What's past is past. Don't let your past define your present and future.
#azkarambling #randomthought #justthinking
liked by brianmayhadi and 9846 others
view 1283 comment
xxiixxii: yah, gak bakal balikan sama kevin nih?
brianmayhadi: you go, sist!
**
Ada dua tipe pengunjung ARTE siang ini. Pertama, yang sibuk foto-foto biar dapat konten aesthetic untuk Instagram. Kedua, yang pura-pura cuek padahal sibuk melirik Brian sambil berharap ada kesempatan untuk foto bareng.
Aku enggak termasuk ke dalam dua kelompok itu, karena sejak tadi mataku terus melirik ke tangga sambil memikirkan Caleb.
We were having a moment. Aku enggak mengada-ada ketika merasa punya momen dengan Caleb. Sepanjang weekend, aku terus mengulang momen itu. Menurutku, momen itu membuat hubunganku dan Caleb setingkat lebih tinggi ketimbang sebatas co-worker.
Aku siap mengulang momen itu pagi ini, tapi aku malah dikejutkan oleh kehadiran Lydia. Semua yang ada di benakku mendadak buyar ketika melihat Caleb memeluknya, sementara Lydia menangis.
Aku enggak sempat menyelesaikan sapaan karena langsung lari ke lantai dua. Saat sampai di anak tangga terakhir, aku melirik dan bersitatap dengan Caleb. Buru-buru, aku beranjak, bahkan mengurung diri di ruang meeting ketika mendengar langkah kaki menaiki tangga.
Lydia masih di sini, tepatnya di lantai tiga padahal sudah tiga jam 40 menit berlalu. Yes, aku menghitungnya. Kayak orang kurang kerjaan aja.
"Ka, Tania masih lama?"
Aku tergagap ketika Brian mencolek lenganku, membuatku terpaksa mengalihkan perhatian dari tangga.
"Mungkin," sahutku asal.
"Lo liatin apaan, sih?"
Sambil berusaha mengusir Caleb dan Lydia dari benakku, aku menghadap Brian. "Lo mau nungguin Tania? Mending enggak usah, sebelum fans lo bikin keributan."
Berusaha untuk tidak terlalu kelihatan, Brian melirik sekelilingnya. Beberapa pengunjung masih sibuk kasak kusuk dan mencuri fotonya.
Sejak lagunya booming, Brian berubah jadi idola. Terutama cewek-cewek, termasuk teman-teman dan followers-ku. Dari sekian banyak cewek yang menggemarinya, Brian masih saja stuck di perasaannya ke Tania sekalipun dia tahu Tania enggak pernah menganggapnya lebih dari teman.
Kalau fans Brian tahu idoalnya ini enggak lebih dari cowok bucin yang bego.
Speaking of cowok bucin yang bego, Caleb juga. Meski kadar bucin dan begonya beda dengan Brian.
Tadinya kupikir Bad Mood Caleb adalah jenis paling menyebalkan. Ternyata Stupid Caleb jauh lebih ngeselin.
Wait, kenapa aku uring-uringan begini?
"Lo ngapain geleng-geleng begitu? Awas copot tu kepala," ledek Brian.
Aku mendecakkan lidah. Untung saja ada Brian, aku bisa menjadikan dirinya sebagai pelampiasan kekesalan.
"Lo pulang deh. Tania belum tentu balik ke sini. Gue mau kerja," usirku.
"Kerjaan lo ngapain, sih?"
"Mau tahu aja lo," semburku.
Brian terkekeh. "Lo belum makan siang, kan? Temenin gue dong. Malas sendiri."
Aku mencebik. "Makanya cari pacar, biar enggak gangguin gue."
"Nanti, kalau Tania udah mau sama gue. Btw, si Kevin gangguin gue mulu. Lo balikan gih sama dia, biar dia enggak caper sama gue." Brian merangkul pundakku, lalu menggiringku keluar dari ARTE.
Mendengar nama Kevin meluncur dari mulutnya membuatku refleks mengerang. "Over my dead body."
Tawa Brian makin menjadi-jadi. Dia enggak mendukung hubunganku dengan Kevin. Brian memang nyebelin, tapi dia kakak yang bisa diandalkan. Menurutnya Kevin terlalu shallow. Kevin sering sok akrab dengan Brian padahal mereka baru berkenalan setelah Kevin pacaran denganku.
"Lagian, pacaran sama Kevin," ejeknya.
"Enggak usah ngatain. Lo juga, masih aja ngarepin Tania," balasku.
Seharusnya aku enggak membahas Tania, karena Brian langsung mencecarku dengan alasan kenapa Tania masih jual mahal. Alasan yang mengada-ada, cuma buat memuaskan ego Brian karena dia enggak bisa terima Tania cuma menganggapnya teman.
Sementara Brian terus mengoceh, aku mengalihkan pandangan ke luar jendela. Saat itulah mataku tertumbuk pada Avanza hitam yang terparkir di seberang ARTE, di depan ruko yang enggak dihuni.
Seingatku, mobil itu ada di sana pagi tadi, ketika aku baru tiba di ARTE. Aku berusaha melihat ke dalam mobil, tapi enggak melihat siapa-siapa karena kacanya yang gelap.
Mendadak, perasaanku jadi enggak enak.
**
Mobil itu masih ada di sana ketika Brian mengantarku kembali ke ARTE, tiga jam kemudian. Kecurigaanku semakin menjadi-jadi. Mobil itu sengaja diparkir di sana. Aku yakin ada orang di dalamnya, dan siapa pun dia, tengah mengawasi ARTE.
Aku berdiri di depan ARTE, sengaja menghadap ke mobil itu. Firasatku menyebut mobil itu ada hubungannya dengan Lydia.
Mungkin itu mobil suaminya yang memukul Caleb waktu itu.
Aku menggeleng, berusaha mengusir kekhawatiran yang enggak beralasan itu.
Dengan perasaan kacau, aku memasuki ARTE. Pikiranku sibuk berkelana ke tempat lain sampai-sampai enggak menyadari ada Kevin di dalam. Dia menarik tanganku ke sudut galeri.
"Lo ngapain lagi?" semburku.
Sejak pesta Rebecca, dia enggak pernah menghubungi. Bukannya aku ingin dia menemuiku, meski untuk minta maaf. Lebih baik begini, biar aku enggak terpancing emosi karena muak melihat wajahnya yang menyebalkan itu.
"Aku mau minta maaf." Kevin memasang wajah memelas, dengan puppy eyes yang sangat disukai penggemarnya. Tapi di hadapanku, puppy eyes itu enggak memberikan efek apa-apa.
"Minta maaf buat apa?"
"Soal pesta Becca. Aku kebawa aja sama yang lain. Ririe yang mulai," kilahnya.
Aku mendengkus. "Mulut lo tuh yang ember, malah nyalahin orang lain."
Kevin masih menatapku dengan wajah memelas. "Aku enggak bermaksud gitu, Ka. Stanley yang salah paham, terus ngasih tahu orang lain."
"Tapi lo juga iyain rumor itu, kan?" Nada suaraku meninggi, membuat pengunjung melihat ke arah kami. Aku menarik napas, mencegah diriku agar enggak kelepasan emosi dan membuat kami jadi tontonan. "Nama baik gue udah lo rusak, jadi cukup sampai sini aja. Gue enggak sebego itu mau balikan sama cowok kurang ajar kayak lo."
Tanpa menunggu balasannya, aku memutar tubuh dan melangkah secepat yang aku bisa di atas sepatu boots tinggi yang kupakai. Aku enggak peduli lagi dengan Kevin.
Aku sudah membuang waktu menjadi cewek bego yang pacaran dengan Kevin cuma demi popularitas. Enggak ada untungnya bagiku, yang ada malah merugikanku. Apalagi sekarang, ketika Kevin sudah mencoreng nama baikku.
Stupid Azka was done.
Di anak tangga terakhir, aku berpapasan dengan Caleb. Dia enggak sendirian, ada Lydia di sampingnya. Aku langsung membuang muka saat dia ada di hadapanku.
Aku enggak suka melihatnya bersama Lydia. Kekesalan yang kurasakan ketika melihat Lydia bersama Caleb jauh lebih besar ketimbang rasa kesal saat berurusan dengan Kevin. Aku ingin mengonfrontasi Lydia, menyuruhnya untuk enggak pernah kembali ke ARTE.
Tapi, yang bisa kulakukan cuma menyingkir dari mereka sambil mengutuk perempuan itu dalam hati.
Stupid Caleb.
I hate Stupid Caleb.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Paint
Любовные романыHe speaks with color! Caleb Raka, pelukis yang mengungkapkan isi hati lewat warna. Dia pernah jatuh cinta, tapi terpaksa merelakan perempuan yang dicintainya memilih orang lain. Azalea Karina. They said she lives with golden spoon in her mouth. Namu...