●H a p p y R e a d i n g●
✨🕊✨
"Damaraaa! Hai!" Mata Damara membola ketika melihat semua orang didepannya. Badannya bahkan juga menegang tiba-tiba. Mengapa mereka semua bisa berada disini?!
"Kak, siapa yang da--" Adinata ikut terdiam melihat sekumpulan orang-orang didepannya. Siapa mereka semua?
"Ra! Kamu punya adek?!" Wanita yang paling mungil diantara semuanya, berjalan mendekati Adinata. Tangannya tergerak untuk mencubiti pipi Adinata. Namun gagal karena Adinata yang tiba-tiba mundur kebelakang.
"Ra. Kamu.. oke?" Pria dengan kacamata melekat diwajahnya, menepuk pundak Damara pelan saat melihat Damara yang hanya diam dari tadi.
Damara akhirnya tersadar. Ia langsung mengedarkan pandangannya ke seluruh orang-orang itu. "Kenapa kalian bisa tahu?" tanyanya pelan.
"Kita tahu dari Jeffrey, Ra. Kita maksa dia buat ngasih tahu keberadaan kamu. Maafin kita, Ra." Shae angkat bicara tentang keberadaan mereka semuanya disini.
Damara tersenyum kecil mendengar penuturan Shae. "Ngga pa-pa, Kak! Aku malah seneng kok! Cuma ya gitu, aku terlalu kaget tadi. Kalo gitu, kalian masuk dulu yuk!" ucap Damara mempersilahkan.
Semuanya mengangguk antusias lalu satu per satu masuk kedalam apartemen Adinata dengan masing-masing kresek ditangan mereka.
Sebelum Damara menutup pintu, Adinata berkata pelan. "Kak.." Dia menatap Damara cemas.
Damara tersenyum manis. "Gapapa, Na. Mereka semua baik kok. Kamu gaperlu khawatir. Oke?" ujar Damara sambil mengusap lembut surai Adinata. Walaupun rasa ragu masih menyelimuti dirinya, dengan kaku Adinata mengangguk.
Ting! Tong!
"Kak Damara! Itu pasti Kak Jeff." Mendengar bel kembali berbunyi, Biya kembali mendatangi pintu apartemen. "Biar aku yang buka, Kak. Kakak sama si ganteng ini, duluan aja." Damara langsung mengangguki ucapan Biya lalu berjalan meninggalkan Biya bersama Adinata disampingnya.
"Loh, Bi? Kok kamu yang buka?" Jeffrey mengernyit heran saat mendapati Biya didepannya. "Kok bisa?" tanyanya bingung.
Biya mendengus jengkel. "Apa? Kakak ngarepin Kak Damara yang bukain pintunya? Iya?" Matanya memutar malas. "Jangan harap." Dengan cepat, Biya merebut kresek berisi beberapa kotak pizza ditangan Jeffrey lalu pergi begitu saja.
Jeffrey menatap kepergian Biya dongkol. Bisa-bisanya gadis itu pergi meninggalkannya setelah merebut kresek miliknya. Jeffrey mengelus dadanya pelan. Biya selalu bisa membuatnya darah tinggi.
"Mas ngga mau masuk?"
"Astagfirullah!" Jeffrey terjengkit kaget saat mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Damara itu. Dia kembali mengelus dadanya.
Damara juga refleks memegangi dadanya. "Mas kaget ya?" Damara tersenyum kikuk pada Jeffrey. "Maafin aku, Mas."
Jeffrey menggeleng cepat. "Gapapa, biasa itu." sahutnya.
Damara terkekeh pelan mendengarnya. "Masuk yuk, Mas. Yang lain udah pada nungguin tuh." Damara mempersilahkan Jeffrey masuk lalu bergegas menutup pintu dan berjalan bersama menuju ruang tamu.
"Harus dijemput dulu nih ceritanya?" celetuk Raina setelah melihat Jeffrey yang datang bersama Damara lalu mendudukkan di samping Adinata.
Telinga Jeffrey memerah. Dia langsung mencomot sepotong pizza dan segera memakannya. Pria itu memilih untuk mengabaikan tatapan mereka semua.
"Ada yang salting nih. Cieee!" Biya tergelak geli melihat ekspresi Jeffrey yang sedang salah tingkah karena ucapan Raina. Tawanya bahkan sampai menular ke semua orang disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Single Mom, Seriously?! [End]
FantasySalma adalah seorang mahasiswi fakultas kedokteran asal Bandung yang bercita-cita ingin secepatnya pergi dari rumah. Memang terdengar aneh, tapi itulah kenyataannya. --- "Mama.. aku pengen pergi dari rumah boleh gak?" "Coba bilang sekali lagi, bia...