Oksidasi

479 42 0
                                    

“Oke, guys. Jadi udah sepakat ya kita. Sari Ater, dua hari satu malam, perginya mampir ke Tangkuban Perahu, pulangnya makan di Kampung Daun.” Surya yang duduk di ujung kursi menyimpulkan hasil rapat kita sore ini.

Dua minggu lagi Rumah Singgah berulang tahun. Karena sedang ada rezeki lebih, tahun ini kami akan merayakannya dengan staycation di Subang.

“Bus udah aman, Kang?” Surya bertanya pada Kang Dendi.

“Aman.” Jawab Kang Dendi sambil mengacungkan jempolnya.

“Ciwi-ciwi nanti jangan lupa list kebutuhan logistiknya apa aja. Sama perobatan seperti biasa, okay?” Surya beralih menatap aku, Mona dan Tia.

Satu jam kemudian, kami membubarkan diri. Hari ini aku bawa mobil, Mona ikut pulang bersamaku karena satu arah. Kami berpisah di pintu masuk, Tia dan Surya serta Kang Deni hari ini menggunakan motor.

“Cepet juga belajar mobilnya, Kak. Udah mulus jalannya.” Komentar Mona saat kami sudah bergabung dengan kendaraan lainnya di jalanan.

“Dilancarin tiap hari, Mon. Kalo nggak ada kegiatan di luar, gue muterin komplek rumah.” Jawabku.

“Iya, sih, enak di komplek lo, Kak. Jalannya luas, sepi lagi.” Mona terkikik di akhir kalimat.

“Tapi gabut banget, Mon. Kayak nggak punya tetangga.” Kataku setelah ikut terkikik.

“Iya, sih. Ada enak plus nggak enaknya ya apa-apa tuh. Eh, Kak, gue jadi inget. Tahun lalu pacar lo kasih surprise, kan, buat lo. Yang sekarang dateng juga nggak tuh?” Alisku terangkat saat mendengar pertanyaannya.

“Hmm. Gimana, ya?” Aku mengangkat bahu, kemudian terkekeh. “Ya, nggak tahu lah, Mon. Kalau mau dateng juga dia nggak akan bilang, kan? Surprise.” Jawabku pada akhirnya.

“Tapi, hubungan lo lagi baik, Kak?” aku sedikit bingung dengan Mona yang mendadak kepo dengan hubunganku dan Agam. Setelah menghentikan mobil di belakang para pengendara motor, aku menatap Mona yang ternyata sedang memandangku menunggu jawaban.

“Mon, mending langsung bilang intinya, jangan bertele-tele.” Mona tidak bisa menutupi keterkejutannya mendengar ucapanku.

Mata Mona mengerjap-ngerjap sebelum mengalihkan tatapannya ke depan. “Gimana ya, Kak. Gue bingung.” Mona berkata sambil menggaruk lehernya.

“Coba runut dari awal dulu.”

-

“Obatnya udah cukup kok, segitu.” Kata Mami setelah memeriksa perlengkapan obat-obatan yang akan aku bawa besok. “Kamu masih inget CPR? Nanti main air, kan, di sana? Harus benar-benar diawasi, loh. Takut ada yang tenggelam.”

Aku menghentikan kegiatan memasukan obat ke tas saat mendengar kalimat terakhir Mami. Teringat sesuatu. “Mi... Aku mau ngaku.”

“Apa tuh?” Mami mengalihkan pandangan dari iPad kepadaku.

“Waktu Srin pergi jadi juri itu, Srin pernah tenggelam di sana.” Mami langsung memajukan badannya yang bersandar di sofa untuk mendekati aku yang lesehan di karpet.

“Waktu itu Srin tenggelam di pemancingam, tapi Srin ditolongin tepat waktu, kok. Sekarang Srin baik-baik aja ini.” Jelasku sambil memegang tangan Mami.

Mata Mami melotot. “Kamu kenapa baru bilang sekarang, Srin?”

“Ya...,” aku menggaruk kening karena bingung. “aku cuma nggak mau Mami sama Papi khawatir. Lagian, kan, ada Adri.”

“Adri?”

“Iya. Mami sama Papi jadinya hubungi Adri, ya? Padahal aku udah bilang jangan, loh.” Ucapanku membuat Mami mengerutkan keningnya.

Meant to Be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang