EMPAT PULUH DELAPAN

10.6K 694 53
                                    

SKAVA: VOTE DULU!

***

Seorang wanita yang tengah memandang sebuah kain Bayi yang nampak sangat berharga bagi hidupnya. Terus memandangi Kain tersebut hingga air matanya luruh begitu saja.

"Dimana Kamu sekarang sayang." Lirihnya. Reyna menghirup aroma kain Bayi nya tersebut dalam-dalam. Hatinya seperti tertusuk saat ingat anak malangnya yang kian belum pernah ia temui. Bahkan kabar sekalipun.

"Maafin mamah," Reyna Menangis Pelan suara tangisannya pun tidak Dapat didengar oleh seorangpun. "Andai dulu mamah bisa menjaga kamu dari ketidakwarasan Papah kamu sayang ..."

Reyna terdiam sejenak. terus memeluk Kain tersebut, Mengingat bahwa Putri nya tidak Pernah ada disisi-Nya membuat Reyna sangat terpuruk. Andai waktu bisa di putar kembali Reyna tidak akan pernah membiarkan anaknya diambil oleh Avanka.

Terdengar derap langkah kaki yang terdengar ditelinga nya, Reyna langsung mengembalikan Kain tersebut kedalam Kotak kecil dan menyimpan nya kembali ke Lemari Bajunya. Takut jika suaminya yang datang.

Saat Reyna hendak berdiri sudah ada Zidan yang Masuk Ke dalam kamarnya. Huh, ia pikir suaminya lah yang menuju kearahnya ternyata Zidan, syukurlah!.

Reyna menghapus Jejak air matanya dan menghampiri anaknya itu. Seraya menampilkan senyum manisnya.

Zidan yang mengetahui Reyna habis Menangis pun Heran. Apa mungkin Papahnya yang membuat Reyna menangis seperti ini?

"Mah, mamah habis nangis?"

Reyna menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau Zidan ikut sedih Nantinya. "Mamah gak papa."

"Jangan bohong, mamah pasti habis nangis, kan?" Zidan yang menatap Reyna seperti menundukan Kepalanya semakin yakin.

Zidan mengehela nafasnya sejenak. "Cerita sama Zidan mah, apa papah yang buat mamah nangis?" Tanya Zidan membuat Reyna menggeleng kepalanya keras. Ia takut jika Zidan menyangka bahwa Avanka yang membuat dirinya menangis seperti ini lalu terjadi keributan.

"Mamah cuman kangen sama adik kecil kamu, selebihnya mamah gak papa Zid,"

Deg.

Zidan terdiam sebentar jantung nya terasa lebih cepat dari sebelumnya. "Mah, Jangan terlalu dipikirin dulu tentang hal itu, Zidan gak mau nanti mamah sakit."

"Zidan, Mamah ingin bertemu dengan adik kecil kamu, rasanya mamah ingin peluk Jika mamah ketemu sama Putri kecil mamah. Rasa bersalah terus ada dipikiran mamah zid, Mamah gak bisa menahan itu semua." Ucap Reyna mampu membuat Zidan terdiam seribu bahasa. Pernyataan yang sangat menyakitkan.

Zidan mengangguk saja. "Iya mah, Mending sekarang mamah istriahat aja, Zidan Pergi dulu ada urusan."

"Kamu mau pergi kemana? Bukannya Kamu hari ini gak sekolah?"

"Zidan bukan mau Kesekolah, Tapi mau kerumah sakit. Jengukin temen yang lagi sakit." Elaknya, Padahal Dirinya mau melihat kondisi adiknya yang masih terbaring dirumah sakit.

Reyna mengangguk mengizinkan. "Yaudah hati-hati, Jangan suka ngebut naik motornya. Semoga temen kamu cepat Pulih ya?"

Zidan mengangguk dan tersenyum miris. "Iya mah. Kalo gitu Zidan Pamit, assalamualaikum."

SKAVA {ON GOING}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang