Say Hi

515 50 0
                                    

Senyumku mengembang begitu aku menemukan Tia sedang merangkai bunga di meja. Aku langsung menghampirnya dan duduk di sebrang Tia.

Tia mengerutkan keningnya saat melirikku sekilas, kemudian kembali fokus pada bunga-bunga di tangannya. Tangan terampilnya itu dengan cekatan merangkai bunga menjadi kesatuan, lalu membungkusnya dengan kertas.

Cincin di jari manisnya membuatku tersadar, kalau Tia sebentar lagi akan dipersunting oleh Surya. Sebulan yang lalu, Surya sudah secara resmi melamar Tia di hadapan rekan serta keluarga besar. Sedangkan untuk akad dan resepsi akan di laksanakan bulan depan di hari yang berbeda.

“Aduh, ngeri gue liat lo senyum-senyum gitu, Nis.” Aku mengangkat pandangan saat suara Tia terdengar. Wajahnya dipenuhi keheranan, membuatku terkikik geli.

“Nggak nyangka, deh, lo udah mau jadi istri orang.”

Wajah keheranan Tia terganti dengan senyum cemerlang. “Mau juga, ya~? Ajak si Bapak Adri, dong, kalau mau.” Setelah mengatakan itu, Tia pergi ke depan membawa buket yang baru diselesaikannya untuk diserahkan kepada karyawan. Aku terus menatap Tia sampai hilang terhalang bunga-bunga.

Adri memang secara tidak langsung sudah mengatakan niatnya yang ingin serius denganku di awal kedekatan kami. Tapi untuk saat ini, aku belum terpikirkan untuk menikah. Kami baru dekat beberapa bulan, semua mengalir begitu saja.

Adri tidak setiap minggu mendatangiku, mengingat kesibukannya. Tapi kami selalu saling mengabari setiap hari, atau sering telponan dan videocall saat malam. Waktu kunjungan Adri juga lebih sering dihabiskan di rumahku. Tak jarang Adri main saat ada Mami dan Papi di rumah. Jadinya, mereka malah diskusi, bukan mengapeliku.

“Woy! Malah ngelamun. Mau makan ayam SPG, nggak?”

“Mau dong, Ti. Banyakin serundeng jangan lupa di note.” Tia langsung membuka ponselnya untuk melakukan pemesanan.

“Jadi, gimana tawaran seminar itu, lo mau ambil?” Tia bertanya sambil meletakan ponselnya di meja.

“Heem. Tinggal nunggu dikirim Term of Referencenya aja sama panitia.”

“Widiiih, hebat banget temen gue jadi pembicara di seminar.” Tia mencolek daguku. “Udah macem Bapak lo aja, ya.”

“Untung ada Papi yang bisa gue tanya-tanya. Eh, terus jadinya gimana itu venue kawinan lo?”

“Ya udahlah, ya, ngalah aja kita mah. Konsep juga mau jadi garden party aja di tempat punya laki lo. Bilangin laki lo, kasih gue diskon. Biar uangnya bisa nambah bekel bulan madu.” Tia menggenggam tanganku dengan mata berbinar penuh harap.

Aku menghembuskan napas kencang. “Moh!” kemudian menyingkirkan tangan Tia dari tanganku.

-

Sore ini aku sedang bersiap-siap untuk wakuncar alias waktu kunjung pacar.

Sebenarnya tidak akan pergi kemana-mana, sih. Tapi masa aku pakai baju buluk saat Adri kemari. Nanti dia balik kanan maju jalan.

Bi Atik masih stay di rumah saat ini. Sejak insiden ke-gap dulu, Mami memang selalu menugaskan Bi Atik saat pacarku datang ke rumah ketika Mami dan Papi tidak ada. Supaya tidak berdua-duaan, katanya.

Padahal, kan, ada orang ketiga juga tidak menutup kemungkinan. Eh, maksudnya?

“Neng Srin, kenapa nggak pernah diajak jalan-jalan Aanya? Biasanya, kan, yang pacaran sukanya main ke mall, nonton, makan di luar.” Tanya Bi Atik.

“Yang ini mah beda, Bi. Sudah tidak muda lagi, jadi waktu luangnya mending kita nikmati di rumah aja. Di sini juga sama aja, kok, kalo nonton sama makan mah.” Jawabku ngasal.

Meant to Be LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang