Dua hari lagi aku pulang ke Indonesia.
Ini semua dikarenakan ultimatum dari Papi sejak beberapa minggu lalu. "Kalau kamu nggak pulang. Papi bakal coret nama kamu dari Kartu Keluarga."
Begitulah kira-kira, ancaman yang Papi layangkan padaku.
Minggu depan merupakan hari penting bagi Papi dan Fakultas Kedokteran di perguruan tinggi yang sama dengan tempat aku mengenyam pendidikan sarjana. Yaitu acara pelantikan Papi sebagai Dekan. Sebagai seorang anak yang teramat sangat menyayangi kedua orangtuanya, tentu saja aku tidak akan melewatkan momen tersebut.
Walaupun Mami dan Papi sangat sibuk dengan profesinya, mereka tidak pernah mengabaikanku. Selalu memperhatikanku disela-sela kesibukan, walau sekadar menanyakan aku sudah makan atau belum.
Orang yang paling heboh mendengar berita kepulanganku adalah dua anak manusia yang beberapa bulan ini selalu merecoki kehidupanku. Ya! Siapa lagi kalau bukan Gita dan Haziq. Mereka langsung heboh kesana-kemari, mempersiapkan farewall party untukku.
Dari sofa depan televisi, aku memperhatikan mereka berdua yang sedang berkutat di dapurku. Memasak beraneka ragam hidangan khas Korea Selatan yang akan teramat sangat aku rindukan, saat di Indonesia nanti.
Saat kubilang di Indonesia sudah banyak tempat makan yang menyediakan makanan khas Korea Selatan, dengan percaya diri, Gita mengatakan bahwa rasanya tidak akan sama.
Aku tersenyum saat Gita dan Haziq terlihat sedang berselisih, entah memperdebatkan apa. Yang jelas hubungan mereka itu tipe yang saat dekat selalu ribut, kalau jauh akan merasa galau karena rindu.
Dering pesan masuk di ponselku memutus pandanganku dari dua orang itu. Rupanya dari Agam yang mengabarkan akan bekerja lembur hari ini. Setelah membalas pesannya, aku menyimpan ponselku di sofa, kemudian beranjak ke dapur untuk mengecek para koki dadakan itu.
Sebulanan ini, intensitas kami memberi kabar memang meningkat, selayaknya dua orang yang sedang pdkt. Tapi, Agam belum aku beritahu kabar rencana kepulanganku. Sengaja, ingin memberi kejutan.
Setengah jam kemudian, kami sudah duduk mengelilingi meja di depan televisi yang sudah dijejali berbagai macam makanan. Diantaranya ada samgyetang —sup ayam yang terdapat ginseng di salah satu bahannya, kemudian ada bulgogi —daging sapi dengan bumbu khas, lalu ada japchae —tumisan khas Korea, terakhir ada tteokbokki serta kimchi.
Selesai makan, kami langsung membereskan dapur dan mencuci peralatan yang sudah kami digunakan. Setelahnya, kami mendudukan diri di sofa, melanjutkan perbincangan sambil menikmati dessert box yang aku buat, siang tadi.
Gita dan Haziq pasti akan sangat aku rindukan kehadirannya. Walaupun kerap berisik dimanapun berada —awalnya aku sempat terganggu dengan keberisikan Gita dan Haziq, mereka adalah orang yang baik dan sangat memperhatikan aku.
Mata mereka berkaca-kaca, saat dua hari kemudian, mengantarku ke bandara.
"Kak, jangan luapin aku, ya."
"Semoga perjalanan Kak Nisrina berjalan lancar. Sampai jumpa lagi."
Setelah berpelulan seperti teletubbies, aku memasuki gate keberangkatanku sambil melambai kepada Gita dan Haziq. Haziq tampak mengelus pundak Gita yang saat ini menangis.
Semoga mereka telah menyadari perasaan satu sama lain, saat berjumpa lagi denganku, suatu hari nanti.-
Mami dan Papi langsung memelukku erat, saat sampai di rumah, menemukan aku sedang makan mi kocok yang Bibi buatkan untukku.
Mereka tidak menjemputku di bandara, sebagai gantinya, malam ini aku tidak dibiarkan bebas. Mami dan Papi memasuki kamarku saat aku bersiap untuk tidur, kemudian keduanya ikut berbaring di kedua sisi ku, memintaku untuk bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meant to Be Loved
RomanceNisrina pikir, kepergian Ridho adalah akhir dari segalanya. Ternyata, itu adalah gerbang pembuka untuk kisah-kisah lain yang menantinya di kemudian hari.