Sampai pagi ini aku dan Harry belum juga saling menegur.
Dengan tampang kusut, aku menuruni anak tangga satu persatu dengan perlahan.
Mengapa hari ini aku harus ada kelas, dan kekesalanku semakin menjadi ketika aku tau hari ini memiliki kelas yang sama dengan Harry.Saat mengambil dompet di dalam tasku dan ingin memeriksa uang untuk menaiki kendaraan umum, semakin aku lesu karena melihat dompetku yang kosong.
Mau bagaimana lagi, aku harus berjalan ke kampus dan itu memakan banyak tenaga.
Menumpang dengan Harry ?, aku terlalu gengsi untuk itu."Kau harus berangkat denganku" ujar Harry dengan datar dan dingin.
Dalam hatiku pasti sudah berteriak kegirangan namun ego yang besar membuatku memilih untuk meninggalkannya dan pergi melangkah untuk membuka pintu."Kau tidak mendengarkanku?" Ujarnya sekali lagi dan aku hanya mengabaikannya.
Sudah kubilang ego yang kumiliki sangat besar untuk menerima tawarannya. Mungkin.Namun belum sempat aku keluar dari gerbang rumah Harry, ia sudah menarikku terlebih dahulu yang membuatku tertarik oleh tubuhnya yang dua kali lebih besar dari tubuhku.
Suasana di dalam mobil begitu penuh dengan emosi.
Raut wajahku yang masih memamerkan kekesalan belum juga berangsur membaik.
Melihat pantulan Harry dari jendela membuatku memalingkan wajahku ke depan."Aku memaksamu ikut bersamaku karena ibumu menghubungiku, ia memberitahuku bahwa ia lupa mengirim uangnya untukmu dan mengatakan agar aku memperbolehkanmu berangkat ke kampus denganmu" ujarnya tiba-tiba membuat keheningan suasana di dalam mobil ini terpecah sesaat.
Jadi ia memaksaku ikut dengannya hanya karena ibuku? Bagus, aku semakin kesal dibuatnya sekarang.
"Kalau kau tidak suka, aku bisa berjalan. Kau tau jelas bukan aku masih memiliki dua kaki yang sempurna?" Jawabku dengan nada yang ketus.
Ia hanya diam seperti tidak ada orang yang berbicara dengannya.***
"Ada apa dengan wajahmu yang begitu kusut?" Tanya Liam saat aku sedang mencoret-coret asal bukuku.
Aku melihat Liam yang sedang meminum minumannya sambil terus menatap ke arahku."Hanya kesal dengan Harry" ujarku pelan, sangat pelan dan aku yakin Liam tidak akan mendengarnya.
"Walaupun kau berbicara tanpa suara pun aku bisa mendengar dengan jelas apa yang kau ucapkan" ujar Liam sambil terkekeh.
Ternyata ia memiliki kemampuan mendengar sesuatu yang pelan mungkin sangat pelan.Kemudian Liam mengambil kursi dari tempat lain dan menaruhnya di sampingku.
Ia terduduk di kursi itu dan menutup botol minumannya itu."Mau bercerita?" Tawarnya dan aku hanya mengangguk. Mungkin Liam bisa membuatku lepas dari kekesalanku pada manusia keriting menyebalkan itu.
Aku menjelaskan semua yang terjadi dan itu terjadi begitu saja, dan tidak bisa ku pungkiri, aku semakin kesal saat bayang-bayang Harry berputar di kepalaku.
"Tetapi ia berkata mengantarku ke kampus karena terpaksa Liam!" Ujarku dengan ketus dan menyilangkan tanganku di dada membuat senyum di wajahnya semakin mengembang seperti adonan kue.
"Kalian berdua memiliki watak yang keras dan tidak bisa menahan ego masing-masing." Ujar Liam yang masih sibuk dengan meredamkan tawanya.
"Jujur saja, kalian itu sebenarnya saling peduli dan seperti yang aku katakan tadi, ego kalian masih menyelimuti" ujarnya lagi. Kali ini tawanya sudah reda.
Aku hanya memberikan tatapan malas kepada Liam dan menatap arlojiku yang menunjukan pukul dua siang.Merasa senang karena jam menunjukan waktunya pulang, aku berjalan keluar kelas.
Awalnya Liam menyuruhku untuk pulang ke rumah Harry bersamanya, namun aku menolaknya karena aku tau ia masih memiliki urusan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Photograph [H.S]
FanfictionBagaimana kalau ternyata mempunyai sihir itu tidak seindah yang kau kira?