Berjalan berdampingan dengan Harry membuatku gugup.
Entah aku pun tidak mengerti, saat aku dan Harry di tatap oleh pengunjung mall ini aku merasa terintimidasi.Ternyata Harry mengajakku ke sebuah restaurant Pizza.
Bagaimana lelaki itu tau aku sedang kelaparan dan ingin memakan pizza.Setelah memilih tempat duduk dan memesan makanan, kami terlarut dengan telephone genggam kami masing-masing.
Aku benci keadaan canggung seperti ini. Namun aku tidak tau harus bagaimana memulai pembicaraan.Sekitar 15 menit kami hanya saling sibuk dengan urusan kami masing-masing.
Namun tidak lama setelah itu pesanan kami datang dan perutku berteriak kegirangan.Ku ambil sepotong pizza dan memasukannya ke dalam mulutku.
Rasa khas makanan ini akhirnya menyatu dengan lidahku.
Aku memakannya dengan cukup cepat dan mengambil satu potong pizza lagi.
Katakan aku rakus namun rasa lapar tengah menghantuiku saat ini."Pelan-pelan Mads, kau bisa tersedak jika terlalu cepat" ujar Harry dengan panggilan barunya untukku itu.
Semburat merah dan pipiku terasa panas. Harry memandangku dengan senyumnya yang terkesan hangat.Aku mengacuhkan ucapannya dan kembali melahap makananku.
Aku berharap semburat merah itu akan hilang dan lenyap.Setelah menyelesaikan makanan kami, Harry mengajakku untuk mengelilingi pusat perbelanjaan ini atau biasa di sebut mall.
Mataku tidak bisa lepas dari sebuah toko boneka yang menarik perhatianku.
Katakanlah aku seperti gadis kecil berumur lima tahun. Namun aku tetap menyukai benda yang bernama boneka itu."Harry bisakah kita mengunjungi toko boneka itu? Sebentar saja, boleh ya?" Ujarku memelas dan menunjuk kearah toko itu seperti seorang gadis kecil yang meminta boneka dari ayahnya.
Lelaki itu mengangguk mengiyakan permintaanku.
Aku pun berlari mendahuluinya dan segera masuk ke dalam toko tersebut.Mungkin kalau aku sedang memainkan peran sebagai tokoh kartun, kini mataku pasti sudah berbinar layaknya bintang di langit.
Berjalan dari lorong pertama dan lanjut ke lorong selanjutnya tidak membuatku lelah melihat semua boneka yang ada di sini.
Harry hanya memperhatikanku dari kejauhan dan aku tidak memperdulikan tatapannya yang aneh itu.
Aku yakin ia akan berfikir jika aku adalah remaja yang masa kecilnya kurang bahagia.Saat aku melihat boneka Lotso yang beraroma strawberry, pilihanku tertuju kepada boneka ini.
Saat aku mengambilnya dan melihat harga yang tertera membuatku mengurungkan niat untuk membelinya.
Lima puluh pounds,yang benar saja!Aku menggerutu seraya mengembalikan boneka yang ukurannya cukup besar itu ke tempatnya.
Dengan wajah yang kusut aku menghampiri Harry yang sedang melihat-lihat dan mengajaknya untuk segera pulang saja.
"Mengapa wajahmu kusut seperti itu?" Tanyanya yang masih menyamai jalanku.
Aku tetap melihat lurus ke depan dan tidak memperdulikan lelaki yang di sampingku ini.
Nanti pun ia akan tau apa yang sedang aku pikirkan."Kau kesal karena sebuah boneka? Yang benar saja. Berapa umurmu saat ini Mads?" Tanyanya sambil menahan tawanya yang ku yakin hampir meledak.
"Umurku 10 tahun, puas?" Jawabku dengan kesal namun dengan suara yang tidak terlalu keras.
Lelaki itu hanya terkekeh dan kembali memainkan telephone genggamnya.
Aku tidak mungkin meminta ibuku memberikan uang sebanyak itu.
Keluargaku bukanlah keluarga berlebih seperti Harry. Aku hanya keluarga biasa."Bagaimana ka--" Harry yang hendak mengucapkan sesuatu langsung memutuskan ucapannya sendiri.
Tidak memperdulikan wajahku yang bingung, ia menarik pelan kepalaku kebelakang."Apa mak--" aku yang ingin menanyakan maksud semua ini ke lelaki ini terhenti ketika cairan kental merah mengalir mengenai bibirku.
Harry menyuruhku untuk tetap mendongak dan membawaku cepat ke parkiran mobil.
Mengapa aku sering sekali mimisan. Aku tidak memiliki penyakit apapun.
Namun aku tidak ambil pusing, mungkin aku hanya kelelahan atau mungkin ada hal lain.Harry membukakan pintu mobil bagian penumpang.
Setelah aku masuk, Harry berjalan ke arah pintu pengemudi dan menyalakan mesin mobil sambil menyalakan pendingin. Setelah itu ia kembali ke kursi penumpang dan duduk di sampingku.Harry menyentuh hidungku dan cairan yang mengalir itu berhenti mengalir.
Sekarang aku merasa lemas dan menyenderkan kepalaku ke kursi mobil ini.***
Aku menggapai uluran tangan Harry dan keluar dari mobil miliknya.
Setelah menutup pintu dan mengunci mobil miliknya, ia membantuku berjalan masuk ke rumahnya.
Namun aku melihat sosok di luar gerbang besar yang sudah tertutp itu memakai jubah hitam dan wajahnya tidak telihat karena menunduk.
Melihat sosok itu membuatku mendekatkan tubuhku ke Harry.Aku semakin terkejut ketika wajah sosok tersebut terangkat dan matanya yang merah memancar ke arahku seperti ingin menerkamku.
Tanpa pikir panjang, aku menenggelamkan wajahku di dada bidang milik Harry.
Mungkin lelaki itu merasa terkejut melihatku, namun ia hanya memeluk tubuh ku yang dua kali lipat lebih kecil dari tubuhnya membuatku tenggelam dalam tubuhnya.
Walaupun begitu pengelihatanku menangkap sosok itu yang seperti ingin mendekat namun terpental begitu saja."Tadi aku melihat seseorang memakai jubah hitam dan matanya merah yang menatapku lekat" ujarku merasa cukup aman karena, aku dan Harry sudah sampai di kamarku sementara ini.
"Mungkin kau salah lihat" ujarnya menenangkan dan ia membawa dirinya duduk di kasur dan membuatku ikut duduk.
Aku hanya menggeleng dan akhirnya menjauhkan tubuhku dari tubuh Harry.
Namun tanganku masih memegang tangan Harry dengan erat.Lelaki itu mengangkat tubuhku dengan mudah dan membaringkanku di kasur.
Ia meluruskan kakinya di kasur dan meyandarkan punggungnya di bantal abu-abu.Melihat wajahku yang masih memaparkan ketakutan, Harry menarikku kedalam pelukannya yang membuatku merasa aman.
Ia membelai rambut panjangku secara perlahan dan membuatku mengantuk."Tidurlah,atau cairan merah sialan itu akan mengalir lagi" ujarnya pelan sambil tetap membelai rambutku.
"Kau harus janji, temani aku. Untuk malam ini saja" ujarku memohon dengan mataku yang semakin sayup.
Harry menjawabnya dengan anggukan kecil dan dengan menggunakan kemampuan sihirnya, pakaian pergi kami sudah terganti dengan piyama dan selimut berwarna putih tebal sudah menyelimuti kami.
"Sepertinya penyihir keji itu sudah mengetahui keberadaan gadis ini"
Aku yang tadi sudah hampir tertidur lelap, terkejut mendengar suara Harry yang berbicara melalui telephone sepertinya,karena aku sempat melihatnya menggenggam telephone genggam miliknya.
Namun hanya itu yang aku bisa dengar karena setelah itu, rasa kantukku semakin lama semakin tidak bisa di toleransi.
Belum lagi tangan Harry yang masih setia membelai rambutku yang membuatku semakin mengantuk.***
Gimana?, vommentnya ditunggu ya.
Mungkin chap ini terlalu pendek tapi kl banyak yg vomment di lanjut cepet .
Makasih udah baca. *tebarkecoa 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Photograph [H.S]
FanfictionBagaimana kalau ternyata mempunyai sihir itu tidak seindah yang kau kira?