TWENTY-FIVE

7.5K 926 57
                                    

Musim dingin berlalu. Musim semi kini menyambut siangku dengan hangat. Kejadian tiga minggu yang lalu membuat Liam, Niall dan Louis memutuskan untuk tinggal di rumah Harry, sama sepertiku. Semakin hari, mereka semua terlalu berlebihan dalam mengawasiku.
Bukan, bukan aku tidak suka, sebaliknya aku sangat senang jika di perhatikan namun aku rasa mereka terlalu khawatir dan aku tidak ingin merepotkan mereka.

Saat ini aku berada di perkarangan depan rumah Harry. Sambil menyiram tanaman yang menyejukan mata, pikiranku kembali berpetualang saat kejadian demi kejadian yang terus terjadi.

Menyiram bunga putih yang berada di hadapanku membuat kenangan akan ibuku semakin terasa, namun secarik kertas berwarna cokelat menarik perhatianku.

Segera katakan bahwa kau lah orangnya. Jangan terus menyembunyikan diri di balik semua orang, atau aku akan mengambil orang-orang terdekatmu. Sudah tiga orang yang lenyap dari matamu bukan?, namun kau belum juga menampakan dirimu.
Oh atau aku harus mengambil sesosok bernama Harry dahulu?

Sampai jumpa di kejadian berikutnya Maddelyn Attena Caroll Smith

Tercengang?, tentu saja!. Membaca isi dari kertas itu membuat kerja jantungku seperti berhenti untuk beberapa detik. Kertas lusuh itu ku lempar ke sembarang arah.

Kakiku terus berlari memasuki rumah Harry. Hal yang membuatnya takut adalah, saat orang itu menyebut nama Harry dan Maddelyn?, bagaimana seseorang itu tau nama lengkap dan nama Maddelyn adalah nama yg di ketehaui oleh orangtuaku dan aku tentu saja. Jika Harry tau, ia memiliki kekuatan membaca pikiran, jadi aku tidak terlalu terkejut.

Otakku terus berpacu untuk berpikir. Mungkin saja orang itu mempunyai kekuatan membaca pikiran?, namun yang aku tahu dan semua sejarah mengatakan, kekuatan membaca pikiran itu hanya bisa di lakukan oleh satu orang di dunia ini yang ku ketahui adalah Harry. Aku tidak tahu persis siapa dia sebenarnya, tetapi setelah aku menyelidiki lebih lanjut, aku mengetahui bahwa Harry adalah pemimpin dunia sihir. Maka dari itu, banyak orang yang patuh pada Harry dan tergila-gila karenanya.

Sempat aku bertanya padanya akan hal itu pada Harry, namun ia selalu mengelak dan mengatakan 'itu bukan aku', namun aku tidak habis akal. Aku bertanya hampir ke setiap orang bahkan dengan percaya diri aku bertanya kepada orang lewat saat aku temui di jalan. Dan semua jawabannya sama, Harry memang pemimpin dunia sihir.

Semua orang tahu akan hal itu. Tetapi mengapa tidak denganku?, aku tidak tahu alasannya. Bukankah aku memang selalu tidak mengetahui hal-hal yang penting?, tentu saja!

Karena berlari cukup kencang dan tidak melihat ke arah depan, tubuhku menabrak seseorang yang membuatku jatuh ke belakang. Saat aku memejamkan mataku, aku tidak merasakan sakit atau terbentur sesuatu. Mataku terbuka perlahan dan melihat diriku dalam posisi tergeletak mengambang. Maksudku, aku tidak tergeletak di lantai tetapi mengambang.

Perlahan tubuhku terangkat dan menjadi posisi berdiri tegap seperti sebelumnya. Tentu saja bukan aku yang melakukannya. Mataku terpaku melihat Harry yang berdiri di dekat sofa dan dengan keyakinan penuh, ia lah yang melakukannya.

"Maafkan aku Maddy, apa kau baik-baik saja?, maaf aku tidak melihatmu." Mendengar suara yang tidak asing, aku menoleh ke arah depan dan melihat Louis yang tampak merasa bersalah.

"Tentu saja, itu salahku Lou."

Entah mengapa, kakiku seperti berjalan sendiri tanpa aba-aba dariku. Sesampainya di depan Harry, aku memeluknya erat dan menenggelamkan wajahku yang sudah basah karena air mata di dada Harry.

"Kau kenapa?" Kurasakan tangan Harry yang membelai rambut panjangku dan tangannya yang lain memeluk tubuhku.

Bukan menjawab pertanyaannya, tanganku lebih mengeratkan pelukanku kepada Harry. Tubuhku sangat lemas mengingat kertas lusuh tadi. Aku tidak mau jika orang itu mengambil Harry dariku. Aku sudah cukup sabar, tiga orang terdekatku yang sangat aku sayangi, ia ambil begitu saja dari mataku.

"Aku permisi."

Masih dengan posisi yang sama, aku mendengar suara Louis yang pergi dari ruangan ini dan menyisakan Harry dan aku.

Setelah itu Harry menggiringku untuk duduk di sofa. Tangan Harry masih setia membelai rambutku, ia mencoba menenangkanku.
Tangisanku mulai mereda dan aku merasakan baju milik Harry yang basah karena ulahku.

"Jangan pergi dariku Harry!" Isakku yang masih menyenderkan kepalaku di dada Harry. Persetan dengan suaraku yang masih tercekat!

"Tidak akan," Ia menjawab dengan pelan namun tegas.

"Bisa kau ceritakan?" Ujarnya lagi.

"Orang itu mengincar kau Harry." Suaraku terdengar datar dan kosong. Aku yakin ini akibat selesai menangis.

Dengan detail dan berurut. Aku menceritakan semuannya kepada Harry. Orang itu, orang yang sama ketika ayah, ibuku dan Zayn hilang.

"Jangan pernah meninggalkanku ya?" Selesai menjalaskan kejadian tadi, aku membuka suaraku untuk mengatakan hal yang terus memenuhi kepalaku.

"Tidak akan." Harry menjawab dengan suaranya yang khas dan aku tersenyum sumringah mendengarnya.

"Kau yakin?"

Berusaha memastikan, aku bertanya sekali lagi dan ku rasa akan membuatku cukup puas mendengarnya berkata tidak akan meninggalkanku.

"Tentu, aku mencintaimu sayang." Dengan itu Harry membawaku kedalam pelukannya dan memelukku erat.

***

Sinar matahari memasuki sela-sela jendela kamarku. Mataku menerjap beberapa kali untuk beradaptasi dengan cahaya pagi ini. Ku ikat rambutku asal dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah lima belas menit membersihkan diri, aku berjalan keluar dari pintu kamarku dan menuruni tangga untuk pergi ke dapur.

"Dua minggu lagi Harry, dan semuanya akan terbongkar."

Aku yang mendengar perkataan Louis, memutuskan untuk tidak menuruni tangga sampai selesai.

"Aku tahu, dan aku juga tahu cepat atau lambat ini semua terbongkar."

Masih mendengar perbincangan mereka, tiba-tiba hidunku terasa gatal dan alhasil, aku bersin cukup kencang.

"Madds?" Harry menoleh ke arahku yang masih menutupi hidung serta mulutku sehabis bersin.

"Ya?" Ujarku dan berjalan menuruni anak tangga satu persatu.

"Kau berdarah." Louis menunjuk kearahku dan dengan cepat, Harry membopongku menuju ruang santai.

Aku yang berada di gendongan Harry, merasa ada yang mengalir dari hidungku. Dan benar saja, cairan merah kental sialan itu mengalir lagi.

Perlahan Harry menjatuhkan tubuhku di sofa panjang dan menyentuh wajahku. Setelah itu darah sialan itu berhenti mengalir dan Harry memajukan wajahnya untuk mencium keningku, setelah itu kepalaku berputar dan mataku terpejam.

***

Udah berapa lama coba ngk lanjut? :")
Yay akhirnya lanjut lagi, lumayan panjang lah ya wkwkk.

Besok puasa ya?, oke kl gitu semangat puasanya bagi yang menjalankan. Wohoooww ^_^

Photograph [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang