Helaan nafas pelan terdengar dari arah sampingku. Saat ku tengok, Bu Sofja tengah memandangi bolu pisang yang baru diangkat dari oven.
"Bantet, Neng." Ujar Bu Sofja seraya tertawa membuatku ikut tertawa.
Saat ini aku sedang di tempat kursus baking. Kami sedang mempraktekan pembuatan bolu pisang sambil mengikuti instruksi dari Chef Mondy. Tetapi, rupanya Bu Sofja kelupaan menambahkan bahan pengembang di adonan.
"Kenapa, Bu?" Chef Mondy menghampiri kami, mungkin heran melihat kami tertawa.
"Aduh, Chef, saya lupa masukin pengembang tadi," jawab Bu Sofja sambil menunjuk bahan pengembang yang masih utuh di wadah. "Maklum, namanya juga sudah tua. Mulai sering pikun." Lanjut Bu Sofja sambil tertawa.
Chef Mondy tampak tertawa maklum mendengar jawaban Bu Sofja, kemudian memberi saran-saran dan tak lupa memberi semangat agar Bu Sofja tidak menyerah karena satu kesalahan.
Kelas hari ini ditutup setelah pengumuman bolu pisang terbaik dan kami diperbolehkan membawa hasil kerja keras kami hari ini.
Hari ini adalah minggu keempat aku mengikuti kelas Chef Mondy. Kelas yang beranggotakan 12 orang dari berbagai tingkatan usia ini mengadakan pertemuan setiap hari kamis. Bu Sofja salah satunya. Beliau merupakan anggota tertua di kelas, usianya tiga tahun lagi akan memasuki setangah abad. Bu Sofja pernah bilang, motivasinya mengikuti kelas ini yaitu ingin membuat kue untuk cucu-cucunya, kalau nanti mereka main ke rumah beliau.
Aku dan Bu Sofja keluar paling terakhir, setelah berpamitan pada Chef Mondy kami melangkahkan kaki keluar sambil berbincang. Tempat kursus kami terletak di salah satu bangunan ruko di komplek perumahan.
"Neng Nis, pulangnya naik apa?" Tanya Bu Sofia saat kami sudah berada di parkiran.
"Naik ojek online, Bu."
"Neng Nis, ada keperluan nggak sekarang?"
"Nggak ada, Bu."
"Mending ikut Ibu aja yu ke rumah Ibu. Nanti pulangnya bisa dianterin. Ibu jam segini nggak ada teman di rumah."
Awalnya aku ingin menolak ajakan Bu Sofja. Walaupun sudah mengenal selama empat minggu dan beliau sangat baik, rasanya akan canggung kalau aku berkunjung. Tapi, saat mendengar kalimat terakhirnya. Rasanya aku tidak tega kalau menolak ajakan beliau. Karena aku sangat tahu rasanya kesepian.
Kami sampai di rumah Bu Sofja tepat pukul setengah lima sore. Dari hasil perbincangan kami, aku mengetahui kalau Bu Sofja ternyata merupakan pensiunan dari bank swasta. Dan saat ini, memilih fokus untuk mengurus keluarga. Suami beliau merupakan pegawai BUMN di bidang perminyakan yang waktu kerjanya cukup menyita waktu bersama keluarga. Bahkan, sering kali harus meninggalkan keluarga ke luar kota.
Pukul lima sore, Bu Sofja memutuskan untuk masak karena anak-anaknya sebentar lagi akan pulang. Aku ikut membantu beliau memasak dengan kemampuanku yang pas-pasan. Sebenarnya Bu Sofja menyuruhku duduk saja, tapi rasanya tidak enak kalau aku hanya duduk melihat.
"Ibu, cucu-cucunya biasanya main kesini tiap hari apa?" Tanyaku sembari memotong kangkung.
Bu Sofja yang sedang meniriskan ayam serundeng tertawa mendengar pertanyaanku. "Ibu belum punya cucu, Neng Nis."
"Lho, bukannya Ibu ikut kursus buat cucu-cucu Ibu, ya?"
"Ya memang buat cucu Ibu. Tapi cucunya belum ada. Habisnya anak Ibu yang paling gede belum nikah."
Aku tercengang mendengar jawaban beliau.
Bu Sofja tertawa melihat responku. "Walaupun sekarang belum ada, tapi kan nanti pasti ada, Neng. Jadi Ibu persiapan dari sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Meant to Be Loved
RomanceNisrina pikir, kepergian Ridho adalah akhir dari segalanya. Ternyata, itu adalah gerbang pembuka untuk kisah-kisah lain yang menantinya di kemudian hari.