggambar. Saat Surya menawariku untuk mengajar menggambar sebulan yang lalu, tanpa pikir panjang aku langsung mengiakan.

"Semoga aja jadi ladang pahala buat gue, Ti."

"Gue bisa ikutan ngajar disana nggak, Nis?"

Pertanyaan Tia membuatku heran, apalagi melihat mukanya yang saat ini penuh pengharapan itu. Selama ini, Tia selalu ogah-ogahan setiap aku memaksa dia untuk mengajariku merangkai bunga. Sering kesal ketika aku tidak juga memahami instruksinya. Bahkan, pernah mengikrarkan diri, bahwa dia tidak ingin menjadi pengajar karena trauma bertemu murid sepertiku.

"Ya, Nis, ya. Bilang temen lo, gue bisa ngajarin merangkai bunga," ujarnya sambil mengedip-ngedipkan matanya.

"Atas dasar apa lo tiba-tiba mau ngajar?" tanyaku.

"Kan, gue juga mau cari pahala kayak lo." Jawab Tia sambil mesem-mesem.

"Nggak, ah. Yang ada nanti anak-anak pada trauma gara-gara lo bentak-bentak." Tolakku langsung.

"Ish, jahat." Kata Tia sambil membanting sumpit di tangannya ke piring miliknya. "Gue juga kan pengen bermanfaat bagi orang-orang, Nis."

"Okay. Gue bakal rekomendasiin lo ke Surya. Tapi, lo harus jujur. Kenapa tiba-tiba mau ikutan ngajar disana?"

Aku melipat kedua tangan di dada. Tidak ingin melepaskan Tia sebelum dia memberi alasan sebenarnya.

Melihat Tia mulai terkekeh membuatku semakin yakin, ada udang di balik batu. "Jadi?"

Tia malah cengengesan. "Kok, lo nggak pernah bilang punya temen modelan Surya?"

"Nah, kan. Bener aja dugaan gue."

Minggu lalu, Surya memesan bunga dari toko Tia. Sosok Surya yang tinggi, putih seperti member boyband korea dan pastinya berwajah tampan. Pastinya tidak akan terlewatkan oleh Tia.

"Ayolah, Nis. Bantuin gue napa," ujar Tia dengan wajah memelas.

"Minta aja sendiri sama Surya, sana. Males gue."

Meant to Be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang