●H a p p y R e a d i n g●
✨🕊✨
Setelah berbagai bentuk bujuk dan rayuan, Damara akhirnya bisa pergi bersama Adinata ke Bandung. Dan kini, ia sedang berada di balkon apartemen milik Adinata--menunggu bocah itu pulang dari sekolahnya.
Damara memilih tinggal disini untuk mencegah kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi nantinya jika dirinya tinggal di rumah Nenek.
"Duh, si Nana kok lama banget pulangnya?" gerutu Damara khawatir. Pasalnya, jam sudah menunjukkan pukul tiga lewat. Namun Adinata tak kunjung pulang. Bukankah seharusnya anak SMA itu pulangnya jam setengah tiga?
Ketika rasa risau melandanya habis-habisan, mata Damara membola saat mendapati Keenan berjalan kedalam pintu masuk apartemen. Karena tak ingin diciduk sedang berada disini, Damara bergegas masuk ke dalam apartemen dan langsung mengunci pintu balkon. Semoga saja, Keenan tak melihatnya tadi.
"Assalamu'alaikum," ucap Adinata saat memasuki apartemen. Setelah melepaskan sepatu dan meletakkannya dirak, dia berjalan menghampiri Damara yang juga tengah mendatanginya.
"Waalaikumsalam. Na! Kok lama banget pulangnya? Kakak khawatir tau!" Damara mengomeli Adinata seraya berkacak pinggang dan menatapnya dengan tatapan garang khas Kak Ros.
Adinata hanya cengegesan ditatap begitu. "Aku ada ekskul basket tadi. Makanya, agak telat pulangnya," jelasnya.
"Beneran?" tanya Damara memastikan.
"Iya, Kak. Malahan aku pernah pulang lebih larut."
Damara mengangguk. "Yaudah deh. Kalo gitu, kita makan dulu yuk. Kakak udah masak tuh." Damara menunjuk meja makan yang diatasnya sudah terhidang berbagai jenis makanan.
Adinata melongo. "Ini ngga kebanyakan, Kak?" tanyanya setelah mengambil tempat duduk yang diikuti Damara juga.
"Buat nanti-kan bisa," jawab Damara sambil mengambilkan nasi untuk Adinata lalu menyodorkannya. "Nasinya pas?" Adinata langsung mengiyakannya.
Adinata mengambil ayam goreng bumbu, sambal terasi, tempe tahu, serta lalapannya. Tak lupa, dia juga mencomot dendeng balado dan peyek udang yang Damara buat.
"Bismillah." Saat satu suapan masuk kedalam mulutnya. Adinata speechless. Kombinasi rasa masakan Damara yang next level sampai bisa membuatnya fever jika dihiperbola-kan.
Duh. Udah kayak judul lagu aja.
"Untuk nilai si, one hundred persen. Enak banget soalnya! Perpaduan ayam, tempe tahu, lalapan sama sambelnya itu loh! Beuh! Lazis abis!" Damara menggeleng tak habis pikir. Komentar Adinata pada masakannya sudah seperti food vlogger yang ada di acara televisi. Apalagi ditambah dengan kata-kata khasnya.
Udah cocok ini mah, tinggal di casting aja."Bisa aja kamu, Na." kata Damara sambil terkekeh kecil.
Adinata ikut cekikikan dengan pipi menggembung. "Oiywa, Kwak." Setelah menelan makanan dalam mulutnya, Adinata kembali berkata. "Buatin aku aku bekal dong. Terakhir kali, aku bawa bekal itu cuman pas kelas empat." Adinata mengakhiri ucapan dengan senyuman tipis tersungging dibibirnya.
"Boleh. Kamu mau apa? Biar Kakak buatin yang paling spesial," ucap Damara berusaha menghibur Adinata.
Memiliki orangtua yang gila kerja, membuat Adinata terbiasa tumbuh dengan perasaan sakit yang selalu dipendamnya. Meskipun, Adinata terlihat baik-baik saja dari luar. Namun jauh dilubuk hatinya paling dalam, dia sedang tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Single Mom, Seriously?! [End]
FantasiSalma adalah seorang mahasiswi fakultas kedokteran asal Bandung yang bercita-cita ingin secepatnya pergi dari rumah. Memang terdengar aneh, tapi itulah kenyataannya. --- "Mama.. aku pengen pergi dari rumah boleh gak?" "Coba bilang sekali lagi, bia...