"Setidaknya aku tahu, aku lebih baik."
ㅡLevian Danu Gundharma
Seperti hujan yang seringkali datang tanpa diundang, begitu pula Levian Danu Gundharma menghujani seorang Kanina Mila Jihantara dengan senyum yang meneduhkan hati.
Gadis itu terdiam. Terpana. Ada kelegaan, tapi juga ada luka dalam sorot matanya.
"Mau pergi nggak?" laki-laki itu bertanya.
Namun, Kanina masih diam. Hatinya meragu, haruskah ia melangkah pada ruang yang harusnya tidak dimasukinya, ruang yang kita sebut kenyamanan.
"Di sini tempatnya nggak enak buat nangis, Kanina," lanjutnya.
Si gadis masih diam saja. Tidak mengiyakan, namun tak juga memberikan pengelakan.
"Mata lo merah. Ayo ikut gue."
"Kemana?"
Tak memberi jawab, Danu lantas mengulurkan hastanya. Sorotnya meyakinkan kala Ia kemudian berucap, "Udah ikut aja."
Kanina menatap sejenak. Rautnya tampak menimbang, tentang haruskah ia menyambut dan jatuh kian jauh, atau haruskah ia mulai memberi jarak walau hatinya enggan.
Hingga pada akhirnya, ketenangan Danu selalu lebih mampu memenangkan pertandingan. Ketenangan Danu selalu lebih mampu memenangkan hatinya.
Dan untuk pertama kalinya, kedua tangan itu saling menggenggam. Riuh mulai terdengar kala Kanina menyambut uluran itu. Banyak siulan dan sorakan mulai bersahutan di sepanjang koridor kala langkah kecilnya berusaha mengikuti langkah tegap laki-laki itu.
"Loh, Kanina jadi beneran sama Kak Komdis?"
"Mendingan Danu yang ini, Nin!"
"Ciee, Kanina!"
Semua riuh itu dimentahkan. Danu tidak peduli. Jika besok harus muncul gosip Danu berkencan dengan Kanina atau lebih parahnya adalah gosip soal Danu pelaku tikungan tajam berbahaya pun tak masalah.
Karena mulai dari sini, Danu sudah mengibarkan bendera perangnya.
Tak ada perbincangan sepanjang perjalanan. Kalau boleh jujur, sebenarnya Danu tidak tahu akan membawa Kanina kemana. Tidak ada dalam catatannya hari ini Ia akan mendadak membawa kabur anak orang begini.
Danu meletakkan dagunya pada kemudi kala menanti lampu merah. Netranya menerawang pada titik air yang disapu wiper pada kaca mobilnya.
"Kak Levi tumben bawa mobil?"
Lalu, suara gadis itu memecah hening. Danu lantas menoleh, "Iya, mendung dari pagi. Udah nebak sih bakal hujan."
Tak disangka-sangka, gadis itu justru terkekeh, "Pawang hujan? Bisa bener tuh kalo nebak." Kanina menunjuk butiran air pada kaca mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
(in)complete [COMPLETE][✓]
General FictionKadang, sebuah cerita sengaja ditulis tanpa memiliki akhir. Cerita yang sengaja dibiarkan menggantung, terbang, melayang, dan hinggap, lalu kembali menggelayut di tepian hati. Seperti kisah kita. Kisah tentang aku dan kamu. Kisah yang belum berakhir...