Erangan Tia semakin tinggi ketika suara klakson dari belakang terdengar semakin nyaring.
“Nggak bisa nyala dodol!” dengan emosi Tia memukul stir mobil, lalu menekan tombol hazard kemudian keluar dari mobil.
Kendaraan cukup padat di jalan satu arah ini. Sialnya, mobil Tia berhenti di tengah jalan, sehingga langsung menyebabkan kemacetan dan protes dari pengendara lain.
Aku langsung keluar dari mobil begitu Tia mendapatkan pertolongan dari orang-orang untuk membantu mendorong mobilnya.
Setelah mobil berada di pinggir jalan, lalu lintas berangsur lancar kembali. Tia terlihat sibuk mengabari Surya terkait kejadian ini.
Hari sudah gelap, membuat suhu udara sedikit menurun. Sepuluh menit kemudian, Surya sampai di tempat kami menggunakan motornya.
“Mending kalian cari jajanan dulu. Daripada diem di sini.” Kata Surya setelah selesai menelpon bengkel karena setelah dicek, Surya tidak menemukan permasalahannya.
“Jajan apa?” aku mengedarkan pandangan ke sekeliling yang hanya di kelilingi oleh perumahan dan pohon-pohon besar. “Harus jalan dulu, dong, kita?”
Setelah berjalan sejauh 50 meter dengan penuh perjuangan karena kami menggunakan high heels, aku dan Tia memutuskan untuk masuk ke warung sate madura.
Aku dan Tia mematung di pintu karena meja di warung ini sudah penuh. “Cari yang lain aja yuk, Nis.”
“Nisrina!” panggilan itu membuat aku dan Tia serempak menghentikan langkah dan memutar kepala ke arah dalam warung. Awkwrdnya, semua kepala yang berada di warung itu ikut menoleh ke arah aku dan Tia. Ternyata yang memanggilku adalah Adri. Dia menghampiri aku dan Tia, di tangannya ada sebungkus plastik hitam yang aku yakini isinya sate.
“Kenapa nggak jadi masuk?” tanya Adri begitu sampai di depanku.
“Penuh. Mau cari tempat lain aja.” Jawabku. “Oh, iya. Pak, kenalin ini Tia, teman saya.” Tia dan Adri berkenalan singkat karena Tia mendapat panggilan dari Surya.
“Nis, mobil gue harus diderek. Kita pulang naik taksi aja.” Kata Tia setelah menyelesaikan panggilan dengan Surya.
Tidak lama, Surya menghampiri kami, kemudian berkenalan dan mengobrol tentang kerusakan mobil dengan Adri. Sedangkan aku dan Tia sedang harap-harap cemas karena belum juga menemukan taksi online.
“Gimana? Udah dapet taksinya?” pertanyaan Surya dijawab gelengan oleh Tia. “Lama juga, ya. Peak hour, sih. Mana aku bawa motor.”
“Kamu pulang sama Tia aja, biar saya yang antar Nisrina pulang.”
Usulan Adri membuat aku, Tia dan Surya serempak menoleh ke arahnya. Hal tersebut mendapat persetujuan penuh dari Tia dan Surya. Akhirnya, kami berpisah di lahan parkir warung sate. Aku mengikuti Adri menghampiri motor besarnya.
Adri mengamati penampilanku sebentar setelah memakai helm.
“Nggak apa-apa, kan, naik motor dulu? Kita antar sate dulu ke kosan Via, nanti ke kafe buat ganti sama mobil.”
Aku mengerutkan kening mendengar ucapan Adri. “Kenapa harus ganti ke mobil?” tanyaku.
“Kamu pasti nggak nyaman naik motor dengan penampilan seperti itu, udah malem juga, dingin.” Ucapnya tenang sambil naik ke motornya. “Yuk. Bisa naiknya?”
Lima belas menit kemudian, aku dan Adri sudah berada di mobil milik Kak Wildan. Tanpa banyak tanya, Kak Wildan langsung memberikan kunci mobilnya pada Adri.
“Pak Adri itu Owner Kafe juga, kan? Via pernah bilang.” Aku memulai percakapan.
Adri menoleh sebentar ke arahku, kemudian fokus melihat jalanan di depannya. “Kamu mau panggil saya Bapak terus?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Meant to Be Loved
RomanceNisrina pikir, kepergian Ridho adalah akhir dari segalanya. Ternyata, itu adalah gerbang pembuka untuk kisah-kisah lain yang menantinya di kemudian hari.