20. Caleb

6.7K 1.7K 112
                                    

If only I can paint my pain

**

"Can we talk?"

Pesan itu dikirimkan dua jam yang lalu dan sampai sekarang masih belum kubalas. Sudah tidak terhitung berapa kali Lydia mengirim pesan, dan semuanya bernasib sama.

Aku tidak pernah membalas pesannya.

Pengakuan Lydia mengusikku. Bagiku dia adalah masa lalu. Aku tidak lagi mengharapkannya, sekalipun saat ini kesempatan untuk kembali bersama terbuka lebar. Jika aku menerimanya, Lydia dengan senang hati akan meninggalkan Galih.

Apa itu yang kuinginkan? Lydia meninggalkan Galih untukku.

Apa aku bisa bahagia jika kembali bersama Lydia? Dulu, aku berbahagia dengannya. Namun, dia meninggalkanku dalam keadaan terluka. Butuh waktu untuk mengobati luka itu. Bahkan aku masih bisa merasakan sakit setiap kali teringat Lydia.

Aku tidak tahu apakah kembali bersama juga mengembalikan kebahagiaan seperti dulu.

Dan juga, apa Lydia akan berbahagia denganku?

Semula aku pikir perempuan tanpa wajah ini adalah Lydia. Aku pernah mencoba melukiskan Lydia, tapi lagi-lagi lukisan itu tidak selesai. Warna yang kugoreskan tidak sesuai dengan Lydia.

She's not her.

Aku mengambil tumblr dan menenggak isinya. Tidak ada setetes air di sana. Dengan berat hati, aku keluar dari studio dan turun ke lantai dua.

Galeri ini terasa hening. Baru kusadari kalau sudah malam, Tania dan yang lainnya sudah pulang sejak tadi. Aku terbiasa dengan suasana hening setiap kali tersadar sudah mengurung diri selama berjam-jam di studio.

"Hai..."

Refleks, aku melompat saat seseorang mengagetkanku. Sambil menggeram, aku memusatkan perhatian pada badut yang tiba-tiba muncul di galeri ini.

Dia bukan badut.

Sosok itu ... "Azka?"

Si bola bekel itu menyengir lebar di depanku. Tidak peduli saat ini aku meringis melihatnya.

"What are you doing here?"

"Temanku ulang tahun. Jadi, aku dandan di sini buat ke pesta."

Saat meneliti sosok di depanku itu, aku malah mempertanyakan penglihatanku. "What are you wearing?"

Azka dan pakaian yang dikenakannya selalu membuatku bergidik. Dia begitu colorful. Dia enggak ragu menabrakkan beberapa warna sekaligus. Warna-warna itu membuatku sakit mata, tapi bagi Azka itu adalah fashion.

Fashion my ass.

Kalau hari biasa Azka cuma membuatku sakit mata, malam ini dia benar-benar membuatku butuh memandangi kanvas kosong untuk menyembuhkan penglihatanku.

"Temanya Disko 70-an, jadi ya aku pakai outfit ini. How do I look?"

Azka berputar di depanku, memamerkan pakaiannya yang sangat mencolok. Dia memakai celana kuning berpotongan sangat lebar dari lutut ke bawah. Jenis celana yang terlihat aneh jika dipakai oleh orang yang salah, tapi justru mempertegas kaki jenjangnya. Kalau saja dia memakai warna normal, bukan kuning yang sangat terang benderang itu.

Seakan celana kuning belum membuatnya jadi pusat perhatian, Azka memakai atasan tanpa lengan dengan motif geometri beragam warna. Merah, oranye, kuning, hijau dan entah warna apa lagi.

Dia memakai sepatu boots dengan platform tinggi berwarna merah.

Juga, wig blonde yang membuatnya terlihat seperti makhluk asing.

Love PaintTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang