I don't love her anymore.
**
"Lo masih di rumah?"
Aku menanggapi cemoohan Mbak Rani dengan dengungan singkat, lalu beranjak ke dapur. Perutku sudah memberontak sejak tadi, karena aku sudah lupa kapan terakhir kali ada makanan yang masuk ke perutku.
"Kirain udah kabur ke mana." Mbak Rani masih melanjutkan ledekannya.
Sudah seminggu ini aku mengurung diri di studio di rumah. Aku cuma keluar untuk makan dan tidur, sehingga jarang bertemu dengan siapa pun. Sesekali berpapasan dengan Mama, yang sudah mengerti dengan kebiasaanku ini.
"Ka, ada tamu."
Aku tengah menyendok nasi ke piring ketika Mas Arsya, suami Mbak Rani menghampiri di meja makan.
"Siapa?"
Aku enggak punya banyak kenalan di Jakarta. Teman sekolahku dulu sudah lama putus hubungan. Hanya kenalan karena ARTE, tapi mereka tidak punya alasan untuk menemuiku di rumah.
"I don't know. But be careful."
Ucapan Mas Arsya menimbulkan beberapa pertanyaan di dalam benakku. Aku meletakkan piring kosong di meja makan, lalu menuju ruang tamu. Di belakangku, Mas Arsya mengikuti, membuatku semakin penasaran.
Langkahku terpaku saat menyadari siapa yang mencariku.
Galih.
It's a bad news. Kalau dilihat dari matanya yang berapi-api dan wajahnya yang memerah saat melihatku. Terakhir kali bertemu dengannya, dia tidak berkata apa-apa. Dia cuma menarik Lydia dan membawanya pergi. Aku tidak mengejar mereka karena saat itu sedang opening Saujana, dan aku tidak ingin ada keributan.
"Bajingan." Galih menghambur ke arahku. Gerakannya begitu tiba-tiba, satu pukulannya menghantam wajahku, membuatku terjengkang.
Teriakan Mbak Rani memenuhi pendengaranku.
Aku berusaha bangkit tapi Galih kembali memukulku bertubi-tubi seolah aku adalah samsak tinju. Emosi yang menguasainya membuat Galih jadi seperti kesetanan, tinjunya tanpa henti mendarat di tubuhku. Aku berusaha menghindar, tapi Galih begitu kuat, sehingga yang bisa kulakukan hanyalah melindungi wajah dengan kedua tangan.
Galih terus merapalkan umpatan seiring dengan tinju yang dilayangkannya. Telingaku semakin terasa pekak oleh teriakan Mbak Rani.
Aku baru sadar Galih tidak lagi memukulku. Setelah menurunkan tangan, aku melihat Mas Arsya kesulitan menahan Galih. Dia masih mengumpat, sekaligus memberontak dari pegangan Mas Arsya.
"Kamu enggak apa, Dek?" tanya Mama yang berjongkok di sampingku. Mama membantuku untuk duduk, sementara aku meringis kesakitan karena pukulan Galih. "Dia siapa?"
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Mama, Galih kembali menghambur ke arahku. Namun kali ini ditahan Mas Arsya.
"Who are you?" tanya Mbak Rani. Dia begitu menjulang saat berdiri di depanku. "Saya akan lapor ke polisi kalau kamu tidak pergi sekarang."
"Mbak..." panggilku, meski susah. Mbak Rani menoleh ke arahku yang susah payah berdiri dibantu Mama. "It's okay. I can handle him."
"Shut up," desis Mbak Rani.
Aku tidak menghiraukannya, juga tidak menghiraukan Mama yang mencegahku saat akan mendekati Galih. Dia masih berusaha memberontak ketika Mas Arsya menariknya menjauh menuju pintu.
"Bajingan. Mau lo apa sekarang? Lo mau ambil Lydia dari gue? Puas lo udah ngehamilin dia?"
Suasana rumah mendadak hening setelah mendengar umpatan Galih.
![](https://img.wattpad.com/cover/280125796-288-k67812.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Paint
RomanceHe speaks with color! Caleb Raka, pelukis yang mengungkapkan isi hati lewat warna. Dia pernah jatuh cinta, tapi terpaksa merelakan perempuan yang dicintainya memilih orang lain. Azalea Karina. They said she lives with golden spoon in her mouth. Namu...