SIXTEEN

7.3K 982 21
                                    

Belum juga kesedihanku hilang karena ibuku yang di tangkap oleh penyihir gila yang menyebut ibuku adalah orang tua angkat.
Semakin hari aku merasa ada yang tidak beres dengan semuanya.

Mulai dari Harry yang bersikap over protective terhadapku, sahabat-sahabatnya yang lebih sering tinggal di rumah Harry dan setiap hari aku merasa di ikuti oleh seseorang.

Terkadang aku merasa bingung, apa yang mereka inginkan dariku?, kekuatanku?, yang benar saja!
Memiliki kemampuan sihir pun aku tidak ada. Mungkin ada tetapi hanya kekuatan yang biasa saja. Mungkin.
Belum lagi Harry yang sering meninggalkan rumah karena memiliki urusan dan ia tidak pergi ke kampus.

***

Butiran putih dingin pun turun dari langit yang menandakan musim dingin di mulai.
Hari ini hanya ada aku dan Niall di rumah Harry.

Sudah 5 hari Harry tidak pulang dan sejujurnya aku merindukan dia.
Walaupun Harry tidak bersamaku, ia terus saja menghubungiku setidaknya tiga kali dalam satu hari.

Keadaan sepi hanya terdengar suara yang berasal dari televisi membuatku merasa bosan.
Niall berada di sofa kamarku dan sibuk dengan ponsel serta makanannya sedangkan aku hanya menekan remote tv berulang-ulang.

Gelang emas putih dengan hiasan seperti kamera pocket yang melingkar manis di pergelanganku terus membuatku tersenyum namun merasa bingung.

"Aku bisa menebak dengan mudah, pasti gelang itu pemberian dari Harry , benar?" Niall yang masih menatap layar ponselnya membuka suara dan mengubah posisi duduknya di sofa menjadi tiduran.

"Kau memiliki kemampuan membaca pikiran seperti Harry?" Bukannya menjawab, aku kembali bertanya kepada Niall.

"Kau ini mengalihkan pembicaraan saja" "aku tidak mungkin memiliki kemampuan yang sama dengan si ketua itu" tambah Niall dan mengalihkan wajahnya dari layar ponselnya menjadi ke arahku.

"Ketua apa maksudmu?" Merasa penasaran, aku menghampiri Niall dan membuatnya mengubah posisi menjadi duduk dan membuatku duduk di sampingnya.

"Kau ini bagaimana, selama ini kau tidak tau Harry itu siapa?" Niall bertanya dengan nada tidak percaya. Aku yang mendengarnya hanya menggeleng polos tanda tidak mengerti.

"Harry adalah petinggi dan pewaris kerajaan sihir di dunia ini. Dia adalah turunan kerajaan dan ia memiliki hampir seluruh sihir yang di miliki oleh seluruh penghuni bumi ini. Namun ada satu sihir yang berada di tingkat lebih tinggi dari milik Harry" Niall menjelaskannya dengan perlahan aku yang mendengarnya hanya terkejut.

Betapa bodohnya aku tidak menyadari semuanya.
Dimulai dari banyak orang yang sangat tunduk kepadanya, ia memiliki kekuatan membaca pikiran dan ia bernama Harry Edward Styles .
Kali ini aku benar-benar merutuki kebodohanku. Ia adalah keluarga Styles yang notabennya adalah keluarga bangsawan.

"Lalu kekuatan tertinggi itu siapa yang memiliki, dan kekuatan apa yang kau maksud?" Tanyaku dengan wajah yang masih terpampang jelas rasa terkejut.

"Aku tidak tau siapa orangnya, yang jelas 100 tahun yang lalu ada seorang gadis bernama Keyna memiliki kekuatan terbesar itu dan ia meninggal karena menyelamatkan semua orang dari sihir kegelapan" kembali Niall menjawab pertanyaanku yang selama ini selalu berputar di pikiranku. Walaupun tak semua yang jelas aku merasa puas mendengar penjelasannya.

"Kalau begitu, sihir kegelapan sudah musnah?" Tanyaku lagi sambil melipat kakiku

"Belum, karena gadis bernama Keyna itu berkata bahwa kekuatannya belum lah seberapa di banding dengan sihir yang dimiliki orang lain ketika 100 tahun dari sesudah dirinya menghembuskan nafas terakhir"Mendengar penjelasan Niall cukup membuatku memutar otak.

"Intinya, kau merindukan Harry bukan?" Ujar Niall tiba-tiba dan membuat pikiranku buyar seketika, lelaki itu mengenggam ponselnya.

"Tidak"

"Bohong"

"Tidak"

"Baiklah, Harry kau dengar bukan bahwa Maddy tidak merindukanmu, jadi kau tidak usah pulang hari ini, bulan depan saja" Niall berujar yang membuatku tersadar ponsel miliknya menyala dan terpampang di layar ponsel bernama Harry.

"Bukan begitu, maksudku aku" ucapanku terputus, otakku benar-benar tidak bisa memikirkan kata-kata.

Aku yang terdiam membuat Niall tertawa terbahak-bahak. Anak itu membuatku gemas untuk mendorongnya dari gedung.

"Kalau kau rindu, silahkan meminjam ponselku dan berbicaralah dengan Harry" memberikan ponselnya, Niall segera beranjak dari tempatnya dan berjalan keluar dari kamarku.

Aku yang menggenggam ponsel Niall hanya merutuki kelakuan Niall yang benar-benar membuatku mati kutu.

"Maddy?" Terdengar suara dari ponsel Niall yang jelas sekali itu adalah Harry.

"I-iya?" Aku menjawabnya dengan terbata dan menggigit bibirku karena gugup.

"Bagaimana keadaanmu?, apa kau merindukanku?" Ujarnya dengan sedikit menggodan dan tertawa kecil.

"Aku tidak merindukanmu, biasa saja. Aku sungguh merindukanmu."

"Baiklah kalau begitu aku akan melanjutkan urusanku dan sepertinya aku tidak akan jadi pulang ke rumah besok. Sampai bertemu bulan depan" ujarnya dan mematikan sambungan telephonenya.

Apa-apaan dia, bagaimana bisa ia tidak mengerti maksudku. Maksudku, aku tidak mungkin benar-benar mengatakan aku merindukannya bukan? . Aku kesal.

Setelah sambungan telephone terputus datanglah Niall dengan bungkus kripik ditangannya dan menghampiriku.

"Bagaimana dengan percakapannya?"

"Aku membencinnya!" Aku menggerutu dan melipat kedua tanganku dan mengembalikan ponsel milik Niall.

"Memangnya ada apa?" Tanya Niall dan memakan makanannya.

"Dia tidak peka dengan maksudku. Apa dia tidak mengerti aku merindukannya?, dan jawabannya ia malah akan pulang bulan depan" tidak sadar nada suaraku naik satu tingkat.

Namun disaat itu juga gelak tawa Niall menggema di ruangan ini.
Aku yang melihatnya hanya memukul wajahnya dengan bantal dan kembali ke kasurku.

***

Kembali lagi dengan saya yang ngaret dan php 😂 , maaf ya lanjutnya lama trus ngk longchap atau double soalnya lagi liburan :") .
Engga tau kenapa pas liburan otak malah mandek :3.
Jangan lupa vomments ya, makasih yang udah nunggu cerita ini muahhh

Photograph [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang