Seperti janjinya , Setelah makan malam dan membereskan semuanya. Dilla masuk kamar, sedangkan sebelumnya Gus Nauzan lebih dulu masuk.
Dilla mengunci pintu dan duduk disamping suaminya yang sedang duduk diranjang bersandar pada kepala ranjang, ia sedang berkutat dengan laptopnya .
"Mas,,, "
"Ehmm,, "
Hati Dilla mencelos melihat respon suaminya, ia menunduk. Wajarkah dia merasa diabaikan?. Baru saja ia menikah seminggu lalu tapi hatinya sudah tak karuan. Itulah kenapa Dilla susah membuka hati apalagi menikah, bahkan Dilla adalah yang paling terakhir menikah diantara sahabat-sahabatnya. "Kamu udah biasa menjadi shadow dalam keluargamu sendiri, dil. Jadi jangan jadiin ini masalah besar" ujar Dilla dalam hati menguatkan dirinya sendiri.
"Marah sama Dilla yah?" tanya Dilla namun tak ada respon , akhirnya Dilla memilih untuk merebahkan dirinya.
"Maafin aku yah mas , aku gada niat apa-apa. Halal kan makan, minum juga tidurku" sambungnya sembari memiringkan tubuhnya membelakangi suaminya.Dilla yang memang sensitif, menangis dalam diam. Fikirannya berkelana tak tenang, Disaat-saat seperti ini Dilla pasti merindukan ibu dan ayahnya. Ia berharap ikut sekalian dengan orang tuanya. Dilla si rapuh yang selalu memendam semuanya sendiri, si cengeng yang hanya bisa menangis dan berhenti dengan sendirinya. Ia fikir suaminya akan menjadi tempat yang membuatnya tenang. Namun ternyata,,, ah sudahlah memang inilah hidup, pikirnya.
Gus Nauzan melihat tubuh istrinya bergetar dalam tidurnya, ia meletakan laptopnya dan merebahkan tubuhnya memeluk Dilla dari belakang, mencium tengkuk istrinya .
Ia berbisik "Aku minta maaf yah, jangan nangis lagi. Hatiku sakit melihat kamu nangis"
Gus Nauzan membalikan tubuh Dilla agar menghadapnya, lalu ia menenggelamkan kepala Dilla pada dada bidangnya, merengkuh Dilla erat sembari mencium puncak kepala istrinya banyak-banyak.
"Maaf yah, sayang" ujar Gus Nauzan
"Dilla juga minta maaf, yah mas"
Mereka tidur dengan keadaan saling memaafkan dan memeluk satu sama lain.
**
Setelah sholat subuh Dilla melakukan aktivitas seperti biasa, ia membantu Mbok Rasmi menyiapkan sarapan .
Selesai sarapan Gus Nauzan memilih masuk ke kamar lagi.
Hari ini pun Gus Nauzan tidak ada jadwal. Mereka sudah terlihat baik-baik saja, namun siapa yang tau hati manusia kan? . Apalagi Dilla termasuk orang yang introvert , ia lebih suka menyimpan semua suka dukanya dalam hati. Menikmati luka seolah sudah menjadi hal yang biasa.*
"Ini paspor ku" Ujar Dilla menyerahkan paspornya pada sang suami yang sedang mengurus surat-surat yang diperlukan.
Gus Nauzan mendongak menatap Dilla dengan penuh tanda tanya. Karena merasa tak kunjung diambil dari tangannya, Dilla meletakkan paspornya dimeja kerja suaminya.
"Mau dibikinin minum apa, mas?" tanya Dilla mengalihkan perhatian.
"Ehmmmmm,,, kopi boleh deh"
"Tunggu sebentar yah" Ujar Dilla
Selesai membuatkan kopi untuk sang suami, Dilla duduk di sofa depan meja kerja suaminya. Ia mulai melanjutkan menulis ketika memiliki banyak inspirasi.
Gus Nauzan berpindah duduknya dari kursi kerjanya dan kini ia memilih duduk disamping Dilla membaca cerita yang sedang ditulis istrinya itu.
"Ihhhh, jangan liat-liat. Gak boleh" ujar Dilla sembari menutup laptopnya setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Cinta , Waktu & Allah ( Penantian Cinta )
Espiritual( Spiritual - Romance ) "Kalau ntar Dilla ndak bisa kasih anak gimana? " ucapnya sembari terisak pilu. "Bagaimana kalau sebaliknya? Bagaimana kalau Mas yang ndak bisa? " balas Gus Nauzan yang membuat Dilla diam dan semakin menunduk . "Denger mas ya...