Extra part

3.5K 117 0
                                    

Assalamualaikum, apakabar semua?

Mau nulis extra part, sudah ada di kepala semua. Hanya saja, menghilangkan rasa malas itu yang susah 😂.



Jangan lupa vote and coment!



Selamat membaca!!!

"Mauza, Mahdiyah mana?" tanya Dilla pada putranya yang sedang membaca buku.

"Dak tau, Umma. Diyah lali-lali telussh." jawabnya

"Mauza, kenapa ndak ikut lari-lari? main sama Mahdiyah."

"Dak, Umma. Mau baca aja, bial pintel kaya Abi cama Umma."

"Masyah Allah" ucap Dilla sembari mengelus kepala Mauza, "tapi kalau Mauza mau main juga tidak apa-apa, nak. Kan nanti bisa baca lagi." sambungnya yang hanya dibalas senyuman oleh Mauza.

"Temenin Umma cari Mahdiyah yuk, mau ndak?" Mauza langsung mengangguk sebagai jawabanya

Mereka berdua mencari Mahdiyah ke dalam pesantren, lebih tepatnya ke kamar santri Putri, namun tidak ada.

"Umma, tunggu cini aja ya, nanti aku cali di cana." ujar Mauza sambil menunjuk kamar santri putra.

"Yasudah, Umma minta tolong ya, nak."

"Iya, Umma. Tunggu ya, Umma."

"Iya, sayang. Terimakasih, Umma tunggu disini."

Mauza berlari mencari Mahdiyah ke kamar santri putra. Dan benar saja, Ning kecil itu sedang bermain dengan para santri.

"Diyyyyyyyaaaaaaah, cini!" teriakan Mauza membuat Mahdiyah mengedarkan pandangannya mencari keberadaan saudara kembarnya itu.

"Moja, sini! Liat ada ulat bulu, lucu banget taukkkkk."

"Astagfilullahaladzim! nanti gatal, Diyah. Kamu di caliin Umma, ayo pulang!"

"Ihhhh, moja ndak selu. Kan diyah lagi main."

"Nanti aja mainnya, bental lagi Abi pulang kelja loh."

Mahdiyah yang mendengar itu langsung berdiri dan berpamitan kepada para santri yang sejak tadi menemaninya bermain.

"Kakak-kakak, Diyah pulang dulu ya. Abi Diyah bental lagi pulang, nanti Diyah Main cini lagi, oke."

"Oke, Ning kecil. Daddahhhhh"

"Calamualaikum, daddahhhhhh"

"Wa'alaikumsalam warahmatullahi,"

Mauza hanya tersenyum dan menundukkan kepalanya sebagai salam berpamitnya. Mahdiyah langsung berjalan keluar pelataran santri putra yang di ikuti oleh Mauza dari belakang.

4 Tahun telah berlalu, banyak sekali yang berubah. Begitupun dengan Dilla dan Gus Nauzan, juga anak kembar mereka.

Mauza Zehan Al-Fawwaz (Imam yang baik, bijak, cerdik, suka belajar dan berjaya).

Mahdiyah Rifayya Al-Fawwaz ( Perempuan yang setia, penyayang, suka belajar, berjaya dan selalu terbimbing dengan benar( yang mendapatkan hidayah)) .

Si kembar yang sangat bertolak belakang itu tumbuh dengan baik dan sehat. Mauza yang pendiam namun cerdas, Mauza lebih dulu bisa berjalan lalu berbicara, ia sangat lembut dan ramah persis Abinya, namun wajahnya perpaduan antara Dilla dan Almarhum Ayahnya Dilla.

Sedangkan si cantik Mahdiyah, Wajahnya perpaduan Ummi dan Gus Nauzan, namun karakternya entah mengapa lebih mirip ke Naufal, dia lebih aktif dan cerewet, khas perempuan.

"Ummaaaaaaa," teriak Mahdiyah dari jauh setelah melihat keberadaan Ummanya.

Setelah sampai dihadapannya, Dilla mengambil posisi jongkok agar sejajar dengan tinggi Putrinya itu.

"Mahdiyah, Umma minta tolong boleh?"

"Apa, Umma?"

"Kalau panggil, jangan sambil teriak-teriak. Takut mengganggu yang lain, ndak baik loh, nduk."

"Hehe maap, Umma."

"Yasudah, tidak boleh diulang ya!"

"Iya, Umma." jawab Mahdiyah sembari mengerucutkan bibirnya.

"Yuk, masuk!" ajaknya kepada si kembar dan mereka langsung mengangguk.

Dilla menggandeng tangan anak-anaknya masuk ke ndalem. Setelah itu, Dilla langsung memandikan Mahdiyah yang baru saja bermain, membuat Ning kecil itu kotor lagi. Entah kenapa, anak itu tidak pernah takut dengan banyak hal, salah satunya ya binatang.
Sebenarnya si kembar sudah mandi sebelum ashar. Namun, sudah bisa dipastikan, si kalem Mauza akan tetap bersih karena ia tak mau banyak merepotkan Ummanya, ia kasian dengan Ummanya yang mengurus dia dan saudara kembarnya yang aktif itu. Jadi dalam keadaan seperti ini, hanya Mahdiyah yang di mandikan lagi.

Tak berapa lama, Gus Nauzan tiba dirumah dan disambut oleh Mauza yang sudah siap untuk pergi ke masjid bersama Abinya.

"Assalamualaikum, le. Wah sudah siap ke masjid ya?" tanya Gus Nauzan setelah mencium puncak kepala anak lelakinya itu.

"Wa'alaikumsalam, Abi. Iya, Mauza tunggu Abi dali tadi di cini."

"Aduh, Abi minta maaf ya, tunggu sebentar lagi mau ndak? Abi mandi dulu terus kita langsung ke masjid, oke?"

"Iya, Abi."

Gus Nauzan masuk kedalam rumah,mencium istri dan anak perempuannya sekilas lalu langsung pergi mandi, karena ia merasa bersalah dan tak mau membuat Mauza menunggu lebih lama lagi.

Setelah selesai mandi, Gus Nauzan pergi ke masjid dengan menggandeng tangan Mauza. Sedangkan Dilla dan Mahdiyah sudah pasti sholat di rumah saja.

"Abi, tau dak tadi Diyah main cama ulat di cana ( sembari menunjuk tempat santri putra) cama cantli-cantli putla."

"Astagfirullahaladzim, terus Mauza tegur Mahdiyah tidak?"

"Mauza dateng cana, telusshh kata Diyah Mauza dak celu gitu."

"Masha Allah, terimakasih yah nak, nanti Abi juga bilang sama Mahdiyah, oke?"

"Iya, Abi."

Seperti biasanya Gus Nauzan dan Mauza, kembali ke rumah setelah sholat isyah.

"Assalamualaikum," salam Gus Nauzan memasuki rumahnya yang di ikuti oleh Mauza.

"Wa'alaikumsalam, yuk makan malam sama-sama" ajak Dilla pada suami dan anak-anaknya

"Sebentar ya sayang, ganti baju dulu." jawab Gus Nauzan

Setelah semuanya duduk rapi di kursi meja makan, mereka semua mulai menyantap makanan yang pastinya itu masakan Dilla.

"Mahdiyah tadi main ke tempat santri putra lagi?" tanya Gus Nauzan pada putrinya.

"Hehe, maaf Abi."

"Kan Mahdiyah bisa main ke tempat santri Putri, nak."

"Dak selu, Bi."

"Ehhh, kan Abi sudah bilang. Perempuan dan laki-laki yang bukan mahrom tidak boleh main sama-sama."

"Tapi kan Diyah masih kecil, Bi."

"Iya, Abi ngerti kok. Tapi Mahdiyah harus membiasakan diri untuk main sama santri putri, ya?"

"Iya, Abi."

"Terimakasih, nak"











Terimakasih sudah membaca cerita ku. Jangan lupa jaga kesehatan!


Jum'at, 03 Juni 2022

Tentang Cinta , Waktu & Allah ( Penantian Cinta )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang