ONE

18.9K 1.6K 137
                                    

Aku melirik arloji yang menunjukan pukul 09.00 pagi yang artinya aku harus segera bergegas menuju kelasku.

Sesampainya di kelas, aku melihat hanya satu dua kursi tersisa. Kursi yang tersisa berada dekat dengan meja dosen dan deretan terbelakang.
Aku memilih untuk menempati kursi dekat dengan meja dosen . Aku sudah terbiasa menempati kursi dekat dosen dan kurasa itu yang tempat yang cukup aman dari cacian mereka untukku.

Melihat dosen yang sudah mulai menulis di papan tulis putih itu, aku segera menyalinnya dengan cepat.

Knock knock

Semua orang yang mendengarnya langsung menoleh kearah pintu termasuk juga dengan dosen yang tengah menulis itu.

Terlihat seorang lelaki dengan rambutnya yang ikal dan matanya yang memancarkan warna hijau emerald dengan tatapannya yang dingin itu memasuki kelas dengan santainya.
Ia terlambat 15 menit dan dosen pengecut itu hanya terdiam dan memasang tampang bodohnya.

Hampir setiap hari lelaki itu datang terlambat dan tidak ada satu dosen pun yang berani menegurnya.

***

Satu jam berlalu, pelajaran pun usai , aku memutuskan untuk pergi ke cafeteria untuk membeli sesuatu yang bisa mengenyangkan perutku.

Bergegas keluar kelas dan berjalan santai sambil membaca pesan dari ibuku yang masuk melalui telephone genggam.

Selesai membalas pesan, aku segera mengantri untuk membeli sandwich dan air mineral.

"Terimakasih."

Ujarku pada penjual itu dan mencari tempat duduk. Beruntung aku melihat tempat kosong yang berada diujung .

Saat berjalan menuju tempat kosong itu, tidak sengaja aku menjatuhkan makanan dan mengenai pakaian seseorang bernama Josh

"Maaf, aku tidak sengaja."Aku berucap dengan terbata dan menunduk. Sial , apa lagi sekarang?.

"Kau bilang maaf ?, apa setelah kau berkata maaf noda di bajuku yang mahal ini hilang?" Ujarnya keras sambil menarik rambut panjangku kebelakang.

Aku meringis kesakitan dan berharap Josh mau melepaskannya. Namun itu semua sia-sia, Josh tetap menarik rambutku, semakin aku mencoba melepas semakin kencang ia menarik. Yang lain hanya melihat dan tertawa. Oh

Air mataku mulai mengalir, katakan aku lemah tetapi ini benar-benar menyakitkan.
Tak lama Josh melempas tangannya dari rambutku dan mendorongku hingga tersungkur dan bibirku berciuman dengan lantai.

Sejujurnya ini sangat menyakitkan, air mataku semakin mengalir dipipiku.
Ku sentuh ujung bibirku dengan jari telunjukku dan terdapat darah.
Aku semakin terisak karena sakit.

Tak lama ada seseorang yang mengangkatku dan aku semakin takut, apa lagi yang akan dilakukan.

"Tolong jangan sakiti aku lagi."

Aku memohon sambil mengusap airmataku, dan melihat siapa yang mengangkatku.
Kulihat mata berwarna hijau emerald itu menatap kearahku. Dia Harry styles, lelaki dingin yang menjadi primadona disekolahku.

Setelah aku cukup seimbang, ia segera melepasku dan menghampiri Josh dan teman-temannya yang sudah tidak tertawa lagi.

"Kau akan berurusan denganku." ujar Harry dengan rahang yang menegang dan menghantam pipi Josh dengan kencang dan membuat Josh tersungkur seperti aku tadi.

Bukan hanya aku yang heran dengan tindakan Harry, melainkan seluruh mahasiswa yang ada disini.
Ia berbalik dan meraih lenganku yang membuatku ikut tertarik dengannya.

"Lain kali kau jangan berfikir agar lelaki sialan itu terhempas dengan sendirinya, itu akan membuat orang lain curiga bagaimana bisa seseorang terhempas sendiri."

Aku yang mendengar ucapan Harry tersebut membuatku cukup terkejut.
Bagaimana ia tau aku berharap agar Josh terhempas dengan sendirinya. Dan memangnya hanya dengan memikirkannya akan terjadi begitu saja?. Walaupun tidak jarang apa yang aku pikirkan terjadi, tetapi itu hanya ku anggap sebagai keberuntunganku saja.

Harry membawaku ke suatu ruangan yang kutau ini adalah ruangan khusus dia dan ke-empat sahabatnya.

Setelah pintu terbuka, suhu dingin menerpa wajahku. Aku ingin tau berapa suhu pendingin ruangan ini.

"Hi Maddy, ada apa dengan bibirmu?" Tanya seorang lelaki bernama Liam itu. Dia salah satu sahabat Harry

"Hanya terjatuh." ujarku cepat. Setidaknya aku tidaklah sepenuhnya berbohong

Harry menyuruhku duduk di sofa cokelat di dekatku dan aku hanya menurut.

Tak lama Harry duduk disebelahku sambil membawa kapas dan air berwarna ungu. Aku tidak tau itu air apa.
Ia mengambil kapas dan menyelupkannya kedalam air berwarna ungu itu. Setelahnya ia menangkup daguku dengan tangan kirinya dan mengarahkan kapas tadi kearah bibirku dengan tangan kanannya.

Aku berusaha sekuat tenaga agar tidak mengeluarkan cairan sialan itu lagi. Sungguh ini terasa sangat perih.

Kurang lebih lima menit, Harry sudah selesai mengobati luka di bibirku.

"Terimakasih." ujarku kepada Harry yang disambut dengan anggukan.

Aku sangat ingin menanyakan, mengapa ia bisa mengetahui pikiranku dan apa maksud omongannya tadi, namun aku tidak memiliki cukup keberanian

"Nanti kau akan mengetahuinya." dan lagi ucapan Harry membuatku terkejut, apa benar ia memiliku kemapuan membaca pikiran?, kalau benar dia ini tetap manusia?.

"Aku tetap manusia, kau fikir aku ini hantu?" Tanyanya dengan senyuman kecil terukir dibibirnya.

Hey, ini peristiwa langka melihat lelaki dihadapanku ini tersenyum walaupun kecil dan sebentar.

***

Hai, gimana menurut kalian chapter ini? Vomment please

Photograph [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang