14.Bangkit

1.9K 139 0
                                    



Nihao nihaooo??? 







    Waktu berlalu begitu cepat meninggalkan Dilla dengan segala lukanya, waktu seolah tak peduli. Namun waktu membiarkan mu terbiasa dengan luka dan duka. Waktu juga tak menjanjikan sembuh hanya memaksamu untuk mau berdamai dengannya dan membiarkan lukamu mengering dengan sendirinya.

40 hari berlalu, Dilla harus mulai belajar untuk bangkit dan mulai untuk membiasakan diri. Hidup sendiri dan memang pada hakekatnya manusia hanya mengandalkan diri sendiri lalu berserah pada yang Maha Kuasa.

Namun Dilla hanya manusia biasa, dia masih sering termenung dan menangis seorang diri. Harinya gelap tak peduli terik Mentari yang menyengat atau malam gelap yang cantik berhiasi gemerlap bintang dan bulan.

Tak ada lagi senja nan cantik yang ia kagumi atau sang fajar yang menampakkan diri dengan malu-malu namun terlihat manis.

Seberapa banyak ia mengeluh, seberapa banyak ia mempertanyakan keadilan Tuhan. Namun kenyataannya dia tak mampu merubah takdir.

Kematian adalah sesuatu yang nyata, hanya tinggal menunggu kapan giliran kita. Dilla menyadari tak ada gunanya terus menolak kenyataan pahit itu, pada dasarnya itu takan merubah takdir yang sudah terjadi.

Seperti malam ini ia lelah menangis sampai terlelap dengan sendirinya. Namun tidurnya terusik seolah Allah merindukan Dilla yang beberapa minggu ini sibuk menyalahkan takdir sampai melupakan Sang Maha Pencipta.

Dilla bangun dan termenung sebentar, biasanya ia akan tidur lagi karena sedang marah dengan Allah jadi ia tak ingin berserah diri untuk beberapa minggu ini. Namun keajaiban datang sebelum terlambat, hatinya mulai terketuk dan beranjak mengambil air wudhu lalu berserah diri pada Sang Khalik.


"Aku seperti pohon shami yang tumbuh di Gurun Pasir Bahrain, ia tumbuh sendirian dan kesepian. Hanya mampu melindungi diri sendiri dan mencoba untuk bertahan sekuat tenaga. Aku tak tahu sampai kapan aku akan bertahan dengan semua luka yang ku pendam sendirian.

Allah Tuhan ku maha kuasa diatas segalanya, Terimah kasih atas suka duka yg kau beri selama ini, aku tau KAU mengujiku . Sebab KAU percaya bahwa aku sanggup melewati tahun terpahit ini dan juga tahun-tahun selepas ini.

Rabb ku yang maha baik, sekarang aku hanya punya ENGKAU, maka aku mohon dengan segala kerapuhan diri
kuatkanlah aku, hatiku, fikiran ku juga mentalku.

Jangan biarkan aku menyerah terombang ambing pada angin ya menghembus kencang. Izinkan aku untuk menunaikan apa yang belum aku selesaikan .

Pada ibu dan ayahku atas segala do'a yang mereka butuhkan. Aku tak percaya diri apa aku bisa melewati tahun-tahun berikutnya. Tapi aku percaya ENGKAU bersamaku Yah Allahu Rabb.

Maafkan aku jika aku pernah mengeluh. Maafkan aku jika aku lupa bersyukur, maafkan aku atas segala dosa yg aku perbuat. Tuhan ku Allahu Akbar, bantu aku yang lemah ini, bimbing jiwaku yang juga sangat rapuh untuk dapat menjadi seorang wanita yang kuat dan lebih baik, yang jalannya selalu ENGKAU Ridhai. Aamiin ."  Lirih Dilla dalam doanya lalu ia melanjutkan lagi dengan berdzikir memohon ampunan karena sempat khilaf.

*****

Dilla ingin melanjutkan hidupnya dengan lebih baik, seperti hari ini adalah hari pertamanya memakai niqab. Biasanya Dilla hanya menutupinya dengan masker.

Hari ini juga kawan-kawan Dilla akan datang berkunjung dengan anak-anak mereka. Katanya sih anak-anak itu kangen dengan Dilla, biasa mereka memanggilnya dengan sebutan Bunda Dilla.

"Calamualaikum " Teriak cadel khas anak umur kurang dari 4 tahun itu. Yang Dilla yakini itu suara Aydin anak pertama dari Nuri .

"Wa'alaikum salam, sini masuk ganteng Masha Allah sih anak soleh kenceng amat teriaknya" jawabku sambil menanggapi tanganya yg ingin mencium punggung tangan ku.

"Daila (bunda Dilla)  tenapa dak teliatan nukana" tanya sih centil Tisha anak dari  Evi.

"Iyah nih daila malu kalah cantik sama Tisha" jawabku singkat sembari menciuminya lalu beralih menggendong anak kedua Nuri yang masih bayi umur setahun namanya Aiman.

Jangan tanya anak Fidyah, sih aktif itu sudah ngeluyur ikut anak-anak tetangga Dilla main kelereng. Si bocah sok tau itu lihat saja padahal usianya baru 4tahun tapi gayanya macam anak SD sok tau banget.

"Say, udah mantep berniqab? " tanya Fidyah

"In Sha Allah, do'ain yah " jawabku singkat.

"Kita selalu doain kok say " jawab evi sambil tetep makan krupuk sambel dage buatan Dilla.

Ps; Dage itu bahasa Cirebon kalo bahasa Indonesia nya oncom.
Tapi di kota Cirebon oncom tuh tempe, ribetkan 😁.

"Ntar kalo saya ke kudus kalian tolong gantian tengok sini yah" Ucap Dilla minta tolong pada sahabat-sahabatnya itu.

"Tenang aja, rumahmu gak akan dibawah keong kok"  Jawab Fidyah.

Tanpa terasa karena keasyikan ngobrol waktu menunjukkan pukul 16.00 sore. Mereka harus pamit pulang karena sebentar lagi suami-suami mereka akan pulang dari kerjaan mereka.

Setelah mereka pamit , Dilla mandi dan masak alakadarnya saja. Toh hanya untuk dirinya sendiri.

**

Dua hari setelah itu, Dilla bersiap-siap untuk pergi ke Kudus untuk menemui Mbak Ning dan Mas Firman yang baru saja pulang. Mereka berencana untuk berkeliling sekitar Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Setidaknya Dilla membutuhkan mental healing untuk dirinya sendiri, ia tidak boleh terlalu lama bergelut pada luka hatinya.

Dilla sudah memesan tiket kereta menuju Semarang lalu nanti akan dilanjutkan lagi dengan bus menuju kudus.

Dilla keluar dari rumah dan menguncinya, "AngLa, mendi (mau kemana)? " tanya  sepupu Dilla yang bernama Asih.

"Marani Kudus, sih. Titip umo yah( berangkat ke kudus, titip rumah yah) " Ujar Dilla menjawab sekaligus meminta tolong ke sepupunya itu.

"Suwe toh ang ningkanae ? ( lama yah disananya) " Tanyanya lagi.

"Yombu, deleng bae lah( gaktau, liat ajalah). Assalamualaikum " Pamit Dilla karena tidak bisa berlama-lama untuk mengejar waktu agar tidak terlambat kan kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dijalanan.

"Yowis ati-ati yah, wa'alaikum salam " Jawabnya.

***

Saat ini Dilla sudah duduk dengan tenang di kereta, kereta pun berangkat. Sepanjang perjalanan Dilla berdzikir sampai tertidur dengan sendirinya. Sampai ia di kagetkan dengan alarm adzan , yah sekarang memang sudah waktunya sholat Dzuhur.

Setelah sholat di kereta, Dilla sekarang tidak bisa memejamkan matanya kembali jadi dia memutuskan untuk memotret apa saja yang ada dalam pemandangan diluar kereta sepanjang perjalanan.




Part ini masih tentang Dilla dan lukanya dulu. Baru selanjutnya ada Gus Nauzan lagi.




Thankyou and see you 😊.











Minggu, 20 Februari 2022




Tentang Cinta , Waktu & Allah ( Penantian Cinta )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang